"Dengar, anak-anak. Aku hanya perlu satu kekuatan untuk mengalahkan kalian semua. Jadi menyerahlah dan ikut aku ke Onyx."
Fae meludah sembari memegangi bahunya yang perih akibat menubruk dinding. "Enggak sudi!"
"Aku juga!" Chika menimpali, lantas bangkit berdiri dan mengambil nunchaku yang terlempar cukup jauh dari tempatnya berdiri. Kemudian, sekonyong-konyong ia berada di hadapan Tine, mengayunkan nunchaku-nya ke arah kepala wanita eksentrik itu.
Sementara itu, Andre yang tersungkur mencoba mendekati tempat Lian bersandar.
"Xi, apa barusan kamu menggunakan kekuatan ruang?" tanyanya berbisik.
Anggukan kepala dari Lian membuat Andre mengembuskan napas berat. "Kamu kuat berdiri?"
"Hahah," Lian tertawa masam, "sepertinya enggak. Dadaku rasanya kayak dikoyak."
Raut Andre tampak begitu khawatir. Di satu sisi ia ingin ikut membantu para gadis, di sisi lain ia takut meninggalkan Lian bisa sekarat kapan saja. Mana tahu Tine tiba-tiba muncul dan 'mengambil' Lian lagi.
"Andre."
Fae tahu-tahu sudah berada di depan mereka. Agaknya dia terdorong mundur.
"Tolong jaga Lian. Aku dan Chika yang akan bertarung."
"Apa kalian baik-baik saja?"
Fae mengangguk, sedangkan Andre menunduk. "Maafkan aku. Harusnya aku sebagai lelaki yang melindungi kalian, tapi-"
"Enggak usah dipedulikan." Fae menoleh ke belakang dan tersenyum. "Kita harus membagi-bagi tugas. Akan lebih baik kalau kita bisa membawa Lian keluar dari sini. Tapi sepertinya bakal agak sulit karena Tine juga punya kemampuan teleportasi."
"Maaf, aku jadi merepotkan," kata Lian yang mencoba bangkit dibantu Andre. "Kalian enggak perlu buang-buang tenaga kalian. Ini seharusnya jadi pertarunganku dengan Tine-"
"Dengan kondisimu yang begitu?" Fae bertanya sarkastik.
Lian tidak menyangka akan dibentak oleh Fae. Gadis itu agaknya sudah habis kesabaran. Dia mengambil tombak yang tergeletak di samping Andre, lantas melemparkannya ke arah Tine. Namun, Tine yang tengah menghalau serangan Chika sempat menghindar dengan berteleportasi dan muncul lagi di hadapan Chika, lanjut melayangkan pukulan dan tendangan.
Pupil Chika membola tatkala sebuah tombak memelesat dari belakang dan nyaris menggores pipinya andai dia tak memiliki refleks yang cepat. Chika menoleh ke belakang sekilas.
"Kak Fae! Kamu mau membunuhku, ya?!" ujarnya sembari menghindari serangan Tine.
Chika berdecak, hendak meninju perut Tine, tetapi wanita itu sempat menghilang, lalu muncul lagi. Tempo pertarungan mereka makin cepat sampai tidak terlihat oleh mata telanjang. Mereka tak dapat melihat pergerakan Chika serta Tine. Yang Lian, Andre, dan Fae lihat hanya sesuatu seperti percikan, embus angin kencang, serta bayangan-bayangan yang bergerak amat cepat. Bahkan kereta ekspres Jepang pun kalah.
Sampai beberapa masa kemudian, Chika terdorong mundur dan nunchaku yang ada di genggamannya terlepas. Gadis itu hampir menubruk dinding, tetapi Tine muncul di hadapannya dan menendang perutnya penuh tenaga. Chika tak sempat menghindar hingga tubuh mungilnya benar-benar menabrak dinding hingga tercetak sedikit retakan. Masalahnya, kepala si gadis belia mengucur darah.
Fae, Lian, serta Andre spontan meringis. Lelaki yang paling tua di antara mereka segera berlari menghampiri Chika. Namun, baru satu mili detik ia melangkah, Tine menggerakkan tangan kirinya. Tubuh Andre mengikuti arah gerakan tangan Tine, mengempaskan lelaki itu ke sisi ruangan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...