21. sandera

118 42 2
                                    

Tengah malam, tidur Doyoung terganggu karena teriakan dari Jay. Anak itu memberontak kuat sampai suara gaduh membuat yang lain terbangun juga. Segala teriakan dan makian semakin membuat Doyoung geram, malam-malam mengganggu orang istirahat saja. Padahal dia pikir, Jay sudah tertidur karena efek dari jatuhnya dia beberapa jam alu.

Tanpa pikir panjang, Doyoung menghampiri si pembuat onar. Langkahnya lebar, sambil sesekali melirik kamar temannya yang lain. Satu jam lalu, Doyoung berpesan kalau mereka berenam tidak ada yang boleh keluar tanpa perintah darinya.

Doyoung dengan cepat membuka pintu kamar penyekapan Jay. Pusing mendengar anak itu terus mengucapkan kata-kata kotor.

"Mulut lo mau gue jahit?" 

Bising tadi lenyap, sorot penuh benci terpancar dari manik legam Jay, wajahnya sampai merah padam. "Lo Doyoung?" Jay tertawa sumbang, kepalanya sampai terhuyung ke belakang.

"Jatoh gue ketawain." Kata Doyoung sambil menatap sanderanya miris. Jay seperti orang gila sekarang.

"Masih bocil," spontan kalimat tadi terlontar beriringan dengan usainya tawa Jay tadi.

"Kasian kalah sama bocil."

"Kata siapa kalah?"

"Buktinya gak bisa lepas, kan?" Sekarang Doyoung lah yang tertawa. Dia lantas mendekat, tangannya menggenggam erat rambut Jay sampai si pemilik meringis. "Gak bisa, kan? Jadi, yang bocil di sini siapa, hem?"

Doyoung lalu berlutut, sambil terus menatap benci oknum di depannya. "Penghalang harus disingkirkan."

"Gue?"

"Perlu nanya lagi?"

"Asal lo tau, gue selalu ngelindungin lo dari jauh."

Doyoung malah terkekeh. "Terima kasih. Tapi gak perlu dan gue gak percaya."

"Mau bukti?"

"Silahkan, mumpung gue belum ngantuk."

"Sunghoon tau lo dan tiga teman lo ngajak Yedam, Jisung sama Sunoo buat bales dendam. Dia minta gue habisi lo dan temen-temen sialan lo itu. Tapi gue selalu nunda perintah dari Sunghoon."

Doyoung berpikir sejenak, ada ide yang membuatnya tersenyum puas. Menangkap seorang Jay tidak terlalu buruk nampaknya.

Seperti anak muda pada umumnya, Jay juga punya sisi labil, sesetia apapun dia pada tuannya, Jay masih bisa berkhianat juga.

"Mau bikin perjanjian?"

Ada rasa tak percaya dari diri Jay. Terlebih yang menawarkan adalah orang yang dia pikir masih bocah. Wajah Doyoung pun terlihat tidak meyakinkan.

Hening memberi jeda, si penawar memberi Jay beberapa waktu untuk berpikir, lagi pula, dengan Jay menolak ajakannya, itu tidak terlalu mempengaruhi rencana. Seperti kata Jisung, Doyoung dan kawan-kawannya selalu punya rencana yang tidak terpikirkan orang lain.

"Kalau lo terima penawaran gue, nyawa lo aman. Kalau enggak, ya masih aman sih."

"Gak jelas."

"Mau gak? Kalau gak mau gue pisahin kepala dari leher lo. Sama kayak kelinci yang lo bunuh waktu itu."

Jay menelan lidahnya sendiri karena ancaman Doyoung bukan hanya ucapan semata.

"Apa yang gue dapet kalau gue terima tawaran dari lo?"

"Maunya?"

"Lo ada di pihak gue kalau sewaktu-waktu keluarga Sunghoon marah besar. Dan gue gak akan dipenjara."

"Santai, keluarga Sunghoon gak ada apa-apanya sama keluarga gue."

"Sebesar apa keluarga lo?"

"Lima belas anak dua, puluh lima cucu. Besar kan?"

"Gila. Gak jadi gabung gue. Terserah lo mau bunuh gue atau enggak."

"Becanda. Deal?"

Jay jelas berdecak, tangannya saja dililit tali. "Lepas dulu iketan tangan gue."

"Lepas gak yaaa..." Ada tawa diakhir kalimatnya, Doyoung sedikit senang karena rencananya akan seperti yang dia bayangkan. Jay sudah tunduk dalam perintahnya sekarang.

"Kalau lo berkhianat, gue bakal—" kalimat itu terpotong oleh perkataan Doyoung.

"Lo bebas mau balas dendam kayak apa," ujarnya. Yang Doyoung pikirkan hanya bagaimana cara menjebloskan Sunghoon dan keluarganya ke dalam penjara. Setelah itu, dendamnya akan terobati dan hidupnya akan tenang. Beberapa tahun belakangan tidur Doyoung sering tak tenang, bayang kakaknya selalu menghantui.

Rasa benci pada keluarga Jeonghan mampu membakar segala amarah, terlebih saat adik dari Jeonghan melakukan hal yang sama sampai menimbulkan korban jiwa lagi. Dia benci pertumpahan darah, manusia serakah seperti keluarga Sunghoon harus diberi pelajaran, mereka harus bertaubat sebelum ajal mereka sendirilah yang menjemput.

Kalau mau, mereka yang jahatnya bukan main sudah Doyoung kirim lebih dulu pada Tuhan. Tapi dia tak mau mendahului takdir, itu bukan tugasnya.

"Gue bisikin gimana rencananya. Rencana ini cuma kita berdua yang tahu."

Setelah itu, Doyoung memberi tahu bagaimana rencananya dan apa yang harus Jay lakukan.

"Lo bakal ngerusak kepercayaan dari temen-temen lo, Doyoung."

Doyoung tak mau ambil pusing, dia terlalu mengantuk untuk menanggapi omong kosong dari Jay. "Gue tidur dulu, lo juga harus istirahat, nanti Tuan lo curiga." Kemudian, pintu itu tertutup kencang.

"Manusia zaman sekarang licik-licik ternyata." Jay bahkan menyindir dirinya sendiri.




+×+

Malam gesss
Seperti janji kalau aku bakalan update cepet
Makasih yaa udah mau nunggu
tencuuusm<33

10080 [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang