Usai Abby membawa Lux dan Madre kembali ke markas, gadis itu langsung mendapat celotehan panjang dari Rayhan yang belum selesai menyembuhkan luka Fae dan Chika. Ketika mendengar dua gadis itu harus dirawat intensif, Abby benar-benar merasa bersalah. Andai ia tak datang telat ... ah, Abby langsung menggeleng-gelengkan kepala.
Ia memang sedih, tetapi Abby tahu bahwa Rayhan lebih sedih lagi. Pria yang merupakan perawat itu sudah berharap mati-matian agar mereka kembali dengan selamat. Namun nyatanya, bahkan sebelum misi selesai, empat dari mereka sudah terluka parah (Abby tak menghitung dirinya). Rayhan jadi harus mengerahkan tenaga dan bersiap-siap menerima risiko dari kemampuannya.
"Master ... maafkan saya." Abby menunduk dalam-dalam. Kedua telapak tangannya terkepal erat. "Saya bahkan enggak bisa mengalahkan Donhee, sampai kami bertiga terluka."
Sungguh, saat ini Abby sama sekali tidak berani menatap masternya. Dengan empat orang terluka saja, Abby merasa ia gagal menjalani amanah dari pria yang dihormatinya itu.
Master Emil mendesah panjang, kemudian mengulas senyum. Ditepuknya pundak kiri Abby. "Tidak apa-apa, Abby. Tidak perlu merasa bersalah. Saya juga tidak akan marah. Kamu sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan mereka. Kerja bagus."
"Tapi, Master ... saya bahkan enggak berbuat apa-apa!" Abby tidak menyadari nadanya mulai meninggi. Dengan tubuh bergetar, ia melirik Lux yang berbaring tak sadarkan diri di sofa kecil yang baru saja dipindahkan oleh Rayhan. "Yang mengalahkan Donhee justru Lux."
Master Emil mengernyit. "Lux?" beonya, lantas mengikuti arah pandang Abby. Ia mengamati Lux lamat-lamat, kemudian menganggukan kepala seakan mengerti apa yang telah terjadi. "Kebangkitan tingkat kedua Lux, ya."
Abby ikut mengangguk. "Lagi pula, tugas saya belum selesai. Saya belum membawa Lian, Andre, dan Zaline kembali."
"Sebelum kamu kembali ke sana ...," Master Emil menoleh pada pria yang kini tengah menyembuhkan Lux dan Madre, "Rayhan, tolong sembuhkan Abby dulu."
"Baik, Tuan." Rayhan mengangguk, kemudian mendekati Abby dan menyentuh telapak tangannya.
"Kak ... apa Kakak enggak apa-apa?" tanya Abby pelan, nyaris berbisik.
Rayhan mengangkat kepala sedikit untuk menatap mata Abby. "Kenapa, Nona Abby?"
"Kakak sampai mengerahkan semua kekuatan Kakak. Kalau ke depannya Kakak enggak bisa menggunakan kemampuan Kakak lagi bagaimana?" Abby bertanya lagi dengan takut-takut.
Rayhan menarik napas sejenak. "Enggak masalah. Kalaupun saya mencapai risiko, saya bisa meminta Master Emil untuk membangkitkan tingkat kedua saya," ujarnya disertai senyum tipis.
Abby membatin, Oh, benar juga. Kak Rayhan belum membangkitkan tingkat keduanya, ya ...
Setelah Rayhan selesai menyembuhkan luka-luka Abby, gadis itu pun kembali berteleportasi ke markas Onyx.
***
Lian tidak bisa mengendalikan ruang atau waktu lagi karena penggunaan kemampuannya sudah mencapai batas. Apalagi, ia belum benar-benar pulih sejak pertarungan terakhirnya dengan Tine. Peluru yang ada di dalam senapannya pun sudah habis. Tadinya tersisa dua, tetapi kedua-duanya sudah ia gunakan untuk melawan sulur-sulur membandel yang menyerangnya.
Kini pun, Lian berada di bawah perlindungan Andre yang sudah terbebas dari sulur besar yang menjeratnya. Lawan mereka berdua sekarang adalah Leon. Andre mungkin bisa menghancurkan tiap sulur yang hendak menyerang mereka, tetapi Lian tahu lelaki itu juga sudah mulai lelah. Apalagi Andre sudah bertarung sejak mereka meninggalkan 'Ruang Hampa'.
Lian menatap lamat-lamat portal berbentuk oval di tengah-tengah ruangan dengan dasar hitam. Sejak Zaline masuk ke portal itu, siluet Zahian sudah tidak terlihat. Yang dilihat mereka cuma ruangan hitam yang berputar-putar, tidak jelas apa yang ada di dalamnya. Lian khawatir sekali. Ia baru teringat kalau tadi Zaline bilang ada empat keberadaan benang biru dengan warna pekat. Berarti, ada satu keberadaan lagi yang tidak terlihat di sini, atau barang kali ... Zaline masuk ke perangkap?
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...