9 • Donhee bisa menggerakkan benda, bahkan orang.

165 46 118
                                    

Aerika menatap kosong hamparan taman yang ditumbuhi berbagai bunga dan tanaman lewat jendela kamarnya. Gadis tersebut bertopang dagu dengan meja belajar sebagai tumpuan. Ia jadi teringat kata-kata Zaline tadi. Jelas sekali temannya itu tahu apa yang dilakukan Donhee padanya. Namun, Aerika jadi teringat lagi ketika ia diantar pulang oleh kekasihnya itu.

Donhee selalu bersikap manis. Kata-kata dan perlakuannya romantis. Tadi dia bahkan membukakan pintu mobil untuknya, menuntunnya masuk ke rumah, lalu memeluk dan mencium keningnya dengan kasih selayaknya pasangan yang saling mencintai pada umumnya.

Tidak ada yang salah. Aerika menyukai perlakuan manisnya itu. Yang salah hanyalah-

Jika Donhee sudah mengulurkan tangan padanya, Aerika akan habis. Jika Donhee kesal, Aerika selalu jadi sasaran pertama yang akan dibantingnya.

Ahn Donhee menyeramkan. Pemikiran yang tertanam dalam sedalamnya di benak Aerika.

Dia tak segan mengangkat tubuh Aerika dengan satu tangannya, lalu membantingnya ke segala arah. Kadang kala ke tembok, kadang pula ke meja atau barang-barang besar nan bisa melukai lainnya sampai-sampai kepalanya terbentur keras dan bocor.

Tak hanya itu. Saat Donhee marah, barang-barang di sekitarnya akan terangkat tinggi-tinggi. Kalau beruntung, Aerika hanya akan terbentur dan kepalanya berdarah. Kalau sedang sial, barang-barang itu meluncur ke arahnya, menghujani serta menimpuk seluruh tubuhnya sampai mencetak memar-memar biru keunguan yang dilihat saja sudah perih.

Aerika hanya bisa meringis sembari mengusap-usap lebam di sekujur lengannya. Luka di kening mendadak berdenyut-denyut. Rasa sakit yang diterimanya dua hari lalu ternyata masih membekas. Ia ingat sekali saat Donhee baru saja pulang dari bandara, bukannya berbahagia karena wisudanya, dia malah pulang dalam keadaan yang cukup kacau.

Katanya, dia kesal karena wisudawan terbaik bukanlah dia, melainkan teman dekatnya di jurusan yang sama. Donhee sudah membayangkan namanya akan dipanggil ke podium, tetapi realitas tak sesuai kenyataan. Agaknya angan-angannya itu ia lampiaskan pada sang kekasih yang kebetulan ada di rumah.

Dia bercerita dengan penuh emosi hingga semua barang di kamar Aerika terangkat dan dengan entengnya membanting barang-barang itu, termasuk Aerika.

Bukan sekali dua kali kejadian seperti ini terjadi. Setiap Donhee ada di Indonesia dan Aerika ada bersamanya, dia selalu kacau. Donhee bisa tanpa alasan membanting Aerika ke tembok dan semacamnya.

Namun, Aerika tak bisa benar-benar membenci Donhee. Laki-laki itu membantu merapikan kembali barang-barang yang berserakan seperti kapal pecah ke tempatnya semula, serta mengobati luka Aerika (beruntung rumah Aerika menyediakan P3K yang lengkap).

Ia juga tak pernah bisa menceritakan tentang kelakuan Donhee yang sesungguhnya kepada kedua orang tuanya yang kerap pulang larut malam lalu sudah berangkat subuh-subuh. Terlebih, Donhee bermulut manis.

Aerika tersenyum pahit. Ia juga ingat akan percakapan mereka saat masa pendekatan; percakapan yang membuat mereka menjalin hubungan seperti sekarang.

"Rika, kamu tahu tentang benang merah takdir?" tanya Donhee yang melipat kedua tangannya di atas pagar hitam di tepi jembatan.

Aerika menggeleng polos. "Tidak, Oppa. Memangnya apa itu?"

Gemericik air sungai yang mengalir deras teralun bagai melodi. Dengan volume yang kalah, Donhee menjawab, "Benang merah takdir itu ... sesuatu seperti benang tipis berwarna merah di jari kelingking seseorang yang menghubungkan antara manusia yang satu dengan yang lain, atau dengan kata lain ... menghubungkan kita dengan jodoh kita."

Kening Aerika mengerut. "Apa yang kayak begitu benaran ada?"

Donhee tersenyum tipis. "Ada. Buktinya aku ... bisa melihatnya."

Blue String - END (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang