Sore Tanpa Senja 14

58 7 7
                                    

"Serius lo, Bi?"

Adam yang sedang selonjoran sambil makan kacang di tempat tidurnya terlonjak. Cowok berkaos hitam dengan celana pendek itu mengubah posisi menjadi duduk. Hari ini Abi datang ke rumahnya.

"Serius, Dam. Gue udah mikirin ini sejak lama," jawab Abi yang duduk di karpet tampak resah.

"Gila lo, Bi! Lo pikir cinta pake dipikirin?" Adam berdecak tak habis pikir.

"Bukan gitu, Adam bego! Awalnya juga gue mikir ini cuma rasa suka biasa. Tapi makin gue ketemu dia, perasaan itu datangnya tiba-tiba. Gue gak bisa ngejelasinnya."

Turun dari tempat tidur, Adam ikut duduk di samping Abi. "Lo seyakin itu?" tanyanya. "Dia anak baik-baik, Bego! Jangan sampe lo sakitin."

"Lo pikir gue elo?" sengit Abi. "Gue beneran serius kali ini. Gue bukan lo, ya, yang ganti cewek kayak makan. Tiga kali sehari."

Tawa cowok berambut ikal itu menguar. "Lo gak kenal gue berarti, Bi. Gue gak pernah punya pacar asal lo tau. Tapi cewek yang gue deketin banyak. Ya, asal deket doang. Abis itu ada yang lebih menarik gue tinggal deh," ujarnya lempeng, tanpa menghiraukan tatapan jijik dari Abi.

"Otak lo geser, ya? Gak kebayang gue kalo lo nikah gimana? Ngeliat istri orang lebih menarik dari istri lo, bisa lo tinggalin ntar."

"Itu dia!" Adam menjentikkan jarinya. "Definisi rasa suka yang gue bilang, kalau suka, ya, cuma sebatas itu. Karena lo liat dia menarik. Dan waktu lo ketemu yang lebih menarik, lo bisa suka ke orang lain. Tapi beda kalau lo emang beneran sayang, mau yang lo liat Lalisa Manoban sekalipun, lo gak akan berpaling," jelas Adam.

"Gue lagi berasa ngomong sama Adam Teguh."

Adam tertawa ringkas. Memukul bahu Abi dengan sepenuh nafsu. "Jadi perasaan lo ke dia itu gimana? Sekedar suka atau udah sayang?" tanyanya kemudian, serius.

Abi terdiam sejenak. Menatap langit-langit kamar Adam yang tinggi, sebelum berujar pelan. "Nggak tahu. Tapi gue pengen dia tahu perasaan gue."

Ada perasaan lega di hati Adam. Tetapi, juga ada keinginan menonjok wajah bule sahabatnya itu. Untungnya Adam masih punya kesadaran untuk tidak melakukannya. Baginya, tidak ada yang patut disalahkan dalam urusan perasaan. "Jadi gimana?" tanyanya kemudian.

"Gue gak berharap apapun, sih. Karena gue tau kemungkinan dia nolak gue itu sembilan puluh sembilan persen. Tapi gue rasa gak salah kalo dia tau tentang perasaan gue, Dam."

"Dam? Adam? Lo dengerin gue gak, sih?"

Bahunya yang digoncang dengan tidak sabaran membuat Adam mengerjap. Kepalanya langsung menoleh ke arah pelaku yang sekarang menatapnya super kesal. "Eh, sorry sorry. Lo ngomong apa tadi?" tanyanya, berusaha fokus. Percakapannya tadi malam bersama Abi benar-benar membuatnya kepikiran.

"Kucing tetangga gue lahiran." Senja menukas kesal. Dia bahkan sudah bersidekap dan menolak menatap Adam.

"Ooh ... sampein ucapan selamat dari gue, ya."

Tangan bebas Senja melayang ke pundaknya. Wajah kesal Senja berkali lipat terlihat lebih menarik. Sialan otaknya!  "Kekerasan lo mah," ucapnya pada gadis itu.

"Elo, sih. Gue ngomong panjang lebar lo malah ngelamun. Mikirin apaan lo?"

Adam menggaruk belakang kepalanya yang jelas tidak gatal. Kemudian menyengir dan berkata, "lupa gue! Elo, sih, ngajakin ribut."

"Mana ada gue ngajakin ribut."

"Nggak ngaku lagi. Terus lo mukul gue sampe dua kali tuh maksudnya ngapain? Ngelus-ngelus bahu gue gitu?"

Sore Tanpa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang