Oppa? Kalau enggak salah artinya kakak laki-laki, kan?
Apa jangan-jangan ... laki-laki itu pacarnya Aerika? Katanya pacarnya sudah pulang dari Korea.
Kulirik Aerika di belakangku. Dia terlihat terkejut sampai enggak sadar melangkah mundur, tapi laki-laki itu justru mendekatinya, melewatiku begitu saja.
Aku membalikkan badan, refleks memegang pergelangan tangan laki-laki itu saat hendak menyentuh Aerika. Tatapan tajamku terarah padanya. Enggak akan kubiarkan dia menyentuh temanku!
Laki-laki tersebut menatapku dan Aerika bergantian. Arti tatapannya jelas terlihat bingung. Dia menepis tanganku pelan.
"Rika, temanmu?" Dia bertanya dengan bahasa Indonesia dan aksen Korea yang cukup kental.
Aerika mengangguk pelan. "Maaf, Oppa. Iya, dia temanku." Mata Aerika melirikku tajam, sementara lengannya menyikut perutku.
"Oh?" Laki-laki itu mengerjap. "Kenapa tidak bilang? Kamu, ayo ikut kami. Aku tadinya menjemput Rika karena mau mengajaknya ke restoran untuk merayakan wisudaku. Aku tidak keberatan menambah orang."
Senyum Aerika seketika terbit. "Ayo, Zal! Ikut saja!"
Aku mematung bingung, memikirkan sebenarnya Aerika ini bodoh atau bagaimana, sih. Kok bisa-bisanya dia senang begitu? Padahal beberapa saat lalu wajahnya terlihat takut dan tertekan.
Aku mau menolak, tapi takut Aerika diapa-apakan sama laki-laki itu.
"Ayolah, Zal!" Aerika menarik-narik lengan seragamku. "Kamu katanya mau ketemu pacarku, kan? Sekalian aku mau memperkenalkannya sama kamu."
Sebentar, hei! Kapan aku bilang begitu?
Melihatku yang berwajah masam, Aerika memasang raut memelas (andalannya). "Temani aku, Zal," bisiknya terdengar lirih.
Entah kenapa aku merasa kalimat Aerika kali ini terdengar seperti permohonan untuk menemani dia agar pacarnya enggak berbuat sesuatu atau aneh-aneh padanya. Aku juga yakin barusan tersirat nada khawatir dalam kata-katanya.
Karena enggak ingin diperhatikan oleh anak-anak lain (dan biar cepat), akhirnya aku mengangguk. "Baik, baik."
Laki-laki itu dan Aerika tersenyum, tapi senyum mereka berbeda. Aku enggak tahu harus mengartikan senyuman aneh laki-laki itu bagaimana-yang jelas, dia seperti menyeringai, sedangkan Aerika mengembuskan napas lega.
"Ayo ke mobil," ajaknya, berjalan mendahului kami.
Aerika meraih tangan kiriku dan menggandengnya. Aku heran kenapa dia sampai menyeretku masuk ke mobil sedan berwarna perak. Dibanding duduk bersebelahan dengan laki-laki itu, Aerika lebih memilih duduk di belakang bersamaku.
"Kamu teman Rika, kan? Namamu siapa?" Laki-laki itu bertanya di sela-sela menyetir.
"Iya, teman sekelasnya. Zaline," jawabku sungkan. Terkesan cuek sih, tapi biarlah.
"Namaku Ahn Donhee, kekasih Rika. Kamu boleh memanggilku apa saja. Panggil 'kak' atau 'mas' juga boleh," kelakarnya.
Aku mengangguk, meski enggak tahu apakah gerakan kecilku terlihat dari kaca karena aku duduk di sisi kiri, sementara Aerika di tengah.
Kami enggak banyak mengobrol. Aerika juga hanya diam saja sepanjang perjalanan. Sesekali kulirik dia meremas lengan sweter merah mudanya sambil mengigit bibir bagian bawah hingga merah, membuatku mendelik beberapa kali dan mengisyaratkan dia untuk berhenti melakukan itu.
Sepuluh menit kemudian, kami sampai di restoran yang dituju. Donhee turun dari mobil terlebih dahulu, baru membukakan pintu untuk Aerika. Sementara aku? Sadar diri saja. Aku membuka pintu mobil sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...