London, 4 tahun yang lalu.
Perubahan cuaca dari musim gugur ke musim dingin di akhir November membuat Kevin merasa jenuh belakangan ini. Kevin sepertinya sedang mengalami seasonal depression—ditambah lagi ia kelelahan karena sibuk menyelesaikan persyaratan kelulusan. Malam ini, Kevin yang suntuk memilih untuk hangout bersama sahabatnya agar bisa refreshing sejenak. Sayangnya, dari dua orang yang diundang Kevin untuk datang ke bar yang sering ia datangi, hanya satu temannya yang bersedia hadir.
Tak lain dari sahabat yang dimaksud adalah Brian Vianney. Siapa lagi teman-teman Kevin di London kalau bukan Brian dan Bella yang sudah dikenalnya beberapa tahun terakhir ini. Sejak menyelesaikan gelar sarjananya, Kevin tidak memiliki banyak teman Indonesia karena teman-temannya—yang sebenarnya lebih tua—telah kembali ke Indonesia setelah pendidikan di Saïd Business School. Untungnya, Kevin yang sedang menyelesaikan gelar masternya bisa mengenal dua orang asal Indonesia melalui internet. Mereka seumuran, tetapi Brian dan Bella masih menempuh studi sarjana, sedangkan Kevin sedang menempuh semester akhir gelar masternya di London Business School.
・❥・
"Hey, Vin!"
Kevin yang duduk sendirian di kursi bar menoleh saat seseorang menyapanya. Tanpa ada keraguan, orang yang baru saja datang itu langsung duduk di sebelah Kevin bahkan menepuk pelan pundak sang sahabat. Kesendirian Kevin pun berakhir karena pada akhirnya ada Brian yang menemaninya di tempat ini.
"Sorry, Bri, gue ganggu lo malam-malam gini," sesal Kevin karena mengganggu waktu istirahat Brian.
"Easy, Mate!" balas Brian yang tak keberatan.
Seorang bartender kini menghampiri dua pemuda asal Indonesia ini. Brian meminta pesanan khusus dari bartender sementara Kevin yang sudah menikmati wine-nya menyeruput minumannya. Setelah Brian selesai berbicara dengan bartender, ia pun memusatkan perhatiannya pada Kevin yang jelas terlihat lelah dari raut wajahnya.
"Lo kenapa? Stres karena tesis?" tanya Brian mencoba berempati dengan pemuda itu.
Kevin pun menganggukkan kepalanya. Dia memang sedikit stres, tetapi hal itu masih bisa diatasinya.
"Ya, biasalah. Pusing gue gak kelar kelar padahal deadline bentar lagi," keluhnya.
"Lo tenang aja, gue yakin bisa beres tepat waktu, kok. Lo kan jenius!" puji Brian.
Tidak dapat dipungkiri, Kevin Sandoro suka ketika orang lain memuji kecerdasannya. Namun, hal itu menjadi beban tersendiri untuknya. Bukan hanya Brian yang berekspetasi tinggi bahwa dia bisa menyelesaikan tesisnya tepat waktu, sang profesor juga membuat beban di pundak Kevin bertambah karena Kevin mengalami sedikit kendala dalam penelitiannya.
"Eh, iya, Bella kenapa ga bisa datang?" tanya Kevin.
"Bella? Ah ... Gatau, sih," jawab pemuda itu canggung.
Sebenarnya Brian tahu persis alasan mengapa Bella menolak ajakan Kevin untuk hangout. Saat mendapatkan pesan dari Kevin untuk datang ke sini, Bella dan Brian sedang makan malam bersama. Secara spontan Bella membuat rencana gila agar malam ini dapat Brian gunakan untuk berduaan dengan Kevin. Rencana gila yang dimaksud ialah agar Brian malam ini mengungkapkan isi hatinya yang terpendam kepada Kevin Sandoro.
Ya, selama ini Brian Vianney diam-diam memendam perasaan terhadap Kevin. Sejak pertama kali mereka bertemu, Brian sudah tertarik pada Kevin dan merasa nyaman berada di dekatnya. Perasaan ini wajar bagi Brian karena ia selalu menyadari bahwa seksualitasnya adalah homoseksual. Beberapa orang terdekat Brian tahu dia gay—termasuk Bella dari SMA—tapi dia masih menyembunyikan kebenaran dari Kevin. Awalnya karena Brian takut Kevin adalah seorang homofobia yang akan membencinya jika tahu dia menyukai sesama jenis—terutama dirinya. Namun lambat laun setelah mengenal Kevin lebih dalam, Brian mendapati Kevin Sandoro adalah orang yang berpikiran terbuka. Setidaknya Kevin memberikan pandangan yang cukup baik dan terbuka untuk kaum LGBT meskipun dia adalah orang yang straight.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU TURN ME ON
Romance"Menurut saya, love is love. Saya ga peduli mau kamu perempuan atau laki-laki, yang terpenting sekarang I am in love with you. Apa saya salah?" Lika-liku kehidupan Jasmine di Jakarta tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Jasmine yang mengira hanya a...