Chapter 33 : Kau adalah seorang Henituse

781 113 10
                                    

Henituse.

Itu hanya satu nama.

Kekayaan, kehormatan dan...

Cinta?

Seluruh tubuhnya mendidih. Panas yang mengaburkan kesadarannya.

Langit kembali memuntahkan sebuah bulan yang terlihat seolah-olah sedang melecehkannya.

Tidak hanya itu, seluruh tubuhnya terasa seperti ia di cambuk begitu banyak.

'Apa guru...?'

Tidak. Cambukannya hanya pada batas paha dan betisnya.

Lalu...

Oh, benar.

Ia akhirnya melakukannya.

Cale mengabaikan rasa sakit di tubuhnya, tergesa-gesa menarik selimut yang menutupi tubuhnya.

Ia bahkan tidak melihat banyaknya perban melilit tubuhnya dan kembali berdarah karena tindakannya. Tatapannya fokus pada kedua pergelangan kakinya.

Haha...

Seketika, ekspresi wajahnya terpelintir.

Tawa kebahagiaan datang dari anak kecil yang terlihat begitu rapuh.

Tanpa suara...

Tawa dengan ekspresi ekstrim yang sangat tidak cocok di wajah anak laki-laki, bergema dalam waktu yang cukup lama.

'Bebas...'

'Aku akhirnya bebas...!'

Rantai sialan yang mengikat kedua kakinya sekarang sudah terlepas.

Entah sejak kapan itu terpasang di kakinya, satu hal yang ia yakini, tak seorang pun yang dapat melihat rantai di kakinya.

Tapi sekarang itu tidak ada lagi.

Tidak ada...yang merenggut kebebasannya lagi.

Setelah sekian lama, dia menurunkan kelopak matanya, dan senyum mengejek muncul di bawah matanya.

"Kakak...."

Senyumnya seketika membeku.

Cale menoleh ke arah pintu kamarnya, dan melihat seorang anak kecil berambut coklat sedang melihatnya dengan tatapan kaget dan syukur.

'Dia melihatnya...?'

Tangan berbalut perban tanpa sadar menyentuh permukaan wajahnya.

"Tuan muda, anda harus menyembunyikan ekspresi dengan baik~ dengan begitu, anda akan lebih terlihat seperti manusia..."

Sial, dia begitu senang setelah mendapatkan kebebasan yang ia cari, sehingga melupakan karakter bangsawan penurutnya yang biasa.

'Sebagai pewaris Henituse aku tidak boleh terlalu gegabah....'

Tunggu.

'Henituse?'

Cale buru-buru memasang kembali senyum 'kakak perhatian' pada adiknya itu. "Kemarilah."

Basen bergegas menghampiri tempat tidurnya. Tatapannya berkaca-kaca, entah berapa kali ia mengulangi memeriksa keadaan kakak laki-lakinya, sebelum akhirnya mendesah lega.

"A-apa kakak perlu dokter?"

Basen hanya pernah terluka sedikit goresan dan demam, melihat perban yang menutupi seluruh tubuh kakaknya, ia tak berani membayangkan seberapa banyak rasa sakitnya.

Kedua tangannya yang dingin, bergetar halus. Matanya yang berkaca-kaca tampak akan menjatuhkan butiran permata pada detik berikutnya, tapi ia berhasil menahannya.

The dark past with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang