02. lima serangkai

117 39 4
                                    

Berita penembakan oleh orang misterius yang menewaskan tujuh remaja menjadi topik utama. Beberapa stasiun TV tidak habis membicarakan hal yang sama sejak berita itu naik ke permukaan. Berbagai sosial media pun dipenuhi dengan berita penembakan tersebut, banyak sekali asumsi masyarakat dari yang bilang kalau penembakan itu dilatarbelakangi oleh balas dendam atau hal yang lain.

Terlebih saat melihat ada nama Kim Doyoung didaftar korban. Keluarga Kim bukan keluarga sembarangan. Orang bilang kalau ada seseorang yang tidak suka atas kesuksesan keluarga Kim, oleh karenya 'dia' mengincar Doyoung, anak Tuan Kim yang masih tersisa.

Karena berita itu tak kunjung menemukan titik terang, seorang murid sekolah menengah atas mencoba menguji kepintarannya dalam mengungkapkan kejahatan.

Awalnya Baekseung hanya yang penasaran, terlebih dia mewanti-wanti kalau keluarga Kim akan memberikan uang dalam jumlah yang banyak kalau dia berhasil menemukan siapa pelakunya dan apa motifnya.

Dia mengajak beberapa murid yang lain, tapi tolakan yang dia dapati. Ada yang menganggap kalau Baekseung itu gila, kurang kerjaan dan lain sebagainya. Padahal dia mengajak secara baik-baik, kenapa orang-orang itu sarkas sekali?

Hanya harapan terakhir yang dia punya sekarang, mengajak murid dari kelas 10 IPS yang terkenal akan kenakalannya. Di awal dia sudah gusar, yang dia butuhkan itu orang-orang yang punya kepintaran dalam berpikir, bukan orang-orang urakan yang suka membolos atau membuat onar di kantin saat istirahat.

"Ada waktu luang gak?" Baekseung mengajak bicara remaja dengan lesung pipi. Remaja didepannya menatap aneh sambil menyunggingkan bibir sebelah kanan.

"Gak ada. Kalau mau bayar." Katanya. Dia hanya bercanda tapi terkesan serius. Ditambah atensi yang tak kunjung mengajak damai itu. Lantas, Baekseung terkekeh guna mencairkan suasana.

"Kenapa ketawa?"

"Biar gak kaku."

"Gaku! Oy! Lo dipanggil sama dia!"

Baekseung tertunjuk seperti oknum yang maling ayam lalu diserbu warga sekampung. Kali ini bukan warga kampung yang berdatangan, melainkan tiga teman dari Jungwon, remaja yang tadi diajak bicara oleh Baekseung.

"Apa?"

"Enggak. Yang manggil lo siapa?"

"Loh?"

"Apa loh-loh? Orang gue bilang kaku bukan Gaku. Kuping temen lo gak pernah dibersihin kayaknya."

Jungwon malah kegirangan. Dia tak kenal siapa itu Baekseung yang kini SKSD (sok kenal sok deket) dan dia juga males membuang banyak kata untuk mengobrol dengan Baekseung yang tak mau to the point.

"Eh, sini deh!"

Mereka lantas duduk diantara dua meja, Jo terlihat menarik kursi disebelahnya.

"Gue Baekseung dari kelas 12 IPS 1."

"Kelas yang kipasnya ada lima itu?"

"Iya itulah pokoknya. Gue mau ajak kalian main."

"Gak mau kalau cuma dimainin doang mah."

Baekseung kesal juga, remaja dengan name tag Jeongwoo agak menguras emosi. "Kalian tahu berita yang sekarang lagi booming? Penembakan tujuh remaja dipantai?"

Jungwon mengangguk paling awal. "Iya, kenapa? Mau ikutan?"

"Bukan. Kalian mau gak gue ajak buat nyelidikin kasusnya? Nanti gue kasih uang harian deh, itung-itung kerja di gue, mau gak?"

Entah karena sebab apa ide itu muncul, anak-anak SMA adalah para insan yang sangat membutuhkan uang, terlebih jika banyak kerja kelompok atau apapun yang akan menguras isi dompet.

Dengan di iming-imingi uang, Baekseung harap mereka berempat mau menerima ajakan darinya. Untuk menambah teman juga pastinya, walau mereka berempat seperti kurang meyakinkan jika diajak berkawan.

"Bukan mau nolak, tapi ayok." Jo menarik paksa tangan Baekseung dan bersalaman seolah sepakat dengan apa yang Baekseung katakan tadi. Ada rasa senang dihatinya, walau dia tak tau pasti berapa nominal yang akan Baekseung keluarkan untuk persatu orang.

"Gue gak jago," ujar Gaku.

"Kalian itu aslinya pinter-pinter, cuma ketutup urakan aja."

Jo menggeleng tak suka. "Lain kali kalau punya mulut tuh di jaga, gak boleh terlalu jujur."

"Intinya. Deal?"

"Berapa?" Jungwon bertanya, namun pertanyaannya kurang lengkap. Apanya yang berapa coba?

"Hah?"

"Gajih kita berempat berapa perhari?"

Baekseung berpikir sejenak, menimbang-nimbang agar uangnya tidak keluar banyak. Bisa tekor dia. "Cepek deh, tapi bagi rata ya nanti."

"Dikit banget, beli cilok cuma nyangkut di tenggorokan."

"Gapapalah, nambah-nambah isi kantong," sanggah Jeongwoo pada Jo yang tadi protes akan nominal yang disebutkan. Jungwon malah aman-aman saja, tak ikut protes. Lain dengan Gaku yang kini mengeluarkan ponsel untuk menghitung pendapatannya jika dia benar-benar menjalankan misi untuk mengungkap kasus penembakan yang kini menjadi isu paling hangat.

"Sehari dua puluh lima ribu, dikali sebulan bisa beli saham." Katanya sambil membenarkan dasi, seakan siap mejadi agen dadakan.

"Mulai kapan?"

"Gue pikir-pikir, bagusnya hari ini. Habis pulang sekolah, mau?"

Jungwon adalah orang paling banyak tersenyum di sini, entah karena senang dengan ajakan Baekseung, mendapat uang jajan tambahan atau senang karena hal yang lain.

Tapi yang pasti, kelimanya akan berkumpul di parkiran tiga, tempat dimana banyak sekali gedung kelas kosong dan sedikit sepi.

Baekseung pun sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang akan mereka pecahkan bersama. Karena lima lebih baik dari satu. Baekseung bahkan memilih untuk tidak menghadiri kelas tambahan, karena mereka masih kelas sepuluh, agaknya tidak apa-apa jika membolos satu dua kali.

"Gue harap, kalian gak undur diri."

"Tenang. Gue pemimpin dari tiga bebenyit ini. Mereka gak akan mundur." Jungwon berkata sambil mengangkat satu alisnya.

Sumpah demi apapun, Jo ingin menampar wajah sok dari temannya yang bernama Jungwon itu.

Gaku dan Jeongwoo malah bertepuk tangan, sepakat dengan perkataan Jungwon barusan.  Pemimpin kurang gerak, batin Jo.

"Kalau kalian butuh sesuatu, bilang aja, sebisa mungkin gue masabodoin."

"HAHA HA HA." Tawaan itu mandet-mandet, Baekseung malu sendiri karena tadi Gaku tertawa seperti meledek.

"Udah sana masuk ke kelas lo! Ngapain ke sini, panas." Jungwon mengusir remaja dengan baju dikeluarkan dan bentuk rambut yang agak gondrong. Dia tak yakin kalau Baekseung ada di absen kelas IPS 1 yang katanya berisi banyak siswa berprestasi.

Tapi balik lagi, jangan menilai buku dari sampulnya. Bisa saja Baekseung pintar tapi tidak terlalu memperhatikan penampilan.

"Intinya, gue tunggu di kelas kosong paling ujung deket pohon jambu."

"Gue sampe lupa kalau sekolahan kita punya pohon jambu."

Obrolan mereka terpotong oleh bel masuk. Baekseung pamit dan yang lain segera membenarkan kembali kursinya yang tadi mereka pakai.

Ada rasa lega dihati Baekseung karena niatnya untuk mengungkapkan kasus yang sulit diselidiki oleh pihak berwajib bisa terealisasikan. Dia akan merasa bangga jika dia dan teman barunya mampu menemukan siapa pelakunya. Namun yang harus kalian tahu, Baekseung melakukan itu murni karena rasa penasaran. Bukan ingin mendapatkan ratusan juta rupiah dari keluarga Kim. Yang tadi cuma formalitas saja.

"Kalian pasti nyesel udah anggap gue gila." Batin Baekseung sambil berjalan di koridor menuju kelas.



+×+

Sejauh ini, ada hal yang mencurigakan?
Aku kasih clue!
Petunjuknya; ada teori yang aku simpen di dialog!

Lopyu ol! Kalian support system aku, jangan tanya aku sebahagia apa, intinya SENENG POLLL

10080 [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang