"Apa-apaan ini?!"
Berlainan dengan ucapan Mama yang terkejut, suasana setelahnya begitu hening sampai-sampai suara jangkrik terdengar jelas-iya, aku diam. Lian juga diam. Mama juga diam; sepertinya sedang mencerna apa yang terjadi.
Mama enggak mikir yang aneh-aneh, kan? Misalnya, mengira Lian adalah pacarku begitu.
"Ma, Zal bisa jelaskan-" Aku mencoba untuk berbicara, tapi Lian main menyela saja.
"Maaf, Tante. Tadi saya yang mengajak main Zaline. Enggak cuma saya sendiri kok! Ada cewek yang lain juga. Saya minta maaf karena enggak izin Tante dulu." Entah sejak kapan Lian sudah turun dari motor dan sekarang sedang membungkukkan badan.
Melihat raut Mama yang berubah, aku buru-buru menambahkan, "Jadi gini, Ma. Tadi Zal habis piket sore, setelah itu pergi sama teman Zal. Zal lupa ngabarin Mama. Zal minta maaf, Ma."
Mama mendengkus, lalu menggeleng sambil tertawa.
"Aduh, Mama enggak mempermasalahkan itu. Mama yakin kamu orang baik kok," kata Mama sembari menunjuk Lian. "Jadi kamu bukan pacarnya Zal ya? Cuma teman?"
Aku melotot. "Mama apaan, sih!"
Tapi, Mama malah tertawa, sementara Lian tersenyum.
"Iya, Tante. Saya sudah punya pacar."
"Yah, sayang sekali." Suara Mama terdengar kecewa. Mama mengulum bibir, lalu tersenyum. "Tapi enggak apa-apa. Yang penting jaga hubungan kalian baik-baik, ya!"
Aku dan Lian saling berpandangan, tak mengerti maksud Mama, tapi tetap mengangguk.
"Iya, Ma."
"Baik, Tante."
"Makasih ya, Dek-sebentar, nama kamu siapa?"
"Lian, Tante."
"Oke, Dek Lian. Makasih ya, sudah repot-repot nganterin anak gadis Tante sampai rumah."
"Sama-sama, Tante. Lagi pula saya khawatir kalau Zal pulang sendiri malam-malam begini."
"Kamu gentle sekali, ya. Tante suka!" Mama tertawa lagi.
Aku menepuk jidat, lalu melirik Lian. Laki-laki itu cuma tersenyum canggung.
Aduh ... Mama ini blak-blakan banget, sih!
"Kapan-kapan main ke sini ya, Dek Lian. Pintu rumah kami selalu terbuka lebar buat kamu, hihi!"
Aku memicing.
Apa-apaan, nih? Enggak biasanya Mama baik banget begini sama orang. Sampai bilang rumah kami selalu terbuka lebar lagi! Mama mungkin enggak masalah, tapi akunya yang masalah!
Aku, kan, enggak mau terlibat sama Lian.
"Baik, Tante. Kapan-kapan Lian akan mampir," ujar Lian mengiakan. Dia lalu naik ke motor dan menundukkan kepala. "Lian pamit dulu ya, Tante."
"Iya, hati-hati di jalan ya, Dek Lian."
Lian mengangguk. Sebelum pergi, dia menatapku. Mulutnya bergerak; berbisik tanpa suara, "Ingat, jangan terlibat."
Aku memutar bola mata dan membalas tanpa suara pula, "Iya-iya."
Setelahnya, Lian benar-benar pamit, meninggalkan suara deru motor yang cukup berisik di malam yang hening ini.
"Zal, cepat mandi, terus ganti baju. Makan malam sudah Mama siapkan di meja."
"Iya, Ma-eh, Zai? Ngapain kamu di situ?" tanyaku ketika melihat kepala adik perempuanku muncul dari balik gerbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...