23 • adikku ternyata juga punya rahasia kecil.

115 20 69
                                    

Tembakan pertama, Abby berhasil menghindar. Namun, Labiya tak henti-hentinya menembak sang gadis yang puluhan kali berpindah-pindah tempat dalam beberapa detik. Hingga pada tembakan ketiga puluh lima, peluru yang Abby perkiraan terbuat dari mesiu sempat mengenai bahu kirinya dan menimbulkan ledakan yang cukup besar.

Abby mengerang. Darah mengalir dari bahu kirinya yang kini terekspos akibat ledakan tadi. Tak lupa dengan luka menganga yang membuat siapa pun ngilu melihatnya. Gadis itu duduk berlutut, lantas merobek bagian bawah bajunya kemudian mengikat bahu kirinya dengan kencang.

Begitu Abby menaikkan pandangan, moncong senapan Labiya sudah terarah di depan wajah. Ahn Donhee berdiri di belakang Labiya, masih dengan tangan yang terarah pada Madre yang melayang tak sadarkan diri. Abby harus segera mengalahkan mereka dan membawa wanita itu pergi dari sini.

"Menyerahlah, Abby Margaretha." Labiya berkata sambil menaikkan moncong senapan hingga menyentuh dagu Abby.

"Enggak akan." Sorot tajam Abby terarah pada dua lelaki itu.

Abby masih belum mau menyerah. Menghadapi dua lelaki ini menghabiskan banyak tenaganya. Sebentar lagi limit teleportasinya akan habis dan jika ia belum bisa membawa Madre pergi dari sini, mereka berdua akan tertangkap. Itu akan tambah merepotkan.

Maka dari itu ...

"Ck?!" Labiya terbeliak. Abby tiba-tiba menghilang dari pandangan. Bersamaan dengan itu, senapan yang digenggamnya terlempar cukup jauh.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Abby segera berteleportasi dan mengambil senapan itu, lantas mengarahkan moncong senapan kepada Donhee dan Labiya. Sebelum Donhee sempat mengarahkan tangannya, Abby menarik pelatuk dan satu tembakan pun memelesat.

Labiya yang berada di kiri Donhee, mendorong lelaki itu hingga keduanya jatuh bersamaan dan Madre yang semula melayang terjatuh. Akan tetapi, sebelum wanita itu menyentuh pasir, Abby sudah berteleportasi dan menangkap tubuh Madre.

Detik selanjutnya, mereka berdua pun lenyap, meninggalkan dua lelaki yang meninju pasir dengan raut kesal.

***

"ABBY! MADRE!"

Chika menjerit begitu kedua taksa yang dikenalnya tiba-tiba muncul di ruang tamu markas dengan keadaan yang cukup mengenaskan. Bahu Abby terluka dan Madre babak belur. Keduanya seketika ambruk sesaat setelah tiba di markas.

Chika segera menghampiri mereka sambil berteriak, "KAK RAYHAN! KAK ANDRE! ABBY DAN MADRE SUDAH KEMBALI!"

"Chika, tolong jangan berteriak. Ugh ... kepalaku sakit," keluh Abby sembari memegangi kepalanya. Dengan kaki gemetar, Abby mencoba berdiri.

Chika meringis sambil menunjukkan cengiran. "Eh, maaf, Kak. Kalian sampai terluka begini. Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia lalu memegang tangan Madre yang bersimpuh di lantai.
"Madre, masih kuat berdiri?"

Wanita empat puluhan tahun tersebut mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja, Chika sayang," katanya, kemudian bangkit berdiri dengan bantuan Chika.

"Tapi enggak dengan lukamu, Madre," balas Chika cemberut. "Astaga, mereka lama banget, sih!"

"Kak Rayhan dan Andre ada di mana?" tanya Abby yang tahu-tabu sudah duduk dan menyandarkan punggungnya di sofa.

"Di ruang bawah tanah, sedang menginterogasi Carl."

"Begitu." Abby mengembuskan napas, lantas menoleh begitu menyadari kehadiran seseorang.

"Abby! Madre! Kalian baik-baik saja?" Rayhan yang baru saja datang menghampiri mereka. "Sebenarnya apa yang terjadi di sana?"

Blue String - END (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang