"Yedam! Awas!" Haruto menarik Yedam. Menyelamatkan anak itu dari atap yang roboh. Nasib baik sepertinya masih berpihak pada mereka bertujuh, karena atas bangunan yang roboh hanya setengah. Lain lagi urusannya jika mereka semua melangkah dua meter ke depan.
"Untung aja ..." helaan nafas lega dari Asahi.
Asahi mengusap wajahnya dengan kasar. "Kalo gak ditarik Haruto, pasti Yedam udah ganti gelar."
"Emang Yedam dulunya punya gelar apa?"
"Gelar tiker! Puas lo?" sosor Sunoo.
Junkyu, Jisung, dan Chenle tidak bersuara. Mereka bertiga masih syok dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Melihat itu, Sunoo pun turun tangan. "Jisung? Chele? Junkyu? Kalian kenapa? Jangan bengong mulu, ayam gue aja mati gara-gara kebanyakan bengong."
"Ini tuh namanya syok, Sunoo. Bukan bengong!"
"Sama aja, cuman beda kata ..." alibi Sunoo.
"Tanya Yedam noh, dari tadi dia diem aja!" kata Asahi.
"Kenapa, Dam? Lo serangan jantung?" tanya Sunoo.
Yedam menggeleng, "Gue gapapa, ayo jalan lagi."
Keenamnya menurut, melangkah dengan beriringan sambil berjaga-jaga. Mata mereka terus bergerilya kesegala arah, sampai kejanggalan membuat Asahi membelalakkan matanya.
"Woy! Awas!"
"Ada ap-"
SRETTTT!
Dari atas, ebuah kapak tiba-tiba muncul didepan mata. Kali ini nasib baik nampak tidak diperuntukkan untuk seorang remaja bernama Haruto.
Haruto terluka dibagian bahu. Saat ia hendak membalikkan badan ke asal suara yaitu suara Asahi, ia tidak fokus sampai bahunya terluka dan robek.
Yedam dan yang lain panik, tapi anak yang berasal dari Jepang itu biasa saja.
"Haruto, sakit gak?" tanya Sunoo pada Haruto.
"Enggak, cuman kaya digigit nyamuk." Haruto tersenyum lalu mendekatkan wajahnya pada telinga Sunoo. "YA SAKIT LAH ANJENG!"
"Santai dong, kan gue cuman nanya!" ketusnya.
"Pertanyaan lo gak bermutu banget, lebih mirip jarjit."
"Udah gak usah khawatir gue, cuman luka kecil kok. Nanti juga kering sendiri," jawab Haruto.
"Yakin? Baju lo udah penuh sama darah lho?" Yedam menanyakan hal demikian karena kemarin pun ia terluka, dan Haruto yang menolongnya.
Ya, Haruto mengangguk dengan mantap. "Yakin, udah ayok jalan lagi."
+×+
Lorong semakin gelap gulita dan suhu ruangan mendadak panas. Peluh semakin membanjir tubuh keetujuh anak yang sudah dua hari tidak berganti baju, sudah bisa dipastikan betapa campur aduknya aroma keringat.
Asahi yang hanya memakai selembar baju tertawa renyah. "Buka aja sih bajunya, daripada kepanasan kaya gitu."
"Bukan gak mau, orang yang punya hotel suka kurang hajar, abis ini pasti ada salju." Ucapan Sunoo disetujui oleh Yedam dan yang lain.
"Ngomong saya ya? Udah kangen sama rintangannya atau apa nih?" Suara itu membuat keenamnya siaga.
Ruangan menjadi terang karena nyala api yang berkobar. Panas pun semakin menjadi.
"Tantangan apa selanjutnya? Yang dua pangkat dua aja belum ketemu!" kesal Chenle.
"Cepet kasih tau!" sentak Jisung pada suara misterius itu.
"Sabar dong! Kalian gak liat kalau api itu membakar atap ruang doang? Cerdik atuh, masuk lewat bagian bawah! Abis itu cari deh dimana ruangan Sunghoon hihihi..."
Seperti biasa, suara itu lenyap dalam sekejap.
"Kalian faham kan apa maksud orang tadi?" tanya Yedam pada yang lain.
"Faham, siapa yang mau duluan?"
Haruto mengajukan diri. "Gue aja, yang lain nyusul."
"Oke, kalian duluan. Gue paling belakang," saran Yedam.
Yang lain menurut, Haruto mulai berjalan menunduk. Yang lain pun sama. Beruntung api masih berkobar dibagian atas, belum kebagian bawah.
Berjalan dengan menunduk sambil berjaga-jaga sangat menguras waktu, dan api pun sudah mulai merambat kebagian bawah.
Yedam meneguk ludahnya kasar, "GUE BISA! YEDAM SEMANGAT!"
Yedam mulai merangkak dengan hati-hati, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Anak itu terus berdoa supaya takdir baik selalu menyertainya. Tapi tidak lagi, satu bongkah kayu yang terbakar dari atas menimpah tubuh Yedam.
Teriakkan dari temannya yang lain mulai terdengar sangat kencang.
"Yedam!" teriaknya dengan kompak.
"AARRG! PANAS!" Baju bagian belakang Yedam terbakar.
Sunoo langsung mengeluarkan sebotol air dan membuka baju Double-nya. Air itu ditumpahkan keatas baju dan ia gunakan untuk memadamkan api dibaju Yedam. Untungnya api itu tidak terlalu besar dan dapat padam dengan mudah.
"Kenapa lo terus sih yang jadi korban? Pemilik hotel ini punya dendam apa sama lo?" marah Sunoo tanpa jeda. Ia sedikit bingung karena sudah lebih dari tiga kali Yedam menjadi korban hingga terluka bakar seperti ini.
"Gapapa, mungkin ini takdir," jawab Yedam yang sedang bersila. Wajahnya masih terlihat panik.
"Gapapa apanya? Nyawa lo hampir hilang beberapa kali, Yedam!" teriak Haruto lantang.
"Dari pada marah-marah kaya gini, mending kita cari Sunghoon!" tanpa menghiraukan baju belakangnya yang sudah tidak berbentuk, Yedam berdiri dengan santainya seolah tidak terjadi apa-apa.
Yedam berjalan sendirian, tidak ada yang mengikutinya karena yang lain masih bertanya-tanya.
"Yedam kenapa sih? Kok sekuat itu?" ucap Junkyu.
Haruto, orang pertama yang mengikuti kemana Yedam pergi itu mengajak temannya yang lain. "Ayo ikutin dia, lama-lama disini kita bisa jadi sate."
Setelah semuanya berbelok, api padam dengan sendirinya. Mereka semua pun -
Whshwhehehe lama banget ya upnya? Desember kali ini aku bener-bener di bombardir....jadi, maaf kalau kelanjutannya gak sesuai harapan.
Kasih semangat dong! Kasih votenya juga yaa, makasih udah nunggu cerita 10080... see u next part
KAMU SEDANG MEMBACA
10080 [Selesai]
Mystery / Thriller[ S E A S O N 1 - 3 L E N G K A P ] "Siapa dalangnya?!"