Kakiku yang telanjang berlari sekuat tenaga di atas butiran pasir nan panas sambil mencoba menghindari tembakan demi tembakan yang mereka luncurkan dari suatu alat seperti senapan sampai-sampai kakiku terasa lemas. Bukan, bukan karena capek berlari. Tapi karena kaki kiriku terkena tembakan saat hendak melompat melewati dinding yang memagari bangunan tempat aku diculik.
Aku meringis, mengerang. Betisku berdenyut-denyut. Sakit. Rasanya ingin menyerah dan terjatuh, walaupun entah sudah berapa kali aku tersungkur dan terbangun lagi karena enggak ingin tertangkap mereka.
Sudah berapa lama aku berlari? Di mana ini? Kenapa enggak ada orang satu pun selain mereka di sini?
Aku enggak tahu. Satu-satunya yang bisa kuandalkan sekarang hanyalah kemampuan berlariku. Soalnya, derap langkah dan bunyi tembakan nan menggelegar masih terdengar di belakangku. Itu artinya, mereka masih mengejar.
Tuhan, aku sangat berharap ada Lian yang dapat menghentikan waktu atau Abby yang dapat menghilang dan membawaku pergi dari sini, tapi-ah, aku tertawa di sela-sela air mata yang mengalir melewati pipiku.
Kamu bermimpi terlalu banyak, Zal.
Bahkan Master Emil sendiri yang membawaku ke tempat bedebah itu!
Sesekali aku menyeka air mata, mengingat apa yang telah mereka lakukan. Kacamataku yang sudah retak di kedua sisi sampai berembun, menghalangi pandangan. Maka, kulepas dan kubuang kacamata itu ke sembarang arah, lantas terus berlari meski telapak kakiku kepanasan.
Masa bodoh dengan kacamata! Kalau aku selamat, nanti Mama bisa membelikanku lagi. Yang lebih bagus. Sekarang yang lebih penting adalah nyawaku; aku masih ingin hidup!
Dugh-
Kurasakan hantaman keras di punggung, membuatku langsung tersungkur di atas pasir. Diikuti perih yang menjalar ke seluruh tubuh, seakan melumpuhkanku supaya enggak bergerak lagi.
Bunyi langkah kaki semakin keras terdengar. Dan aku enggak mampu berdiri.
Kepalaku enggak bisa bergerak sedikit pun untuk menoleh ataupun sekadar mendongak sedikit. Jemariku yang terletak agak jauh bergerak-gerak, tanpa sadar menunjuk kedatangan seseorang dari arah barat laut yang makin dekat. Semuanya memburam, kecuali benang biru yang kulihat di jari telunjuk kirinya.
Dia berhenti tepat di samping kepalaku. Lalu, entah apa yang dia lakukan, suara bedebum terdengar memekakkan telinga. Suara itu enggak hanya terdengar sekali, tapi berkali-kali. Sementara aku, cuma bisa diam telungkup sambil mencoba menerka-nerka apa yang terjadi.
Bodohnya seorang Zaline Syah, masih saja memaksa otaknya bekerja di saat-saat seperti ini.
Bulir air mataku jatuh lagi, merembes melalui pipi dan membasahi pasir cokelat yang agak mengotori wajahku.
Bunyi bedebum selesai-atau anggap saja begitu-karena aku sudah enggak mendengar suaranya lagi. Orang itu menoleh kepadaku, menunduk.
Sekarang aku bisa melihat sedikit rupa wajahnya. Wanita. Rambut hitam panjangnya yang dikucir kuda berkibar mengikuti arah embus angin. Ada kerutan di kening, pipi, dan sekitar mulut. Kutebak usianya setengah abad.
Kepalaku mendadak terasa berat. Ditambah betisku makin berdenyut cepat. Aku cuma bisa meringis sambil menahan perih dengan menggigit bibir bagian bawah. Tapi sepertinya hal itu enggak berguna. Perlahan pandanganku mulai memudar. Hal terakhir yang kulihat adalah benang biru nan terjulur halus di depan mataku. Suasana sekitarku sangat hening sampai-sampai aku bisa mendengar degup jantungku sendiri yang berpacu cepat.
Sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaran, aku mendengar dia berbicara dengan bahasa yang enggak kumengerti.
...
...
...
Ah, aku jadi ingat kata-kata Master Emil sebelum dia membawaku ke tempat ini.
"Kamu ingin kemampuanmu sebagai pendeteksi manusia berkemampuan berguna, bukan? Ikuti saya. Maka saya akan menunjukkanmu ke tempat yang pantas untuk manusia sepertimu."
Harusnya, aku menuruti kata-kata Lian dan Abby untuk enggak terlibat dengan manusia berkemampuan, biarpun itu temanku-mereka-sendiri.
- arc pertama selesai -
***
Agak kaget karena langsung klimaks ya?
Sebenernya challenge-nya adalah opening aksi menegangkan tokoh utama. Tapi enggak apa-apa. Biar bisa mulai masuk ke konflik.
Arc pertama: permulaan cuma enam chapter. Chapter selanjutnya berlanjut ke arc kedua.
-Zu
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasíaSetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...