Aku enggak sadar tubuhku sampai bergetar hebat. Mulutku terbuka dengan mata membulat. Lagi-lagi aku menggeleng enggak percaya.
Ahn Donhee. Anak Bibi Marinka, yang artinya dia adalah sepupu jauhku. Orang yang sudah menculik dan menyiksaku adalah sepupuku sendiri!
Zaline, kamu baik-baik saja?
Suara Fae seperti terngiang di kepalaku.
Iya, ini aku, Fae. Maaf, aku mendengar batinanmu lagi. Karena khawatir aku jadi melakukan telepati.
Enggak apa-apa. Aku cuma ... aku cuma kaget. Kaget banget, Fae.
Pasti, sih. Aku yang mendengarnya saja kaget setengah mati, apalagi kamu, yang ternyata sepupunya.
Aku mengangguk pelan.
Astaga! Aku enggak tahu kalau bakal jadi repot kayak begini! Suara Fae bergema lagi di kepalaku. Benar, semuanya jadi repot dan memusingkan.
Aku harus bilang apa sama keluargaku, Fae?
Kamu—
"Zal! Zaline!"
Tubuhku rasanya seperti digoyang-goyangkan. Seketika aku tersadar. Ternyata Mama. Bibi Marinka, Paman Dion, dan Bibi Aini, mengelilingi dan menatapku khawatir.
"E-eh, i-iya, Ma?" sahutku gugup.
"Kamu kenapa, Sayang?" Mama menatap sembari memegang kedua bahuku.
"Kenapa kamu reaksinya kayak takut begitu?" Giliran Bibi Marinka yang bertanya.
Belum sempat aku menjawab, atensi kami yang ada di ruang tamu seketika teralih.
"KAKAKKK!"
Zaina, adikku tersayang, tiba-tiba saja muncul dari arah tangga. Matanya terlihat berkaca-kaca kayak mau menangis.
"Zai?" Senyumku terbit. Syukurlah Zaina terlihat baik-baik saja.
"Kakak!" Zaina lalu berlari menghampiri dan berhambur memelukku yang tengah duduk di sofa. "Kakak! Kakak enggak apa-apa? Kondisi Kakak sekarang gimana? Sebenarnya apa yang mereka lakukan pada Kakak?!"
Zaina memberondongku dengan rentetan pertanyaan yang membuatku pening sambil mengguncang-guncang tubuhku. Aih, sekarang dia jadi terlihat persis seperti Chika yang berisik dan suka menggoyang-goyangkan tubuhku.
"Zaina! Jangan begitu! Kakakmu baru saja pulang setelah hilang dua hari!" omel Mama sambil berkacak pinggang.
Zaina melepaskan dekapannya dan sedikit menyingkir dariku. Bibirnya mengerucut. "Iya, maaf."
Aku mengembuskan napas lega. Syukurlah perhatian mereka teralih. Aku enggak tahu harus menjelaskan apa kalau Mama dan Bibi Marinka bertanya soal kenapa reaksiku kayak orang takut begitu. Tapi satu yang pasti, kayaknya ini terjadi karena aku trauma pada Donhee.
"Zavie, mending Zaline-nya disuruh istirahat dulu. Habis itu baru bicarain apa yang terjadi."
Mama mengiakan perintah Paman Dion. Tapi aku sedikit heran. Kenapa Mama enggak sepanik yang kubayangkan? Aku pikir Mama bakal memborondong aku dengan berbagai pertanyaan. Namun, yang panik dan menodongkan banyak pertanyaan justru Zaina. Dia terlihat tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau enggak salah dengar, Zaina juga menyebut 'mereka'.
Aduh, dipikir-pikir kok malah bikin pusing.
"Zai, kamu bawa kakakmu ke kamar, ya."
Zaina mengangguk. "Baik, Ma."
Aku bangkit dari sofa, kemudian mengikuti Zaina yang sudah melangkah duluan.
"Istirahat yang banyak ya, Zal," ucap Bibi Aini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...