Chapter 19 : Burung Di Sangkar (05)

1K 145 27
                                    

"... Jadi sekarang aku akan bertanya padamu. Apa yang ingin kau lakukan sekarang?"

"... Aku... Tidak tahu... Apa aku diizinkan untuk melakukan sesuatu?"

Alis laki-laki itu tertaut, bingung. "Apa kau tidak mendengarkanku? Tidak ada lagi orang yang akan menyiksamu. Kau bebas untuk melakukan apapun."

Seperti mimpi.

Laki-laki itu tidak berbohong padanya.

Tidak seperti orang-orang yang dijumpainya selama ini.

Laki-laki itu dengan tulus bertanya padanya. Hal yang ingin ia lakukan...

Wajahnya menunduk. Lalu perempuan itu kembali mengangkatnya. Anehnya, tatapan suram miliknya diganti dengan tatapan seseorang yang memandang jauh ke depan.

Seolah ia telah memutuskannya sejak lama.

Bibirnya bergetar, menarik sudutnya, dia tersenyum cerah.

Laki-laki itu tertegun sejenak.

Sesuai yang ia duga, perempuan itu cantik saat tersenyum. Meski wajah serta tubuhnya masih berbalut perban, laki-laki itu dengan serius mengakui, ia cantik.

Dia terkekeh geli.

"Apa kau sudah memutuskannya?"

Atas pertanyaannya, perempuan itu mengangguk antusias.

"Aku ingin tinggal!"

"??? Kau sudah tinggal di bukan?"

Kepalanya menggeleng cepat. Jari kurusnya menunjuk tepat ke arah laki-laki itu. "Kamu. Aku ingin tinggal di tempatmu."

"Aku?" tanyanya, menunjuk dirinya sendiri.

Perempuan itu tidak tahu alasannya. Sebuah suara mengatakan padanya untuk tinggal bersama laki-laki yang baru di kenal olehnya.

Jika dia melakukannya, dia akan aman.

Dan hal yang dibutuhkan olehnya adalah, perasaan aman.

"Pfft...!! Hahaha...!!! Begitu, kau ingin tinggal bersamaku? Hahaha...!!!"

Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak, dia bahkan memeluk perutnya seolah ia merasa sakit.

Wajah perempuan itu seketika memerah, merasa jika ia sedang diolok. Namun...

Entah mengapa, dia tidak keberatan. Perasaan itu sangat nyaman.

***

"Uhuk! Hm, oke. Sesuai keinginanmu, aku akan membiarkanmu tinggal bersamaku. Tapi..."

"...??"

"Perempuan, pertama-tama, bisakah aku mengetahui namamu?"

"Nama?"

"Kau tidak tahu? Nama? Panggilan seseorang yang diberikan oleh orang tua ketika kau lahi—lupakan. Jika kau tidak punya, tidak masalah."

"Jika itu panggilan, aku punya!" pipinya menggembung, merasa di tuduh.

Mata laki-laki itu menyipit menjadi bulan sabit, "O~h benarkah? Bisakah aku mendengarnya~?"

'Laki-laki ini... Dia mempermainkanku!'

"Saint."

"...."

"...."

"... Apa...?"

"Saint. Mereka memanggilku seperti itu sejak aku lahir."

"Apa itu sebuah nama? Lebih terdengar seperti ejekan bagiku."

The dark past with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang