Part 30

25.4K 1.4K 19
                                    


Berhubung banyak yang komen, aku update lagi 🤭

.
.

"Tuan, Anda pergi sendiri?"

"Ya. Biarkan saya mempertanggungjawabkan semua permasalahan yang terjadi." Setelah mengatakan itu, Jaxton melajukan BMW untuk segera meninggalkan pelataran rumahnya.

Dalam diam seraya mengemudi, otak Jaxton sedang berpikir mencari cara agar sang mertua tidak murka padanya. Walaupun sudah sepatutnya dia harus mendapatkan caci maki. Ini sudah tiga hari, cukup sudah dia memberikan waktu agar Sashi dan Damar menenangkan diri.

Empat puluh menit kemudian, kendaraan Jaxton berhenti tepat di depan rumah Damar. Meski jam hampir menunjukkan pukul tujuh pagi, tapi dia yakin Damar belum pergi. Buktinya sepeda motor sang mertua masih terparkir rapi.

Jaxton membuka pintu lalu turun dari mobil. Dia melangkah menuju pintu bercat putih yang masih terutup rapat. Jaxton menarik napas panjang selanjutnya diketuknya pintu itu berulang kali.

Tak lama seorang wanita paruh baya bertubuh gempal muncul dengan wajah terkejut melihat kedatangan Jaxton Sebastian.

"Ini suami nak Sashi?"

Jaxton mengangguk. "Saya ingin bertemu, Bi."

"Oh silakan masuk, Tuan!" Bi Darmi segera membuka pintu lebar-lebar. Dalam hati, bi Darmi tak bisa menyangkal jika pria itu sangatlah berkharisma dengan setelan jasnya.

Setelah masuk ke rumah, Jaxton memilih duduk di sofa dengan ruangan sedikit sempit hanya ada satu meja berisi vas bunga. Sementara bi Darmi sudah kembali ke belakang guna memanggil Damar dan Sashi.

Belum sempat mengetuk pintu kamar Sashi, terdengar suara Damar mendominasi. Bi Darmi terkejut lalu memasang wajah tersenyum kecil.

"Ada tamu, Pak. Suami nak Sashi."

Mendengar itu, Damar menghela napas panjang. Sepertinya sudah saatnya mereka akan saling berbincang.

Damar pun berdehem. "Panggil Sashi suruh cepat keluar. Biar saya yang menemui pria itu."

"Baik, Pak."

Dengan langkah tegap, Damar menuju ruang tamu untuk menjamu sang menantu. Tampak jelas jika suami putrinya begitu berwibawa. Sekalipun Jaxton telah membuat Sashi pada posisi seperti ini. Damar tidak boleh langsung menghakimi. Lebih baik dia berbicara dari hati ke hati. Lagi pula selama ini perlakuan Jaxton tidak pernah membuatnya sakit hati.

"Sudah lama menunggu?" tanya Damar saat netranya bersitatap dengan sang menantu.

Jaxton mengangguk lalu sigap berjabat tangan dengan Damar. Setelahnya mereka duduk saling berhadapan.

Pandangan datar Damar tak membuat Jaxton goyah. Toh, hal seperti itu sering kali terjadi jika sedang berhadapan dengan klien dan karyawannya. Namun, meski begitu tetap saja ada sedikit rasa segan. Walau bagaimanapun Jaxton sudah membuat putri Damar kesusahan.

Beberapa saat kemudian, Jaxton berinisiatif membuka suara. "Kedatangan saya di sini ingin menjelaskan permasalahan yang terjadi."

Damar masih diam mendengarkan.

Tak lama Jaxton pun melanjutkan perkataannya. "Saya mengaku salah telah membuat Sashi pada posisi seperti ini. Saya minta maaf sudah membuat Anda kecewa dan sakit hati."

Mendapati sang mertua masih saja diam dan menatap intens ke arahnya. Entah kenapa perasaan gugup menyerang Jaxton secara tiba-tiba. Pria itu menelan ludah. "Semua keputusan ada di tangan Anda. Saya sebagai suami Sashi merasa tidak berhak menahan dia lebih lama lagi."

Spontaneous Wedding [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang