Mengflashback

4.7K 932 194
                                    

Kita mulai, cerita tentang pertemuan Gimyung dan Seongeun.
Tentang mengapa mereka bisa menjadi duo yang hebat.
Tentang bagaimana mereka tetap berteman meski berbeda pendapat.
Tentang apa alasan mereka selalu bersama, seperti dua ekor ikan cupang.

Ini tentang Gimyung dan Seongeun.

Mereka bertemu saat masih remaja. Mungkin usia mereka saat itu masih 15 tahun.

Seongeun yang selalu dirundung oleh teman-temannya, bersedih di pojok kelas.

"HAHAHA GAPUNYA BAPAK!"
"Eh, katanya, bapaknya Seongeun itu mafia loh!"
"Itu mah bapaknya Gimyung! Bapaknya Seongeun itu kang AC!"
"MAFIA AC!"

Seongeun sedih.

Sebenarnya, dia tidak pernah benar-benar berkata bahwa ayahnya adalah seorang mafia. Ini disebabkan karena Seo menderita suatu penyakit yang disebut 'maladaptive daydreaming'.

Gangguan itu menyebabkan Seongeun membayangkan sesuatu yang dia inginkan hingga terbawa ke dunia nyata.

Keinginan Seo sangat sederhana, mempunyai seorang ayah keren yang bisa dia banggakan dan seorang ibu yang akan dia rawat. Tapi kenyataan berkata lain, orang tuanya telah lama tiada. Seongeun hidup sendiri berbekal uang dan ilmu yang ditinggalkan almarhum orang tuanya.

Terus-menerus dirundung, Seongeun kesal. Namun, lama kelamaan itu semua menjadi tidak terasa. Seo yang sibuk belajar dan bekerja, mulai belajar untuk menerima semua perkataan pahit teman-temannya.

Seongeun yang selalu kesepian, hidup dalam dunia khayalan yang indah. Seongeun yang selalu senang, karena bersedih akan membuat khayalannya menghilang. Seongeun yang lucu, karena tidak ingin terlihat lemah.

Gimyung melihat Seongeun dengan tatapan iri. Karena ia ingin hidup bebas. Tanpa orang tua 'mafia' yang kerjanya membuat sengsara hidup orang lain. Tanpa status 'kaya' yang membuatnya dimanfaatkan. Dan tanpa 'teman palsu' yang menyebalkan.

Hingga Gimyung tahu, bahwa ayahnya terlibat langsung dalam kematian orangtua Seongeun.

Gimyung yang sangat marah, mengatakannya kepada Seongeun.

"Lu tahu gak sih? Sebenernya, bapak gue, Kim Gabryong yang udah bikin orang tua lu meninggal."

Apa yang dia dapatkan?

"Oh. Gua udah tau kok. Gapapa," jawab Seongeun dengan senyumnya.

"Gapapa?" tanya Gimyung.
"LU BILANG GAPAPA?"

Hati Gimyung bercampur aduk. Antara marah, sedih, kesal, terhina, tidak berguna, semua berkumpul jadi satu. Kenapa Seongeun tersenyum? Kenapa dia tak marah? Kenapa dia tak memukul atau menendang?

Kenapa ada orang sekuat Seongeun?

"Jangan nangis gitu, jelek banget muka lu," jujur Seongeun.

Gimyung menangis.

Seongeun mendekat. "Soal orang tua gue, jangan dipikirin. Lagian, mereka masih hidup kok, di hati dan pikiran gue. Nih, mereka berdua lagi berdiri di belakang lu. Mereka nanya, kenapa lu nangis?"

Gimyung menangis semakin keras.

Seongeun bingung.

"Gua gak mau tau. Pokoknya lu harus ikut gua mulai sekarang!" Marah Gimyung dengan tatapan nanar.

"Lah ngatur," ucap Seongeun pedas. "Emang kenapa kudu gitu, anjir?"

"Ikut aja!"

"Dikasih makan, gak?" tanya Seongeun.

"Gua kasih apapun yang lu mau!" sahut Gimyung.

"Oke. Traktir, ya?"

Gimyung hanya merasa bersalah, dan akan selalu begitu. Seakan seumur hidupnya pun tidak cukup untuk membayar kesalahan ayahnya.

Satu sore yang redup, Seongeun menghilang.

Gimyung menerka Seongeun pasti ada di rooftop. Dan benar saja. Namun, apa yang Gimyung lihat membuatnya terkejut.

"Seongeun!" teriak Gimyung. "Lu ngapain di pinggiran gitu! Ntar jatuh! Ini sekolah tinggi banget, Seo!"

Seongeun yang berdiri di tempat rawan, menoleh ke Gimyung. "Lihat ini!"

Seongeun merentangkan kedua tangannya.

"GUA PUNYA SAYAP! GUA MAU TERBANG!"

Seongeun hampir menjatuhkan badannya, tepat saat Gimyung mendekapnya dan membantingnya ke tempat yang lebih aman.

"LU PIKIR LU NGAPAIN, GOBLOK?!" Seru Gimyung marah.

"GUA UDAH BILANG, GUA PUNYA SAYAP! GUA MAU TERBANG! TERBANG!" Seongeun semakin tidak terkendali.

Terlintas di pikiran Gimyung, ini semua adalah salah ayahnya.

"HAHAHAHA GUA PUNYA SAYAP! MINGGIR! GUA MAU TERBANG!" teriak Seongeun dengan seluruh tenaga.

Gimyung menahan badan Seongeun semampunya. Rasa bersalah menyelimuti pikirannya. Seongeun jadi begini karena ulah ayahnya. Jika terus begini, Seo bisa menjadi gila.

"Seongeun, lu anak baik," ujar Gimyung sesegukan, "lu laper gak? Kita makan aja, yuk? Atau lu haus? Atau cape? Butuh istirahat?"

Seongeun berhenti berteriak.

Seongeun menangis.

Ini pertama kalinya Gimyung melihat Seo menangis setelah sekian lama.

Seongeun selalu bersama Gimyung sejak saat itu. Apapun dan dimanapun, mereka berdua selalu bersama. Membutuhkan satu sama lain dan memberi semangat satu sama lain.

Hingga akhirnya mereka bersekolah di SMA PTJ, sekolah asrama yang jauh dari kehidupan kelam mereka. Gimyung dan Seongeun berusaha mengubur dalam-dalam masa lalu mereka.







































saya ga tau saya nulis apaan, tiba-tiba muncul aja di otak

hayo siapa yang suka ngejekin seo

SMA PTJ (SlowUp)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang