Setengah hati Jasmine mengemasi pakaiannya ke dalam tas untuk perjalanan bisnis besok. Ini pertama kalinya Jasmine bekerja di luar kota sejak magang di perusahaan ini, tetapi karena jadwal yang tidak tepat, dia tidak menantikan hari esok. Sejak siang tadi, Jasmine memikirkan cara menghadapi Kevin. Jasmine enggan berinteraksi dengan pria itu tapi kegiatannya besok tidak memungkinkannya bisa menghindari Kevin.
Ting... tong...
Di tengah-tengah melipat pakaiannya, Jasmine mendnegar seseorang membunyikan bel apartemennya. Pikiran buruk Jasmine sudah curiga bahwa Kevin-lah yang membunyikan bel unit. Terpaksa dia bangkit dari lantai untuk melakukan cross check lebih lanjut mengenai tamu yang berkunjung ke unitnya.
"Kan, Mas Kevin!" rutuk Jasmine.
Di interkom, Jasmine bisa melihat Kevin berdiri gelisah di depan pintu. Kevin tampak menekan bel kembali, sehingga Jasmine dilema apakah harus membuka pintu atau tidak.
Sejujurnya, Jasmine sangat keras hati untuk bertemu Kevin. Namun, khawatir atasannya ingin membicarakan hal penting terkait pekerjaan, Jasmine mengalah dan akhirnya membukakan pintu untuk pria itu.
"Ada apa, Mas?"
Kegelisahan Kevin tergantikan dengan sensasi kupu-kupu menggelitik saat pintu apartemen Jasmine terbuka. Akhirnya, setelah beberapa hari tidak bisa bertatap muka dengan Jasmine, gadis itu mau menemuinya. Bibir Kevin pun membentuk lengkungan ke atas. Ia mengucapkan selamat malam pada Jasmine, sebelum masuk ke inti pembicaraan.
"Malam, Jasmine!" sapa Kevin.
"Kenapa, Mas? Ada informasi yang haru saya tahu sebelum besok berangkat?" tanya Jasmine to the point tanpa membalas sapaan pria itu.
"O-oh...." Kevin terkesiap dengan pertanyaan Jasmine yang ketus. Namun, ia kembali melanjutkan ucapannya, "saya mau ngasih tau kalo besok kita berangkat dari jam 7."
"Kenapa gak ngasih tau lewat telpon aja?" tanya Jasmine yang merasa informasi Kevin tidak begitu penting karena jadwalnya sudah tertera di daftar perjalanan bisnis yang dia rancang bersama Rachel.
"Kan kamu yang gamau angkat telpon saya," balas Kevin.
Kali ini Jasmine terdiam. Benar, sih, pikirnya. Dia yang tidak mau mengangkat panggilan dan membalas pesan Kevin sejak Sabtu lalu. Jadi, bagaimana Kevin bisa memberitahunya tentang ini melalui telepon?
"Cuma mau ngasih tau itu aja, kan? Saya masih harus beres-beres buat besok jadi saya harus masuk lagi ke dalam," ucap Jasmine yang mencoba mengusir Kevin secara halus.
"Hm, kamu sudah dinner, Jasmine?"
Bukannya Kevin tidak peka bahwa Jasmine tidak ingin diganggu, tapi dia masih ingin berbicara face to face dengan Jasmine. Maka dari itu Kevin mencoba mencari topik pembicaraan agar bisa melihat wajah Jasmine lebih lama lagi.
"Sudah," jawab Jasmine singkat.
"Ah, I see. Kamu mau kopi? Saya rencananya mau beli kopi di bawah," ucap Kevin lagi.
"Saya harus tidur cepat, jadi gak mau minum kafein malam ini," tolak Jasmine lagi.
"Ah, benar juga, sih. Ya udah kalo gitu good night, Jasmine."
"Good night!"
Brag!
Setelah pintu tertutup rapat, Kevin menyesali perlakuan Jasmine terhadapnya. Jasmine tak memberinya belas asih, yang melukai harga diri Kevin. Entah kapan dia diberi kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati. Kevin ingin menjernihkan kesalahpahaman yang didengar Jasmine hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU TURN ME ON
Lãng mạn"Menurut saya, love is love. Saya ga peduli mau kamu perempuan atau laki-laki, yang terpenting sekarang I am in love with you. Apa saya salah?" Lika-liku kehidupan Jasmine di Jakarta tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Jasmine yang mengira hanya a...