"Last week, nih."
Di meja makan, keempat orang yang telah menghabiskan waktu bersama selama 6 bulan tertunduk lesu. Mengabaikan makanan yang tersaji di meja, keempat orang yang tak lain adalah Jasmine, Azura, Jonathan, dan Rachel sama-sama tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Pasalnya, Kamis ini ada penilaian kinerja yang akan menentukan masa depan mereka di perusahaan ini.
Bagi Rachel, karena dia sudah menjadi karyawan tetap di sini, dia masih memiliki kesempatan untuk bertemu dua dari empat juniornya. Lain cerita dengan orang-orang yang akan dinilai karena beberapa dari mereka segera disingkirkan karena gagal berkompetisi. Meskipun mereka berempat benar-benar telah melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya, sulit untuk menebak siapa yang akan tersingkir dalam persaingan pekerjaan ini.
"Dibawa santai aja, jangan pada cemberut."
Tiba-tiba Marhen datang dan duduk di bangku kosong yang ada di sebelah Rachel. Marhen duduk di sebelah gadis itu dan langsung mencomot tempe goreng di piring Rachel dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rachel memang belum menyentuh nasi ayam bakar yang dipesannya, tapi bukan berarti dia tidak mau memakannya.
"Tempe gue!" teriak Rachel histeris.
"Iya, tau, itu tempe, bukan tahu," jawab Marhen dengan santai seolah-olah dia tidak memiliki dosa.
Rachel menggerutu, "Nyebelin banget!"
Marhen tidak mengindahkan kekesalan Rachel barusan. Dia sekarang melihat anak magang di depannya sambil memberikan semangat kepada mereka.
"Tenang aja, apapun hasilnya kalian udah kerja keras, kok! Kalo gak bisa ketemu di kantor lagi 'kan bisa hangout bareng di luar," celetuk Marhen.
Namun, ketika mata Marhen bertemu dengan Jasmine yang diingatnya berasal dari Jambi, dia kehilangan kata-kata karena bingung bagaimana harus bercakap. Dia lupa bahwa salah satu dari empat pekerja magang ini berasal dari luar pulau.
"Udah nyiapin Plan B semua, ga?" tanya Marhen lagi.
Semuanya menganggukkan kepala karena sudah memikirkan rencana cadangan jika tidak mendapatkan tanda tangan kontrak sebagai karyawan tetap di PT. Dear Indonesia, termasuk Shania Jasmine.
"Good luck kalo gitu!"
・❥・
Di depan komputer kerjanya, Jasmine mengedit video mingguan untuk Youtube Mon Cherie seperti biasa. Kali ini, entah kenapa Jasmine merasa berat dan hampa saat mengedit konten hari Minggu ini. Ada 50 persen kemungkinan dia tidak akan bisa lagi mengedit video mingguan Mon Cheri—yang biasa membuatnya tertekan sebelum hari Jumat. Hal ini membuat perasaan Jasmine campur aduk, antara lega dan kehilangan.
"Kak, lo kalo ga sign kontrak pulang ke Jambi, 'kan?"
Jian yang sedang mengoleskan lip tint di bibirnya bertanya pada Jasmine yang sedang termenung menghadap layar komputer. Berbeda dengan para pesaingnya yang sama-sama khawatir dan merasa tidak enak satu sama lain karena harus bersaing, Jian yang telah menganggap mereka semua saingannya sejak hari pertama yakin bisa lolos. Apalagi, selama 6 bulan terakhir ini, Jian kerap menyabotase pekerjaan rekan-rekannya, meski tidak secara terbuka. Setidaknya itulah yang diharapkan Jian sebagai poin minus untuk mereka bertiga.
"Maybe," jawab Jasmine pelan.
"Lo tenang aja, Kak, kalo lo pulang ke Jambi gue ga bakalan lupa sama lo, kok! Kan gue udah follow Instagram lo juga," cerocos Jian.
Shania Jasmine hanya bisa menghela nafas mendengar kata-kata Jian. Sejujurnya, Jasmine tidak peduli jika Jian mengingatnya atau bahkan melupakannya. Yang penting bagi Jasmine adalah bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Kevin setelah masa magang ini selesai. Hal ini sudah menjadi beban pikirannya sejak awal November. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya agar Kevin sendiri tidak resah dan memikirkan beban yang seharusnya tidak perlu dipikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU TURN ME ON
Romantik"Menurut saya, love is love. Saya ga peduli mau kamu perempuan atau laki-laki, yang terpenting sekarang I am in love with you. Apa saya salah?" Lika-liku kehidupan Jasmine di Jakarta tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Jasmine yang mengira hanya a...