3 • gadis yang dapat menghilang.

268 66 112
                                    

Aku masih belum bisa mencerna apa yang terjadi.

Laki-laki bernama Xi itu punya benang biru di jari telunjuknya; dan dia dapat menghentikan waktu. Sementara itu, gadis tadi juga punya benang biru; dan dia bisa menghilang, walau aku enggak yakin mereka menghilang, sih. Mungkin teleportasi? Yah, kalau hal itu benaran ada. Tapi aku sih enggak percaya—oh, sebentar, kenapa aku jadi repot-repot memikirkan ini? Aduh!

Aku mengacak-acak rambut frustrasi.

Keadaan sudah kembali seperti semula. Dan sepertinya, enggak ada yang menyadari bahwa waktu baru saja berhenti-lebih tepatnya, dihentikan—karena semuanya enggak terlihat memikirkan hal yang kupikirkan.

"Kamu ini kenapa sih, Zal? Kayak orang frutrasi saja." Aerika yang duduk di meja depanku menatap bingung. Sekotak susu pisang yang ada di tangan kanannya dilambai-lambaikan di depan wajahku.

Aku mengabaikannya. "Rik, kamu bilang Kak Xi masuk, kan—"

"HAH?" pekik Aerika menyela, membuatku refleks menutup telinga. "Kak Xi yang itu masuk?!"

"Huh? Kan kamu sendiri yang bilang!" kataku heran.

"Masa? Aku yang bilang?" Aerika menunjuk diri sendiri bingung. "Setahuku dia belum masuk-masuk lagi sejak waktu itu. Terakhir kali dia masuk bukannya pas semester satu?"

"Iya, bukannya kamu yang bilang tadi pagi pas aku lihatin dia—"

Aku terdiam, lalu mengacak rambut lagi. Aduh, sebenarnya apa yang terjadi?

Aku merasa lelaki bernama Xi itu enggak cuma bisa menghentikan waktu. Ah, iya, aku jadi ingat sesuatu.

"Oh, ya, bagaimana orang-orang di stasiun?"

"Mereka akan melupakan kejadian tadi."

"Lalu, bagian kamu hampir tertabrak kereta tadi?"

"Seakan enggak ada."

Apa jangan-jangan ini maksud kata-katanya waktu itu?

"Zal, kamu sehat?" tanya Aerika.

"Enggak," jawabku sekenanya.

Aku enggak sehat mikirin kejadian barusan.

"Mukamu pucat. Mau kuantar ke UKS?"

Pelajaran selanjutnya Matematika. Aku menimang sejenak, lalu mengangguk. "Boleh."

***

Pulang sekolah.

Hari ini aku pulang lebih telat dari biasanya. Piket kelas.

Sudah pukul empat lewat lima belas. Karena ini hari Jumat dan enggak ada kegiatan ekskul, murid-murid memilih pulang lebih cepat, jadi sekolah sudah sepi.

Selesai menyapu, mengepel, dan membersihkan jendela (jangan tanya kenapa aku mengerjakan piket sebanyak itu), aku bergegas pulang. Aku lupa belum memberi tahu Mama kalau hari ini pulang telat. Sial, kelupaan gara-gara aku terlalu memikirkan laki-laki dan gadis tadi.

Begitu aku sampai di bawah, aku dikejutkan oleh sesuatu. Tidak ada orang sama sekali di lapangan (biasanya ada sekumpulan anak laki-laki yang masih bermain bola walaupun sudah sore). Tapi bukan itu yang mengejutkanku, melainkan ... ada gadis yang bersama Xi seperti tengah menunggu seseorang di gerbang sekolah.

Aku membatu di tempat, mencoba mengedip beberapa kali. Tapi yang kulihat sungguh nyata. Aku enggak salah lihat. Gadis itu sungguhan gadis yang kulihat tadi saat bersama Xi.

Seperti menyadari keberadaanku, gadis itu menoleh, lalu menghampiriku yang enggak bergerak sama sekali.

"Halo!" sapanya dengan senyum lebar.

Blue String - END (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang