"Master Xuan?" Carl mengernyit, tetapi kemudian ia mengangkat bahu tak acuh. "Mana kutahu."
"Jangan berbohong. Mana mungkin anggota dari suatu organisasi enggak tahu di mana ketuanya berada," bantah Lian.
Meski rautnya terlihat kesal, Carl tetap membalas, "Ada, buktinya organisasi kami begitu. Lagi pula aku bukan anggota pilar. Jadi, aku tidak tahu di mana Master berada."
Sorot mata Lian menajam. Kedua tangannya terkepal erat sampai buku-buku jarinya memutih. "Siapa pilar yang bisa aku temui untuk mendapatkan info tentang Master Xuan?"
"Haah ... kau ini gigih sekali. Memangnya ada apa, sih? Kau mau cari mati? Kami saja yang anggotanya tidak berani bertemu dengan Master, sedangkan kau? Malah terang-terangan mencarinya."
"Ada hal yang perlu kubicarakan dengannya. Musuh enggak perlu tahu." Lian melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu ini tinggal jawab apa susahnya?"
"Benefit-nya apa untukku kalau aku memberitahumu?" Carl memicing.
Pertanyaan itu membuat Lian terdiam sejenak, sebelum akhirnya angkat bicara dengan sedikit berat hati.
"Aku akan mencoba membantumu keluar dari organisasi itu."
Mendengarnya, Carl terbahak.
"B*llsh*t!" Ia meludah ke samping. Wajahnya jelas menunjukkan ketidaksukaan. "Tahu apa kau soalku?"
"Aku tahu ... aku tahu semuanya tentang kalian." Lian berbisik lirih. Sebenarnya, ia tidak sepenuhnya bohong dan tidak seharusnya Lian mengatakan ini kepada anggota Onyx itu sendiri.
"Lalu ... kalau kau tahu tentang kami, lantas mengapa kau—kalian—tidak mengerti tindakan kam—"
"YA UNTUK APA?!"
Bentakan Lian yang menyela kata-kata Carl membuat lelaki Amerika itu tersentak. Pupil zamrud Carl yang bagi Lian sekilas tampak indah melebar. Dalam lubuk hatinya, sebenarnya Lian juga sedikit tidak percaya bahwa ia baru saja membentak seseorang.
Lelaki pengendali ruang dan waktu itu menunduk, hendak mengucap maaf. Akan tetapi, ego dan kebenciannya pada anggota Onyx lebih tinggi daripada hati kecilnya.
"Untuk apa kami harus mengerti dan memaklumi tindakan keji kalian? Bagaimanapun, cara yang kalian lakukan itu salah dan enggak lantas membuat kami harus mengasihani kalian."
Carl menggertakkan gigi. Mulutnya tampak komat-kamit mengucapkan sesuatu tanpa suara yang tak dapat ditangkap oleh Lian.
"Apa aku perlu menghajarmu dulu supaya kau sadar?" Lian bertanya sinis.
"Tidak perlu, aku sudah sadar." Carl berdecih pelan. "Xi Arelian ... kau bilang, kau mau membantuku terbebas dari organisasi ini?"
Lian mengangguk kecil. "Ya."
"Apa kau bisa memegang ucapanmu?"
"Tentu saja. Aku hampir enggak pernah menarik dan bermain-main dengan ucapanku."
"Good boy. Kalau kau tidak menepati ucapanmu, aku akan memotong lidahmu."
"Dan aku juga akan melakukan hal yang sama," tukas Lian.
"Ya, ya." Carl menggulir bola matanya. "Saat ini, hanya tiga orang pilar yang kutahu. Di antaranya adalah Tinelias dan Ahn Donhee. Kau pasti mengenal mereka, bukan? Temui saja mereka, terutama Senior Tine. Kurasa dia yang paling tahu soal Master Xuan. Tapi itu pun jika kau sudah enggak sayang nyawa."
"Tine, ya ...."
Lian bergeming. Seluruh tubuhnya seketika seperti luruh. Kepalanya sedikit menunduk, bahkan kepalan tangannya melemas. Bayangannya yang bertemu Tine beberapa waktu lalu tiba-tiba saja terlintas di benak Lian. Apakah ia perlu memberi tahu Carl soal kematian Tine?
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...