Sejak pagi, Elang dan Adam disibukkan mempersiapkan kejutan kecil di ulang tahun Senja yang ke-22. Sejak pagi pula, sejak Senja pergi ke supermarket sendirian, tak ada sedikitpun ketenangan di dapur kecil itu.
"Senja itu gak suka krim stroberi, Om. Gak percayaan banget, deh."
Elang yang bersikukuh ingin mengoleskan krim rasa stroberi ke bolu buatan mereka berdua, mendelik tak suka. "Jangan ngeyel, deh. Gue lebih tahu Senja daripada lo. Anak gue tuh."
"Tahu, Om. Tapi kan sayang kalau nanti bolunya gak dimakan."
"Gak mungkin gak dimakan. Senja udah lama pengen makan bolu dengan krim stroberi. Lo gak usah sok-sokan ngajarin gue, deh!"
Adam berdecak. Kesal, ditariknya wadah tempat bolu yang akan dihiasi krim oleh Elang ke arahnya. "Gak. Pokoknya aku gak setuju. Aku juga ikut masak, masa yang nentuin krimnya harus Om sendiri?"
"Heh? Senja itu anak gue." Elang melotot dengan berkacak pinggang ke arah Adam.
"Senja itu pacar saya."
"Anak gue."
"Pacar saya."
"Gak gue restuin, ya, lo."
"Kalau Senjanya milih aku mau gimana?"
"Ngeyel banget ya, lo! Dasar!"
Puuuk!
"Aduuuuh!"
Adam meringis. Sontak menjauhkan kepala dari bahu Senja dan mengusap-usap kepalanya. Senja menoleh, menatapnya heran. Sejak setengah jam yang lalu, pacarnya itu menunpang tidur di bahunya dengan alasan capek menyetir dari Jakarta ke Bandung.
"Kenapa? Kepala kamu kenapa?" tanya Senja panik. Tak ayal ikut mengusap kepala Adam.
"Ayah kamu tuh, masa nimpuk aku pake panci."
Kening Senja berkerut. "Nimpuk apaan? Orang Ayah lagi nyiapin panggangan di sana," ujar Senja. Telunjuknya terarah ke belakang, di mana Elang tengah bersungut-sungut sembari menyusun kayu bakar.
"Loh?"
Seolah tersadar hal yang baru dialaminya hanya sebatas mimpi, Adam memindai sekitar. Mereka masih berada di halaman vila. Dia bahkan hanya tidur bersandar di bahu Senja, namun rasanya nyenyak sekali.
Sontak, Adam menyengir. "Ini karena aku tidurnya di bahu kamu, Senja. Nyenyak banget," ujarnya dengan senyum jahil.
"Ada-ada aja," sahut Senja memukul lengannya pelan. "Udah yuk! Bantuin Ayah. Kelamaan di sini, Ayah bisa-bisa ngamuk nanti."
Namun, Adam menahan lengannya. "Bentar lagi, kita di sini aja dulu."
"Tapi--"
"Ini kan, hari ulang tahun kamu, Senja. Gak apa-apa dong, aku minta waktu berdua. Mumpung Om Elang lagi sibuk. Entar kalau Om Elang ngeliat, dia bisa--"
"Bisa apa?"
Adam terlonjak. Pun dengan Senja yang sontak mengusap dada. Tanpa tedeng aling-aling, pria empat puluhan itu lalu menjewer telinga Adam tanpa ampun. "Gue capek masak, lo enak-enakan pacaran," sungut Elang. "Buruan bantu gue!"
Melihat Adam yang diseret Elang, Senja hanya tertawa. Di tempat duduknya, gadis itu menatap keduanya dengan banyak cinta. Akhirnya, setelah melewati banyak luka, Tuhan memberinya kesempatan untuk berada di hari ini.
Hari yang pernah dimimpikannya di akhir masa SMA-nya.
***
Selesai. Tamat beneran ya. Terima kasih banyak sudah setia baca sampai di sini:v
See you next time
KAMU SEDANG MEMBACA
Sore Tanpa Senja
Teen FictionStart : 14 Agustus 2020 Andai Senja Besari Erlangga bukan anak Erlangga, mungkin sore hari akan dia habiskan untuk membangun tinggi mimpi-mimpinya di gedung olahraga sekolah. Sayangnya, Senja itu anak dari Elang. Mimpi-mimpinya bisa terputus begitu...