Sore Tanpa Senja 6

80 9 2
                                    

Disarankan untuk membaca "Numpang Nyempil" dulu

🌅🌅

Sama sekali tak pernah diduga Senja bahwa Maryam akan satu kelas dengannya. Di kelasnya pun hanya Maryam yang terlihat paling berbeda penampilannya. Bahkan tak segan-segan mereka mencibir penampilan Maryam yang mereka anggap aneh.

Memang tak sedikit murid-murid di SMA Sriwijaya yang memiliki selera tinggi. Sebab tak sedikit pula siswa-siswinya berasal dari keluarga berada. Sedikit sekali dari keluarga kalangan bawah, itu pun hanya karena bea siswa.

Maka dari itu pula, Senja menerima gadis aneh bernama Ayya itu menjadi temannya. Senja yakin, akan banyak yang sulit menerima Maryam menjadi teman mereka.

Kendati demikian, bukan berarti ketika kita memasukkan seseorang ke dalam lingkaran persahabatan, bukan tidak mungkin jika akhirnya kitalah yang diabaikan. Seperti itulah yang sekarang dirasakan Senja. Sejak mendeklarasikan bahwa Maryam adalah temannya, Abi dan Adam pun turut menjadi teman gadis itu.

Mereka seperti teman lama yang baru bertemu. Tidak dengan Adam sebenarnya, karena yang terlihat terlalu akrab hanya Abi dengan Maryam. Sedari tadi ada saja bahan obrolan yang mereka bincangkan--sayangnya tak bisa Senja masuki. Mereka mempunyai ketertarikan yang sama, yaitu pada sejarah peradaban Islam di dunia.

"Oh, museum Hagia Sophia."

Senja menoleh sebentar dari novel yang dibacanya, melihat Maryam yang tampak berpikir. Layaknya nyamuk, kehadirannya seolah tak dianggap. Sayangnya lagi, Senja tak punya alasan untuk pergi dari sana.

"Di Turki bukan, ya?"

"Iya, di Turki. Awalnya itu masjid, terus jadi gereja, jadi museum, dan sekarang mau dijadiin masjid lagi."

"Kayaknya kakek gue pernah ke sana deh, Mar. Dia pernah nunjukin fotonya soalnya. Kakek gue tuh hobi banget keliling dunia buat lihat peninggalan-peninggalan sejarah gitu. Tempat favoritnya itu di Eropa. Gue juga pernah diajak."

"Serius? Enak banget dong jadi kamu. Aku juga pengen tau bisa jalan-jalan, liat peninggalan-peninggalan sejarah gitu. Biar gak baca artikel sama buku."

Melihat keakraban Abi dengan Maryam membuat sesuatu dalam dirinya terluka. Abi memang duduk di depannya, tapi Senja merasa Abi begitu jauh.

"Bi?" panggil Senja akhirnya. Suasana hatinya terasa begitu buruk.

"Iya, kenapa?"

"Gue mau ke kantin, nggak mau nitip sesuatu?" tanyanya. Novel yang dibacanya sudah disimpan ke laci meja.

"Enggak deh. Lagian udah mau bel, lo yakin mau ke kantin?"

"Iya," jawab Senja. "Ya, udah kalo lo gak mau nitip apa-apa." Senja bangkit. Lantas keluar kelas dengan helaan nafas berat.

"Mau kemana lo Sore?" Adam yang berpapasan dengannya di depan kelas, bertanya.

Dengan tatapan sengit, Senja menyergah, "ke neraka, minta malaikat maut nyabut nyawa lo. Mau ikut?"

Bukannya tersinggung, pemilik mulut nista itu malah terkekeh. Senja menggeleng. Merasa tak rela menerima teman dengan otak setengah waras seperti Adam.

"Mau dong, cinta. Apalagi kalau ke syurga  bareng," ujarnya. Suaranya yang dibuat semenjijikkan itu sungguh membuat Senja ingin muntah.

"Mati aja deh lo!"

Senja berlalu. Tak lupa menghadiahi Adam dengan tendangan di tulang kering. Yang terdengar selanjutnya hanya pekikan suara bariton Adam yang menarik perhatian.

Sore Tanpa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang