Sore Tanpa Senja 40

99 6 4
                                    

Berbeda dari anak-anak lain, Senja tidak pernah menyukai hari ulang tahunnya. Sebab baginya, hari ulang tahunnya tak ubahnya hari-hari lain. Ayahnya tetap bersikap masa bodoh, alih-alih mengucapkan selamat dan memberinya hadiah. Bahkan di hari ulang tahunnya yang ke-lima belas, dia dan Ayahnya bertengkar hebat karena pria itu pulang dalam keadaan mabuk.

Beberapa hari belakangan, Senja jadi menyadari kebenciannya pada hari ulang tahunnya mungkin disebabkan karena hari itulah hari-hari buruknya dimulai. Hari itulah Ayahnya menggendongnya keluar dari rumah mewah Mamanya, dan bertahan hidup berdua melawan kerasnya takdirnya.

Beruntung, setelah melewati lima belas tahun amarah pada takdirnya, hari ini di hari ulang tahunnya yang ke-enam belas tahun, Mamanya memberikannya kado ulang tahun pertama yang tidak akan pernah Senja lupakan seumur hidupnya. Mamanya bersedia membawanya pulang ke Ayahhya.

"Cantik," puji Dia. Senja tersenyum sumringah mendengarnya.

"Ayah pasti seneng banget. Aku gak sabar ngasih kejutan ini ke Ayah," ujarnya dengan binar mata bahagia yang tidak bisa dia tutupi.

Gadis itu mematut sekali lagi penampilannya di depan cermin di hotel yang mereka tempati. Dress di bawah lutut berwarna putih tampak serasi dengan kulit putih langsatnya. Rambut sebahunya dibiarkan tergerai dengan jepitan kecil berbentuk bunga.

"Kamu yang ulang tahun, tapi kamu sendiri yang ngasih kejutan," komentar Dia.

Berbalik ke arah Mamanya itu, Senja tersenyum lepas lagi. "Makasih banyak, ya, Ma. Makasih banyak," ucapnya sungguh-sungguh. Tak lagi sungkan memeluk wanita itu erat-erat. "Aku juga sayang sama Mama."

Di dalam pelukannya, Dia mengangguk-angguk. "Mama yang seharusnya berterima kasih karena kamu udah maafin Mama."

Senja melepaskan pelukannya. Tingginya yang hanya sebatas dagu Dia membuatnya terpaksa mendongak. "Aku gak pernah mimpi seindah ini," ujarnya. "Aku ... aku gak nyangka, Ma. Aku gak nyangka Tuhan bawa aku ke hari ini. Hari di mana ada Mama, aku ketemu Ayah, dan hari di mana aku gak sakit lagi."

"Itu berkat doa-doa Kak Elang," sahut Dia. Tatapannya menerawang jauh. "Dia baik, Senja. Sangat baik. Sebelum ketemu Mama, ayah kamu adalah laki-laki paling baik yang pernah Mama kenal, meski di luarnya dia kelihatan galak."

"Bukan kelihatan, tapi emang galak beneran." Senja berdecak. Tiba-tiba teringat mode 'senggol bacok' Ayahnya jika sudah bekerja.

"Kamu udah siap?" tanya Dia memecah perhatian Senja.

Gadis itu mengangguk semangat. "Ayo pulang," katanya.

***

23 hari setelah kehilangan

Adam menatap sebaris frasa yang ditulisnya di halaman belakang bukunya--karena Adam tak punya buku khusus untuk menuangkan perasaannya--dengan senyum kecil.

Sebenarnya, Adam bisa saja bercerita pada Abi, Maryam, atau Mama dan Papanya. Hanya saja, tidak akan senyaman saat dia menulisnya karena tulisan-tulisan yang bersumber dari isi kepalanya ini hanya untuk Senja. Pun Adam melakukannya karena hari ini adalah hari ulang tahun sahabatnya itu.

Gue gak baik-baik aja, Senja. Gue kangen berat. Malah sekarang gue jadi males ke gedung olahraga karena gue liat lo mulu di sana. Anak-anak kelas ngatain gue bucin. Bego banget, kan? Orang sayang beneran malah dikatain.

Tau gak kenapa gue nulis kayak remaja galau gini? Ini hari ulang tahun lo. Hari yang gak pernah jadi kesukaan lo, tapi gue selalu kukuh nyeret lo buat ngerayainnya meski dengan makam mie ayam di kantin.

Selamat ulang tahun, ya, Senja. Gue berharap banget kita masih punya banyak hari ulang tahun yang bisa jalanin bareng-bareng. Sampe ulang tahun ke-20, ke-27, ke-35, bahkan sampe hari ulang tahun yang ke-75. Gue mau sama lo terus, dan kata Om Elang itu namanya ngeyel sama takdir.

Sore Tanpa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang