06. pensi

81 38 2
                                    

Acara pentas seni sekolah akhirnya digelar juga. Tidak ada persiapan lebih dari Baekseung dan Jungwon yang akan berpura-pura sebagai siswa asli sekolah para korban penembakan tersebut. Lagipula, murid keseluruhannya bisa ditotal lebih dari 1.500 dan persentase ketahuan tergolong kecil. Masa iya anak MPK hafal wajah orang sebanyak itu.

Awalnya, Baekseung memberi saran kalau mereka berdua harus masuk saat sekolah tidak terlalu ramai, tapi Jungwon menolak keras saran Baekseung. Katanya, lebih baik datang pada saat murid-murid bergerombol masuk dan biasanya sekitar jam tujuh sampai setengah delapan pagi.

Bukan Jungwon namanya jika tidak kekeuh, Baekseung menurut dengan datang ke minimarket, tempat Jungwon menunggu.

"Sekarang?" Baekseung bertanya kepada Jungwon yang terlihat serius memperhatikan jalan raya. Saat segerombolan anak dengan almamater sekolah para korban terlihat oleh matanya, Jungwon mengangguk tanda mereka harus berangkat sekarang.

"Ikutin mereka, kita harus parkir di parkiran dua, parkiran yang letaknya agak jauh dari bangunan."

Sesaat Baekseung berpikir, bagaimana Jungwon bisa tahu letak parkiran yang aman untuk mereka berdua.

Perjalanan menuju sekolah pun tidak terlalu lama, mereka kini tengah berbaris rapi untuk pemeriksaan tiket masuk.

"Kenapa almamaternya gak dipakai, Kak?" Kata salah satu anggota MPK penuh selidik, tatapannya mengintimidasi.

"Kotor, kehujanan kemarin."

"Kemarin gak hujan."

"Banyak tanya banget, kasian yang dibelakang ngantri lama. Sepenting apa sih acaranya sampe ada pemeriksaan tiket kayak gini." Jungwon naik pitam, dia tipikal orang yang risih jika ditanya terlalu detail. Anak-anak MPK yang berjaga juga sepertinya anak kelas sepuluh yang notabennya lebih muda. Jadi, Jungwon sedikit punya hak untuk protes.

"Pemeriksaan seperti ini sudah ada dari tahun-tahun sebelumnya."

Setelah itu, seorang laki-laki menghampiri, sedikit melirik Baekseung sambil berkata, "Kak, rambutnya nanti dirapihin, bakal ada razia. Silakan masuk, Kak."

Baekseung jelas setengah bahagia, setengah ketakutan. Bagaimana kalau benar ada razia? Yang merazia pasti guru BK dan guru BK adalah guru yang sudah pasti mengenal murid-muridnya.

"Jangan dipikirin, gue bisa ngatasin ini semua." Kata-kata dari Jungwon barusan agaknya membuat Baekseung sedikit lebih tenang.

Mereka berdua lantas berjalan, bukan ke lapangan yang sudah ramai penonton, tapi terus lurus melewati beberapa kelas kosong.

Mereka berniat untuk ke kantin, biasanya, di sana tempat berkumpulnya anak laki-laki yang mempunyai banyak informasi. Karena niat awal Baekseung dan Jungwon adalah untuk mengintrogasi, syukur-syukur kalau mereka berdua panen Informasi hari ini.

"Ke sana aja ga sih kita?" tanya Baekseung.

"Permisi," Jungwon tersenyum ramah. Dia duduk disamping salah satu laki-laki yang sedang duduk sambil makan gorengan.

"Gue belum pernah liat lo," kata pemuda tersebut.

"Kita berdua anak kelas sepuluh."

"Masa iya? Tampang kalian kayak udah bangkotan, ah."

"Enak aja!"

"Ngapain ke sini?" Kali ini anak laki-laki agak gempal yang bertanya. Baekseung berlagak merapikan baju supaya tidak dicurigai.

"Kita berdua kan anak kelas sepuluh yang minim informasi, boleh ceritain ga siswa-siswa yang meninggal ditebak itu dulunya kayak apa?" Katanya. Baekseung menunggu jawaban dengan penuh antusias.

"Dulu gue satu kelas sama Jaehyuk, dia orangnya agak tertutup. Tapi, pas Sunoo, Yedam sama Jisung sekolah lagi padahal mereka udah dirumorin meninggal, tiba-tiba Jaehyuk agak aneh. Dia jadi sering keluar kelas, biasanya mah jarang keluar, paling cuma liatin orang-orang dari lantai dua."

"Terus-terus?"

"Gak lama, ada dua anak baru, Jaehyuk nempel melulu sama anak baru itu, Sungchan juga ikutan. Dan mereka berempat deket sama Sunoo, Yedam, Jisung."

"Owh, jadi mereka bertujuh bukan temenan dari lama."

"Menurut kita-kita nih ya, murid baru itu punya motif tersendiri kenapa gabung sama Sunoo dkk."

"Menurut lo, ada yang aneh ga sama mereka?"

"Ada."

Jungwon dan Baekseung saling bertukar kontak mata. Mereka benar-benar panen Informasi.

"Kalian pasti udah liat berita satu keluarga yang kena kasus pembunuhan, salah satu pelakunya pernah sekolah di sini tapi dia berhenti tanpa sebab yang jelas. Beberapa hari setelah para pelaku diadili, berita kematian tujuh orang yang kalian tanyain muncul dipermukaan."

Walau kebenarannya belum pasti, Baekseung senang kalau ada yang sepemikiran dengannya. Dua kasus yang tersebut pasti ada sangkut pautnya. Jika rumor itu benar, motifnya pasti pembalasan dendam.

Yang harus mereka berdua cari adalah bagaimana masa lalu Sunghoon dan masa lalu Doyoung.

Bisa jadi mereka punya suatu ikatan. Atau bisa saja sesuatu terjadi sebelumnya, atau masa lalu menuntut mereka untuk saling mengalahkan.

"Kita balik, Bang! Makasih buat infonya." Jungwon lalu menarik paksa lengan Baekseung dan berjalan ke arah parkiran. Sepanjang perjalanan, Baekseung terus berontak.

"Kenapa, sih?"

"Ada razia, mata sama pendengaran gue masih berfungsi dengan sangat sangat sangat baik."

Deru nafas Baekseung bahkan terdengar, dia terengah-engah. "Infonya belum cukup."

"Jangan terpaku sama omongan mereka, belum tentu bener, kan?"

"Tapi menurut gue apa yang mereka omongin itu bener. Gue bakal cari tahu."

"Asal jangan nyusahin." Kalimat itu ditekankan dengan wajah Jungwon yang memerah. "Kalau lo nyusahin gue sama temen gue dan bikin kita kesusahan, nyawa lo ga aman."

"Kok jadi lo yang ngancem?"

"Suka-suka gue dong. Kenapa? Ga seneng lo gue gituin?"

Sejenak Baekseung terkekeh. "Harusnya gue ajak Gaku, lo ga asik."

"Gue bongkar penyamaran kita, baru tau rasa lo dihajar satu sekolah."

"Si bangsat."

Jungwon melaju lebih dulu, meninggalkan Baekseung sendirian diparkiran. Mau tak mau dia harus menyusul temannya, takut kalau Jungwon benar-benar mengadukan pada penjaga di depan.

























+×+

Kalian ga bosen kata maaf kan? Maaf lagi karena telat update, semoga suka sama part ini ya!

Kalau idenya lancar, aku update lagi!
Tungguin pokoknya!

10080 [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang