20. |Terlalu Rapuh| 🌓

597 71 40
                                    


WARNING!! : Maapkeun jika ada typo 🛐!


  *HAPPY READING*

Rumah yang biasanya sepi dan seperti tak berpenghuni, sekarang berbeda dari sebelumnya. Ada seorang Ayah yang bercanda gurau dengan anaknya dan sang Ibu yang senantiasa mengukir senyum seiring tawa sang anak.

Dibalik tatapan datarnya ia menyimpan beribu luka, Batin maupun fisik. Dadanya berdenyut nyeri, sedari kecil ia ingin diposisi sang adik yang selalu dimanja dan bercanda dengan sang ayah. Tetapi nyatanya hanya ada tatapan tak suka sang Ayah untuknya.

Terkadang hati kecilnya pernah mengeluh, kenapa ia dilahirkan kalau tak diinginkan?. Akan tetapi ia sangat yakin bahwa tuhan sedang memberikan bahagianya lewat luka, tak apa itu hanya sebentar ya hanya sebentar! Begitulah kata hatinya.

Melewati ruang tengah ia berjalan seperti biasa dengan tatapan datarnya, tanpa ia sadari sang Ayah menatap dirinya yang berjalan memasuki lift.

Membanting pintu kamarnya, ia mendudukkan dirinya pada kursi sofa yang berada di balkon kamarnya.

Mengusak rambutnya kasar, Alvaero menghela nafas berat. Emosinya sungguh tak stabil kali ini, masalah tentang pencuri itu dan Reyga belum selesai.

Harapannya ternyata salah, ia berharap beban pikirannya akan sedikit berkurang saat pulang tapi lagi-lagi kenyataan itu menghancurkan harapannya.

Ia membuka tasnya, mengeluarkan suatu surat yang tadi ia dapat dari pihak sekolahan. Ia menyobek surat itu hingga menjadi serpihan, otaknya mengatakan bodo amat jika ia akan mendapatkan hukuman dari sang Ayah. Bukankah tubuhnya itu sudah menjadi samsak hidup sejak kecil?..

"Alva sebenernya anak Daddy atau ngga?" Gumamnya lirih, hembusan angin yang kencang tidak membuat api ditubuhnya padam, ia butuh pelampiasan saat ini.

Mengganti seragamnya dengan kaos hitam dan celana pendek ia berjalan menuju pintu yang memang terhubung dengan kamarnya.

Ruangan bercat merah hitam dan jejeran senjata tajam serta bau darah yang masih terasa anyir membuat bulu kuduk siapapun bergedik ngeri.

Ia membuka satu laci yang terdapat puluhan pisau yang tajam dan runcing. Alvaero melemparkan pisau tersebut dengan acak tak sesuai arah, Beberapa pisau tak sengaja menyayat tubuhnya sendiri tetapi tak membuat tubuh tegap itu meringis kesakitan.

Merasa belum puas ia membuka lemari kayu bercat emas yang terdapat pistol panjang dengan ukiran nama seseorang.

Menembakkan peluru-peluru tersebut ketembok hingga beberapa peluru tersebut terpental, Ruangan yang selalu ia jadikan pelampiasan amarah ini tidak ada yang mengetahui sekalipun itu ibu dan para maid.

Bahkan sang Ayah yang selalu mengawasinya tak tahu ada ruangan seperti ini.

Merasa amarahnya cukup mereda ia keluar dari ruangan tersebut dan berjalan kearah nakas membuka suata kotak yang berisikan obat-obatan, suntik, kapas, dan masih banyak lagi alat-alat dokter di kotak tersebut.

Ia mengambil gunting lalu merobek bahunya yang tak sengaja terkena tembakan itu. Mencupit peluru yang bersarang didaging kulitnya ia mencabutnya tanpa ringisan sedikitpun.

Mengambil kapas dan alat jahit instan ia menjahit bahunya sendiri lalu memplesternya, Rutinitas seperti ini sudah biasa ia lakukan jadi jangan heran jika ia tak mengeluh kesakitan.

Saat hendak berjalan kearah kamar mandi, suara ketukan pintu dan bunyi sensor menghentikan niatnya dan membuka pintu kamarnya dengan remot canggih.

ALVAERO { XEZAGRON }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang