Motor yang dikendarai Zaina memelesat cepat menuju markas tempat taksa di bawah naungan Master Emil. Aku memang enggak terlalu ingat jalan menuju ke sana, tapi aku ingat nama jalannya dan kebetulan, Zaina tahu. Enggak lupa dengan sangkar berisi merpati putih yang kugenggam erat-erat dengan kedua tanganku. Tujuanku sekarang ialah menemui Lux—atau seenggaknya, Abby—untuk menanyakan perihal surat yang kudapat tadi.
Sekitar sepuluh menit kemudian, kami sampai di depan mansion mewah milik Master Emil. Zaina yang baru turun dari motor berdecak kagum. Enggak lama kemudian, muncul pria yang kayaknya seorang satpam dan membukakan gerbang.
"Oh, Nona Zaline! Ada keperluan apa ke sini, Nona?" tanya Pak Satpam.
"Saya ingin menemui Lux, Pak. Apa Lux-nya ada?" Aku balas bertanya.
"Ada, Nona. Tapi tunggu sebentar, saya ke dalam dulu untuk bertanya pada Tuan Muda Lux."
"Oke, Pak."
Setelahnya, Pak Satpam masuk ke dalam. Enggak sampai lima menit, pria itu muncul lagi dan mempersilakan kami masuk.
"Silakan masuk, Nona Zaline dan ...." Ekor mata Pak Satpam melirik Zaina.
Mengerti maksud lirikan tersebut, aku pun memperkenalkan Zaina. "Namanya Zaina, Pak. Adik saya, seorang taksa juga."
"Ah, baik. Nona Zaline dan Nona Zaina, mari. Motornya diparkir di dalam saja."
Kami menurut. Aku menunggu di depan pintu masuk, sementara Zaina lagi memarkirkan motornya di parkiran dalam. Enggak lama kemudian, mereka berdua muncul. Pak Satpam menuntun kami masuk. Di ruang tamu, aku melihat anak laki-laki yang pernah aku temui sebelumnya, juga seorang pria berjas putih yang tengah duduk di sofa.
"Zaline, selamat datang."
Sambutan dari Lux, jujur saja agak membuatku kaget. Apalagi dia mengulas senyum, meski tipis. Pahanya memangku Kittey, sementara tangan kanannya mengelus-elus kepala kucing berambut putih tersebut.
"Selamat datang di markas kami, Nona Zaline."
Kali ini arah pandangku teralih pada pria berjas putih yang semula duduk di sebelah Lux. Dia bangkit berdiri dan mempersilakan aku dan Zaina duduk.
Dia, kalau enggak salah orang yang sudah menyembuhkanku. Siapa namanya? Kak Reyhan bukan, ya? Ugh, aku lupa.
"Terima kasih, Lux, dan Kak ...." Aku menjeda kalimatku agak lama.
Lux yang kayaknya mengerti kebingunganku mengoreksi, "Kak Rayhan."
"Ah, iya. Terima kasih Kak Rayhan," kataku canggung, tapi Kak Rayhan cuma mengangguk.
Lux melirik Zaina yang duduk di sebelahku. "Zaline, dia siapa?"
Zaina, tanpa kusuruh, memperkenalkan dirinya. "Perkenalkan, saya Zaina Syah, adiknya Kak Zaline. Saya juga seorang taksa."
Lux hanya membulatkan mulutnya.
"Halo, Nona Zaina. Perkenalkan, saya Rayhan, taksa yang bertugas sebagai penyembuh di markas ini. Dan anak laki-laki di sebelah saya namanya Luxien. Panggil saja dia Lux. Senang bertemu dengan Anda, Nona Zaina." Kak Rayhan memperkenalkan diri dengan lembut.
Aku melirik Zaina yang malah diam mematung, lalu menepuk jidat. Aduh! Kayaknya anak ini malah terpana.
"Zai, sadar," bisikku amat pelan sambil mencubit lengannya.
"Eh? Oh, iya, maaf," ucap Zaina dengan cengiran.
"Sebentar ya, Lux, Nona Zaline dan Nona Zaina. Saya ke dapur dulu untuk menyajikan minuman dan camilan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue String - END (Segera Terbit)
FantasySetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...