Part 2

42K 2.6K 4
                                    

"Ada apa nih kok ngomongin aku?" Jerry tiba-tiba datang dari pintu utama.

Sontak mendengar suara sang cucu. Sonia berdecak kesal. "Kamu itu bisa nggak berubah. Jangan cuma bisa mainin anak gadis orang."

"Ck! Itu mah salah mereka sendiri, Oma. Mereka itu membosankan." Tanpa rasa bersalah pemuda beranting sebelah duduk di sofa bergabung dengan mereka.

Mendapati sang keponakan bertingkah menyebalkan. Jaxton selaku paman menatap tajam.

"Kenapa kamu putusin Sashi?" tanya Jasvir datar. Untuk satu ini Jerry paling segan jika sudah berbicara kepada opanya.

Jerry berdecak. "Bosan, Opa. Lagian Sashi itu selalu norak penampilannya. Nggak kayak cewek lain. Fashionable."

"Bukankah kalian sudah berpacaran lebih dari dua tahun? Tidak sayang putus karena masalah sepele?" Kini giliran Jaxton yang mengeluarkan suara.

"Bagi Jerry nggak sepele, Om. Selain norak, Sashi juga susah diajak main lebih. Dipeluk dikit aja protes. Gimana nggak kesel."

Seketika Sonia geleng-geleng. Bagaimana bisa dia memiliki cucu buaya?

"Itu kamunya saja yang banyak maunya. Jelas Sashi akan menolak karena dia tahu kamu hanya mau enaknya," ujar Jarvis.

Jerry hanya menyengir tak bersalah.

"Jangan sering-sering berhubungan intim di luar nikah. Kamu bisa terkena penyakit nanti." Nasehat Jaxton bijak dan diangguki Sonia dan Jarvis.

"Halah! Kayak Om bersih aja. Ngaku deh pasti Om udah pernah gituan sama kak Swara?" ledek Jerry seakan tak terima jika dirinya yang paling buaya.

Tak menangggapi, Jaxton hanya memalingkan wajah.

"Jerry, ingat kamu punya adik perempuan. Jangan sampai perbuatan kamu berimbas ke adik kamu!" Peringat Sonia dengan ucapan tegas.

"Ya ya kalau Jerry ingat!" Tanpa memiliki rasa sopan, pemuda itu melenggang pergi ke kamar.

"Astaga anak itu!" keluh Sonia memijit pelipisnya. Pening.

Jasvir hanya menghela napas. Ini bukan pertama kali mereka memperingatkan Jerry. Hanya saja, otak cucunya itu memang bebal. Entah keturunan siapa. Seingatnya menantunya itu pendiam dan terkesan sopan serta segan.

***

Sore ini, Sashi berjalan santai di taman dekat komplek rumahnya. Dengan menikmati pemandangan sore hari, dia berharap bisa menghilangkan rasa sedih di hati.

Seharian ini ayahnya terkesan menghindarinya. Bahkan mereka tidak ada bertegur sapa sejak perdebatan siang tadi. Jujur Sashi hanya ingin meringankan beban ayahnya.

Dia bukannya tidak tahu jika sang ayah kerja banting tulang demi menyenangkan dirinya. Sampai-sampai Damar tidak ada waktu untuk menyenangkan diri sendiri. Sebagai anak, Sashi hanya ingin Damar mau membuka hati agar ayahnya tidak sendiri lagi.

Lagipula dengan menikah, Damar sudah pasti tidak pusing menghidupi Sashi. Ah, jika dipikirkan rasanya kepala mau pecah. Andai saja ayahnya memahami niat baiknya.

Beberapa saat kemudian, Sashi pun berhenti di sebuah kursi taman. Dia duduk sesekali netranya berputar mengelilingi area taman. Selain anak muda, taman di sini juga didominasi keluarga bahagia. Anak-anak tampak bahagia jalan-jalan bersama kedua orangtua.

Tiba netranya menangkap sosok yang dikenal.  Tubuh Sashi terdiam kaku. Dadanya terasa sesak, bahkan matanya memanas hendak mengeluarkan lahar.

"Jerry," gumamnya dengan suara bergetar.

Tampak Jerry membonceng cewek tak asing. Dan tidak disangka cewek itu anak tetangga r. Sashi menghela napas panjang. Pantas Jerry memutuskan hubungan mereka. Ternyata mantan pacarnya itu lebih suka cewek seksi seperti Clara. Dibandingkan dirinya, Sashi jauh sekali dari Clara.

Namun, rasa sesak itu seketika hilang digantikan amarah berkobar. "Tunggu pembalasan dariku, Jerr. Aku yakin setelah kamu mendengar aku menikahi om Jaxton. Kamu akan terkejut setengah mati."

Sashi benar-benar harus memperjuangkan Jaxton agar menjadi suaminya nanti. Tugasnya sekarang membujuk sang ayah agar menyetujui.

***

Pulang-pulang Sashi dikejutkan adanya dua mobil mewah terparkir di halaman rumahnya. Sashi was-was siapa gerangan yang bertamu? Apa ayahnya terkena masalah?

Namun, rasa khawatir seketika menghilang begitu melihat Jaxton ada di antara para tamu. Apa jangan-jangan itu keluarga Jaxton?

Kini jantung Sashi bergemuruh. Harap-harap cemas agar ayahnya tidak terkena serangan jantung. Dengan langkah ragu, Sashi mengetuk pintu lalu masuk ke dalam.

Suasana hening, semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan berbeda-beda. Sashi hanya bisa pasrah saja.

"Akhirnya calon mantu pulang juga." Itu suara Sonia nenek dari Jerry dan ibu dari Jaxton.

Sashi hanya bisa tersenyum kikuk. Dia pun duduk di samping sang ayah yang sedari tadi tampak diam dengan raut tak bisa dibaca.

"Seperti yang kami katakan tadi, Pak Damar. Anak kami Jaxton ingin meminang Sashi untuk menjadi istri. Mungkin terkesan buru-buru tapi saya tidak bisa lagi menunda mengingat Jaxton sudah cukup tua sebagai pria." Jarvis menjelaskan panjang lebar.

Damar menghela napas lalu menoleh ke arah sang putri. Sashi menunduk cemas menunggu jawaban sang ayah.

Baik Sonia dan Jaxton sendiri melihat dengan jelas raut tak rela Damar. Sebagai orangtua, Sonia paham sekali situasi seperti ini. Ditambah Damar merawat Sashi seorang diri.

"Saya tidak menjanjikan apa-apa, Om. Tapi saya berusaha membuat Sashi nyaman hidup bersama saya." Jaxton ikut berbicara.

Sebenarnya Damar sedikit terkejut melihat penampilan Jaxton. Mimpi apa putrinya itu bisa dilamar pria seperti Jaxton. Padahal Damar meyakini secara materi mereka bukanlah tandingan.

"Ayah," lirih Sashi saat melihat sang ayah diam saja. Malah terkesan melamun. Jika begini, Sashi malah tidak tega meninggalkan sang ayah sendiri.

Damar akhirnya mendongak, dia tersenyum tipis. "Aku serahkan Sashi kepadamu, Jaxton. Jaga dia, jika memang Sashi tak layak denganmu. Kamu harus berjanji mengembalikan putriku dengan keadaan baik seperti sedia kala."

Mendengar itu, aroma bahagia dan senyuman mengembang tampak di bibir Sonia. Dialah yang paling bahagia mempunyai calon menantu seperti Sashi Chalondra.

Setelah memasang cincin dan menyerahkan barang lamaran. Mereka berdiskusi mengenai tanggal pernikahan. Sesuai keinginan, pernikahan hanya diadakan sederhana saja bersama keluarga.

Dan tentunya dengan adanya kehadiran sang oma. Wanita ringkih berusia 75 tahun.

***

Malamnya Sashi diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat dengan Jaxton. Kali ini mereka sedang di restoran terkenal. Keduanya masih sedikit canggung, terutama Jaxton.

Sashi terlihat manis dengan gaun putih tulang. Rambutnya dikucir kuda memperlihatkan leher jenjangnya. Sementara Jaxton tampak menawan mengenakan jas biru dongker.

"Om, ini beneran kita nikahnya satu minggu lagi?" tanya Sashi sambil menyuapkan potongan daging steak ke dalam mulut.

Jaxton yang sedang mengelap saus di sudut bibir mengangguk saja. Tak lama terdengar dering ponsel milik Jaxton dibalik saku jasnya.

Tertera nama sang kekasih di layar kaca. Jaxton menghela napas panjang. Sedikit berat hati dia menolak panggilan.

"Kok nggak diangkat, Om?" Sashi menatap heran. "Apa itu pacar, Om?"

Tak ada pilihan untuk berbohong. Jaxton mengangguk mengiyakan.

Sashi yang melupakan kekasih calon suaminya langsung terdiam cukup lama. Dia lupa jika sedang menjalani pernikahan perjanjian.

Gadis itu merutuk dalam hati. Kenapa bisa terlena sih?

Spontaneous Wedding [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang