Sore Tanpa Senja 1

250 22 3
                                    

~Selamat Membaca. Budayakan Vote dan komen~

🌅

Kalau disuruh menenteng tabung gas dari warung ke rumahnya dengan berjalan kaki, Senja akui dia cukup sanggup. Pun dengan mencuci tumpukan pakaian kotor selama tiga hari. Namun, jika disuruh membuka paksa matanya pukul empat pagi akibat gedoran di pintu rumahnya, Senja angkat tangan.

Senja sungguh tidak rela membuka matanya saat dia baru tertidur setengah jam yang lalu. Sayangnya, kebiasaan buruk sang ayah harus memaksa Senja membuka mata pukul empat pagi.

"Sebentar!" teriaknya, hampir frustrasi. Gadis itu menguap lebar, menggelung rambut sebahunya asal-asalan.

"Senja! Senja!"

Dua meter lagi mencapai pintu rumahnya, dan ayahnya benar-benar membuat Senja kalap hingga ingin menendang pintu itu. Dengan kasar, dibukanya pintu kayu berwarna coklat itu hingga menampakkan wajah ayahnya yang lebih dari kusut.

Baru selangkah menginjakkan kaki di rumah, ayahnya langsung berujar, "lama banget sih, kamu buka pintu."

Tak mau kalah, Senja yang baru ingin kembali ke kamarnya membalas. "Lama banget sih, ayah pulang?" Ditambah pertanyaan menusuk lainnya. "Dari mana aja? Mabuk lagi? Ngabisin uang lagi?"

"Tau apa sih, kamu?" Erlangga--ayahnya--berdecak, melayangkan tatapan sinis padanya. Senja tentu saja tahu, ayahnya ini pasti setengah tidak sadar. "Masuk kamar sana!"

Menahan gejolak marah dalam dadanya, Senja tak lantas menuruti perkataan sang Ayah. Dia diam di tempat, di depan pintu kamarnya yang ditempeli stiker emoji senyum. Tatapannya lurus pada ayahnya yang sudah membaringkan tubuh di sofa tua di ruang tengah yang sempit itu.

Mati-matian Senja menahan lidahnya untuk tak menghujat perbuatan ayahnya ini. Tidak, tentu saja Senja tidak ingin durhaka. Namun, siapa yang tahan dengan kelakuan ayahnya yang hampir setiap malam tidak pernah absen untuk menghamhur-hamburkan uangnya untuk membeli minuman haram itu.

Senja menghela nafasnya dalam-dalam. Meraup oksigen dengan rakus untuk memasuki paru-parunya. Menghadapi ayahnya memang memerlukan kesabaran yang penuh.

"Beras habis, telur juga nggak ada. Aku nggak ada uang buat beli," ujar Senja. Matanya masih menatap punggung sang ayah.

Hanya ada suara decakan dan gumanan tak jelas yang membalas pernyataan Senja. Inilah yang paling Senja tidak sukai dari ayahnya. Jika sudah mabuk, ayahnya tidak akan peduli apapun. Padahal sebenarnya ayahnya sudah menghabiskan beberapa jam duduk di teras rumah hanya untuk mengembalikan kesadaran.

"Ayah!"

"Apa sih, Senja? Kamu tuh ganggu orang tidur tau nggak?" hardik Elang. Pria itu mendudukkan diri di sofa, dan mengacak rambutnya yang mulai memanjang. Matanya terpejam, kentara tengah dilanda kantuk yang berat.

"Aku mau beli beras sama telur, Yah." Senja masih bersabar. Kesabarannya masih tersedia banyak untuk menghadapi ayahnya.

"Besok pagi aja, ngutang dulu sama Emak." Usai mengatakannya, Elang kembali merebahkan diri di sofa.

Melihat ketidakpedulian ayahnya, lagi dan lagi memantik emosi Senja. Gadis itu mendengus kesal. "Ini juga udah mau pagi. Lagian Ayah nggak malu apa ngutang mulu? Ayah tuh kerja, tapi uangnya cuma buat beli minuman haram. Terus aku dikasi makan dari hasil ngutang."

Sore Tanpa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang