30 • dulu Andre berteman dengan Tine.

59 17 59
                                    

Sebenarnya, aku punya sebuah rahasia yang enggak diketahui taksa lainnya—oh, mungkin kecuali Fae.

Saat umurku menginjak sepuluh tahun, aku diusir dari rumah karena menghancurkan guci milik Mama yang harganya belasan juta. Intinya sih, aku lupa memakai sarung tangan dan enggak sengaja memegang guci hingga guci itu hancur berkeping-keping.

Yang membuatku sedih adalah, Mama lebih mementingkan guci itu ketimbang anaknya sendiri.

Iya, aku langsung diusir dari rumah selepas kejadian itu, padahal aku sudah meminta maaf dan sampai bersujud pada Mama agar tidak diusir. Tapi, Mama, Papa, dan Kakak enggak memedulikanku. Memang sejak awal, mereka memanggilku Monster Penghancur. Bahkan, Mama dan Papa pernah hampir membuangku. Sialnya, kejadian menghancurkan guci itu membuat alasan mereka untuk membuangku semakin kuat.

Aku juga enggak punya alasan untuk kembali ke rumah. Toh, keluargaku menganggapku seperti monster yang harus dibasmi. Yang ada aku hanya disiksa jika terus-terusan berada di rumah neraka itu.

Dua minggu pertama setelah diusir, aku menjadi gelandangan dan mengemis untuk bertahan hidup. Lalu, pada minggu ketiga, aku bertemu dengannya; gadis kecil yang mengulurkan tangannya padaku. 

Aku enggak mau bercerita panjang lebar. Intinya, aku dihadang oleh om-om dan dirisak. Aku mati-matian menjaga sarung tanganku agar enggak terlepas dari tempatnya dan menghancurkan mereka. Tapi tenaga anak kecil berumur sepuluh tahun sepertiku enggak bisa menandingi tenaga orang dewasa.

Singkatnya, aku bonyok karena enggak mau memberikan uangku pada mereka, walaupun pada akhirnya uangku tetap berhasil dirampas. Dan sialnya, sarung tanganku juga nyaris terlepas andai waktu itu dia enggak datang. Gadis kecil pemberani itu menghajar om-om yang merisakku sampai mereka hampir mati.

Aku kaget setengah mati dan cuma bisa diam mematung sambil menonton adegan kekerasan itu. Aku enggak masalah dibilang pengecut, tapi yang membuatku takut bukanlah adegan kekerasan biasa, melainkan ... gadis kecil itu membanting-banting tubuh mereka hanya dengan mengangkat satu tangannya.

Enggak butuh waktu lama bagiku buat menyadari kalau kemungkinkan dia juga sama sepertiku; memiliki kemampuan aneh dan mengerikan.

Alhasil, sebelum gadis kecil itu benar-benar membunuh mereka, aku menghentikannya.

"Kenapa kamu diam saja? Kan kamu punya kekuatan untuk melawan mereka!" 

Pertanyaan yang terlontar dari bibir mungil gadis kecil itu membuatku tertegun.

"Kekuatan ...?" Aku berbisik lirih.

"Iya! Buktinya, kamu menjaga sarung tanganmu mati-matian. Kekuatan kamu pasti berhubungan dengan tangan, ya?"

Lagi-lagi aku tertegun, bertanya-tanya mengapa dia bisa tahu hanya dengan melihat sarung tanganku. Tapi aku terlalu takut buat bertanya.

"Kamu adalah satu dari sedikit orang payah yang menyia-nyiakan kekuatan yang Tuhan berikan!"

Aku tersinggung, sumpah. Tapi aku enggak bisa membalas karena aku rasa dia benar.

Aku menunduk sambil memainkan jemariku yang berlapis sarung tangan usang. "Maaf," ucapku dengan nada pelan.

"Sudahlah! Lupakan saja!" Begitu dia berkata demikian, aku sedikit mengangkat kepala. Kulihat dia mengibas-ibaskan tangan kirinya di depan wajah.

"Sepertinya kamu gelandangan. Punya tempat tinggal?"

Aku menggeleng.

"Kalau begitu, ayo ikut denganku!"

Aku menelan ludah. "Ke mana?"

Blue String - END (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang