十四 | awal yang bagus

147 50 1
                                    

Doyoung sudah tahu bagaimana respon ketiga teman barunya. Pelan-pelan Jake menjelaskan tentang apa yang terpampang jelas diatas meja dengan panjang lima meter dan lebar satu setengah itu.

Diatas meja, ada beberapa lembar kertas dan juga senjata seperti senjata api dan pisau.

Yedam dan Sunoo duduk anteng, menyimak apa yang sejak tadi Jake ucapkan.

"Gue ketinggalan gak nih?"

Jake membalas pertanyaan Jisung dengan gelengan kepala. Saat Jisung pergi tadi, mereka yang tersisa di ruangan hanya membicarakan prihal Jay yang desas-desus masa lalunya mulai tercium.

"Jake, udah bilang ke mereka?"

"Belum. Lupa gue mau bilang apa."

"Oke. Semuanya duduk."

Bak sebuah rapat paripurna, mereka duduk dikursi yang sudah disediakan. Yedam bingung, untuk apa ada senjata? Padahal mereka ingin balas dendam tanpa ada pertumpahan darah.

"Jadi gini," Doyoung mengambil alih situasi. "Kita punya rencana kalau kita mau jadiin kalian pancingan. Masih inget kan?"

Kompak ketiganya mengiyakan.

"Jadi, untuk mengalihkan isu tentang kalian yang sekarang lagi rame, kita bakalan bongkar semuanya ke publik."

Jisung tim kontra, ada sedikit kekhwatiran pada hatinya. "Kalau salah satu dari kita ada yang meninggal, lo mau gantiin?"

"Gak akan. Percaya sama gue."

"Apa yang harus gue percaya dari diri lo, Doy?" Bahkan, pemuda bermarga Park itu menggebrak meja keras.

"Gue pastiin kalian bertiga gak akan terluka sedikitpun." Doyoung menegaskan ucapannya.

"Ok." Tanpa meminta persetujuan dengan dua temannya yang lain, Yedam langsung menerima tawaran dari Doyoung. Jelas Jisung melirik, tatapannya tajam.

"Udahlah, Jisung. Kita kan udah sepakat dari kemarin-kemarin. Lagian, kalau salah satu dari kita bertujuh ada yang gagal, berarti udah takdirnya."

Dengan kata lain Yedam berusaha menenangkan Jisung. Yang dia katakan memang benar adanya, takdir selalu punya kejutan, entah siapa yang akan mati lebih dulu.

"Gimana rencananya?" Takut-takut Sunoo bertanya. Nampak dari wajahnya yang melirik ke sana-sini.

"Caranya, kalian tetep stay di rumah Jisung. Gue awasin kalian dari jarak dua puluh meter, Jay pasti bakalan ke sana buat neror."

"Lo yakin, Doy?"

Anggukan mantap jawabannya. Doyoung bukan orang yang main-main, walau sikapnya kadang minta digebukin satu kelurahan.

"Kalian gak akan pake pistol atau pisau yang itu. Gue punya sesuatu yang pas."

Mereka masih diam ditempat, menunggu Jake mengambil sesuatu dari balik lemari kayu berukuran cukup besar.

Suara detik jam makin jelas terdengar, tidak ada yang berani bersuara. Jiwa berisik Sunoo seperti hilang ditelan bumi, Doyong yang cerewet bukan main hanya menutup mata sambil sesekali memijit pangkal hidung. Sedangkan dua orang yang tersisa saling pandang, Yedam enggan membalas pertanyaan isyarat dari kawanan itu.

"Jake?" Doyong bersuara. Si pemilik nama menengok sejenak, lalu lanjut merapikan barang-barang yang nanti akan dia beri pada Jisung untuk dipasang dirumahnya.

"Ini." Terlihat ada lumayan banyak barang seperti tiga buah kamera, alat pelacak dan tiga pasang sarung tangan.

"Buat apa ada kamera?" Jisung bukan tak mau memasang kamera itu dirumahnya, tapi dia takut kalau Jay atau Sunghoon memergoki.

"Ini kamera apa kuaci? Kecil amat?"

"Kalian pake baju yang ada sakunya, bagian dimana kamera itu kalian taruh, tolong kasih lubang. Ngerti?"

Jisung, Yedam dan Sunoo mengangguk paham.

"Sarung tangan?"

"Pake takut kepanasan."

"Gila lo." Doyoung yang mulanya serius, kini mulai tersenyum lagi. Lucu juga jika melihat kepolosan mereka bertiga. Apa tidak menonton film genre Action? Atau masih suka prozen?

"Pake aja. Nanti juga kalian tau."

Selang beberapa lama, Sungchan mengetuk pintu pelan. Suaranya samar-samar sampai telinga. Tidak ada berita apapun yang Sungchan bawa, dia hanya mengingatkan kalau sarapan sudah siap. Mereka bertujuh harus mengisi perut supaya tenaga terisi dan otak lebih lancar untuk berpikir.

Dimeja makan, semuanya sibuk menyendok nasi goreng yang sempat Jake masak pagi-pagi buta sebelum tiga manusia lemot datang. Tak apa jika agak keras, selagi masih bisa dimakan ya makan aja. Membeli sarapan diluar mereka tak sempat, repot katanya.

"Kapan?"

"Apa yang kapan?"

"Jadiin kita tikusnya?"

"Tergantung. Gue tebak kalau Sunghoon lagi sibuk berenang uang."

Doyoung mendapat kedipan dari Jaehyuk. Dan besok Jaehyuk harus mendapat imbalan lebih karena tau kalau Sunghoon sedang bersantai ditengah siasat licik yang Jake dan Doyoung buat.

Bagaimana dengan Jay? Meski hanya tangan kanan, Sunghoon menganggap Jay itu kawan. Sunghoon liburan, Jay pun demikian. Terlepas dari kesalahan yang diperbuatnya, Sunghoon memang tak punya hati sampai sibuk berbahagia dengan keluarganya, sedangkan disisi lain, ada keluarga yang sedang menangisi anaknya yang hilang tanpa kejelasan dan keadilan.

"Gue benci Sunghoon. Apapun caranya, gue akan bikin orang itu masuk penjara." Doyoung menekan ucapannya, seolah sudah final keputusan yang ada di otaknya.

Rasa sakit kehilangan kakak mampu menyulut dendam yang menyala entah sampai kapan. Doyoung bisa saja membuat dua generasi dari keluarga Sunghoon mati ditangannya, tapi Doyoung tau hukum, dia tak diajarkan mendahului takdir oleh kedua orangtuanya.

"Padahal lo bisa bunuh Sunghoon, Doy. Kenapa gak lo lakuin aja?"

"Lo pikir, rasa sakit hati gue sama Kak Mingyu bisa hilang kalau Sunghoon sama kakaknya mati ditangan gue? Enak aja. Hati gue berdarah kalo lo tau! Gue pengen mereka ngakuin kesalahan, di hukum sesuai undang-undang yang berlaku. Dicela sama orang banyak. Meringkuk kedinginan dijeruji besi. Kelaparan. Kesakitan. Baru gue puas."

"Berlebihan."

Sunoo lantas menutup mulut sambil merutuki dirinya sendiri.

"Sunoo bener. Gue berlebihan. Tapi manusia harus dikasih pelajaran biar kapok. Biar mikir juga."

Jaehyuk memotong pembicaraan mereka. "Kita satu sekolah sama Sunghoon, dia gak ada kasus apa-apa selama masa sekolah. Gue bingung harus cari kesalahan Sunghoon sampe mana lagi."

"Manipulatif." Suara tawa memecah panasnya kota siang ini. Doyoung pelakunya.

"Ketawa lo Doy. Nakutin."

"Selesai makan. Kalian pulang. Inget yang gue bilang tadi. Selebihnya serahin ke kita berempat. Oke?"

Jisung menimbang-nimbang dan akhirnya ikut menurut. Kalau ada hal yang mengganjal, dia akan membicarakan itu semua pada Yedam dan Sunoo dirumah. Karena entah kenapa, kedua temannya itu selalu menurut apa yang Doyoung katakan. Seperti terhipnotis. Jisung bahkan bingung, kepintaran Sunoo lenyap kemana? Dia bahkan hanya mengangguk-angguk saja. Yedam juga, tidak ada pemberontakan pada dirinya, padahal dialah orang yang selalu berbeda pandangan dengan orang lain.

10080 [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang