𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟒

3.6K 250 32
                                    

Hari kedua kerja, Jasmine masih semangat untuk berangkat pagi dan tiba di kantor lebih awal. Berhubung dia sampai di kantor jam 7 pagi, belum banyak orang yang tiba di kantor—karena jam kerja dimulai pukul setengah delapan. Karena dia masih punya waktu untuk sarapan, Jasmine mengeluarkan sekotak bubur yang dia beli di depan kantor untuk memakannya di ruang fotokopi. Kemarin dia melihat beberapa orang mencuri waktu untuk makan di sana, jadi Jasmine berpikir tidak apa-apa jika dia melakukan hal yang sama di tempat itu. Apalagi letak gedung perkantoran yang strategis dan ruang kerjanya berada di lantai yang cukup tinggi memungkinkan Jasmine menikmati sarapan sambil memandangi Monas yang beberapa kilometer di depannya. Dia juga mengamati kemacetan lalu lintas yang terjadi di ibu kota pada jam sibuk—karena orang akan pergi bekerja dan sekolah. Meskipun semua ini telah diperlihatkan di depan matanya, Jasmine masih tidak percaya bahwa dia memulai babak baru dalam hidupnya.

"Pamer ke Ibu, ah!" celetuk Jasmine yang langsung mengeluarkan ponsel untuk memotret pemandangan dan membagikannya kepada sang ibu.

Click!

Usai mengambil foto tersebut, Jasmine tersenyum tipis dan langsung mengirimkan foto tersebut kepada ibunya melalui WhatsApp. Sambil menunggu jawaban ibunya yang sedang mengetik, tiba-tiba Jasmine mendengar suara pintu terbuka sehingga otomatis gadis itu menoleh ke belakang.

"Good morning, Jasmine! Pagi bener datangnya."

Orang yang baru saja menyapa Jasmine adalah Kevin Sandoro, yang pagi ini juga datang lebih awal. Tidak menyangka manajernya juga datang terlalu pagi, membuat Jasmine kelimpungan karena takut dinilai hanya bersantai di kantor—apalagi sekarang dia makan di ruang fotokopi, bukan pantri.

"Breakfast pake bubur, ya? Tim bubur diaduk atau engga, tuh?" celetuk Kevin lagi.

"Pagi, Pak Kevin!" sapa Jasmine sedikit terlambat karena dia masih terkejut karena kemunculan Kevin.

"Iya, pagi juga. Jawab dong pertanyaan saya tadi!" ucap Kevin.

"Oh, bubur?"

Jasmine menunjukkan bentukan bubur yang dia makan kepada Kevin—yang saat ini sedang berjongkok di lantai mengambil air mineral yang ada di dalam kardus. Ternyata Jasmine mengaduk separuh buburnya dan separuhnya lagi dibiarkan tidak teraduk.

"Half-half?" sebut Kevin.

"Iya, Pak. Kebiasaan dari orang tua saya ga suka kalo saya makan langsung dicampur semua," jawab Jasmine yang sedikit informatif.

Setelah menyebutkan itu, Jasmine sedikit menyesali too much information yang dia berikan. Rasanya itu tidak penting untuk dibahas, tapi tampaknya Kevin tak keberatan.

"Saya juga kenal orang seperti kamu kalau makan bubur setengah-setengah gitu," celetuk Kevin.

"Oh, ya? Siapa Pak ... ah, maaf. Maksud saya, saya jarang dengar orang makan bubur tim setengah-setengah jadi saya penasaran. Hehe," cengir Jasmine.

"Hm, someone I know. Dia suka makan bubur yang rasanya diaduk rata, tapi rewel kalo buburnya jadi kaya muntahan kucing gitu," gumam Kevin sambil memikirkan Brian.

Benar, Brian Vianney. Brian adalah orang yang makan bubur setengah diaduk seperti Jasmine. Dulu saat masih di London, Brian yang sering terserang flu saat pergantian musim kerap meminta Kevin untuk membuatkannya bubur. Namun, setiap kali Brian makan bubur, pasti pria itu mengeluh jika rasanya tidak balance karena tidak tercampur. Di sisi lain, dia juga tidak mau makan bubur itu jika visualisasi buburnya seperti muntah kucing—saat dicampur rata.

"Pak, saya lagi makan kok ngomongin muntah kucing," gumam Jasmine yang mendadak tidak selera makan lagi karena Kevin.

"Eh, maaf, ini!"

YOU TURN ME ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang