"Tumben malam banget pulangnya?" tanya Sashi penuh selidik.
"Ada urusan sedikit."
Gadis dengan piyama navy pun mengangguk meski ada sedikit rasa curiga. Tapi begitu melihat wajah kusut suaminya, dia menahan agar tidak terlalu mencerca.
Selama menunggu Jaxton membersihkan diri, Sashi duduk di ranjang seraya mengembuskan napas panjang. Beberapa kali insting mengatakan ada yang tidak beres dengan sang suami hari ini. Namun, berhubung sudah malam Sashi ragu ingin mengatakan.
Lima belas menit kemudian, Jaxton keluar dengan keadaan segar. Raut wajah yang tadinya kusut kini telah kembali normal. Selama Jaxton menyisir rambutnya, Sashi hanya bisa memandang punggung tegap itu dalam diam. Beberapa saat, barulah dia berani membuka suara setelah Jaxton menatap heran ke arahnya.
"Om, udah makan?"
Jaxton menggeleng saat mendudukkan diri di ranjang. Tubuh besar pria itu langsung terlentang di samping istrinya.
"Emang nggak laper?" tanyanya sekali lagi. Ini sangat mengejutkan sebab, untuk pertama kalinya Jaxton mengabaikan makan malam.
Terdengar helaan napas berat dari Jaxton, meski sedikit ragu tapi benaknya menyetujui untuk jujur kali ini. Sesudah merasa tenang, Jaxton berdehem pelan. "Ada yang ingin saya bicarakan."
Lantas Sashi memandang serius ke arah suaminya. Jantungnya berdetak dua kali lipat menunggu kalimat yang keluar dari bibir pria berkaus putih polos itu.
Jaxton memandang lekat sebelum membuka percakapan. "Hari ini saya disibukkan dengan kedatangan Swara."
Begitu mendengar nama mantan pacar suaminya, otak Sashi blank seketika. Netranya mengerjap linglung. "Om seriusan?"
Agar lebih meyakinkan, Jaxton mengangguk mengiyakan. "Dia datang ke kantor membawa kegaduhan."
"Terus gimana? Apa kalian berniat balikan?" cerca gadis itu meninggikan nada suaranya.
Melihat raut wajah muram gadis itu, Jaxton menghela napas panjang. "Dengarkan penjelasan saya dulu."
Walau Sashi membuang muka, Jaxton tetap harus menjelaskannya. Dari awal kejadian di kantor hingga pembicaraan di hotel dibeberkan oleh pria itu. Tidak ada yang ditutup-tutupi sama sekali.
Jaxton menghela napas lega setelah tuntas menjelaskan semua. Tapi itu tidak langsung membuat dia tenang begitu saja. Kebungkaman Sashi justru menimbulkan tanda tanya. Apakah istrinya kecewa?
Tentunya mendengar itu, Sashi tercenung lama. Benaknya tengah mengambang dan mencoba mencari pilihan apa yang harus dilakukannya.
"Kamu tidak apa-apa?" Jaxton menyentuh lengan mulus gadisnya.
Spontan Sashi tersentak, dia bergerak kikuk. "Aku cuma merasa bersalah, Om."
"Why? Jangan begitu. Tidak ada yang perlu disalahkan. Justru keadaanlah yang membuat kita pada posisi seperti ini."
Benar. Selain karena keadaan, takdir dari Tuhan juga ikut mencampurinya. Saat ini dia entah harus bersyukur atau merenung. Bersyukur tidak ada lagi drama menyebalkan sebab, Swara mencoba menerima dan tidak marah-marah kepadanya. Atau justru merenungi jika selama ini dirinya telah mengambil alih posisi Swara di sini.
Bisa dibilang, Swara adalah tipe wanita dewasa yang pasti sangat cocok disandingkan dengan suaminya. Namun, ketika sadar, Sashi menggeleng samar berusaha mengenyahkan pemikiran negatifnya. Begini-begini dia juga tidak kalah serasi berdampingan bersama suaminya.
"Sudah sana tidur. Jangan terlalu dipikirkan."
Sashi mendengkus. Bagaimana tidak dipikir? Jelas-jelas mereka ketemuan. Tapi ada yang jauh lebih penting dari itu. Dengan tatapan tajam Sashi bertanya sekali lagi. "Apa Om bakal anter dia untuk ketemu mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontaneous Wedding [REPOST]
RomanceBalasan diputus secara sepihak adalah menikahi paman sang mantan pacar.