43] Kamu

3.7K 693 95
                                    

Stefani menatap manik mata anak bungsunya dengan teduh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stefani menatap manik mata anak bungsunya dengan teduh. Sedih rasanya ketika seorang ibu tidak diingat oleh anaknya sendiri.

Beberapa jam yang lalu, dia datang bersama Baskara juga Rafka. Mereka menangis histeris melihat kondisi fisik Lalice. Beberapa luka menghias tubuh mulus itu.

Rafka dan kedua orang tua Lalice memeluk seerat-seratnya. Membuat Lalice tadi kebingungan tentunya. Tapi setelahnya para sahabat mencoba memberitahukan perlahan. Perlahan Lalice mencoba memahami.

Dan kini Lalice kebingungan lagi, karena semua orang yang berada di dalam ruangannya, tengah memerhatikan dirinya.

"Kenapa kalian liatin aku kayak gitu?" tanyanya dengan nada lembut. Bahasanya sejak tersadar pun berbeda.

"Ngga pa-pa," jawab mereka kompak.

Lalice melirik ke arah Stefani, yang kata sahabatnya bahwa itu adalah ibundanya. "M-mama udah makan?" Stefani menggeleng lemas.

"Makan dong, nanti sakit.."

"Mama ngga nafsu makan,"

"Gimana mama mau nafsu makan, kalau anak mama kondisinya kayak gini...." gumam Stefani dalam hati.

"Tadi mama nyuruh aku makan, berarti mama juga harus makan dong. Mama curang nih,"

Stefani menghela nafas panjang. "Tuh dengerin kata Lalice.. Mending kamu makan sedikit ayo, kita ke kantin." ajak Baskara.

"Mama mau temenin Lalice aja," pandangannya kosong.

"Iya mama nanti sepuasnya deh temenin aku, tapi makan dulu deh sama papa tuh!"

"Ayoo?" ucap Lalice memberikan senyuman manis.

Sementara yang lain memperhatikan dengan rasa campur aduk. Satu sisi bahagia melihat Lalice mulai mempercayai Stefani dan * adalah orang tuanya. Dan sisi lain, sedih karena cewek di atas brankar itu kini berbeda.

Akhirnya Stefani mau, dengan berat hati. "Mama makan dulu ya, kamu baik-baik sama yang lain.." Stefani mengusap surai putri bungsunya. Lalice mengangguk mengerti.

"Papa temenin mama kamu makan dulu yaa." Baskara mencium kening putrinya.

"Tante nitip Lalice," pamit Stefani pada Lalvane sebelum keluar ruangan.

"Iyaa tantee.."

Begitu dua orang tua itu sudah keluar dari ruangan. Lalvane mendekati Lalice, dengan hati bergemuruh.

"Masih sakit ngga lukanya?" tanya Chaeyon menatap Lalice sedih.

Luka di dahi dan di area pipi itu lumayan sedikit mengerikan jika tidak ditutup oleh plester.

Lalice menggeleng, lalu tersenyum. "Udah ngga terlalu kok." spontan Lalvane ikut tersenyum.

Lalice memperhatikan penampilan sahabatnya secara bergantian. Dan begitu pun Lalvane.

Cover The Taste || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang