Part 22

18.6K 1.2K 8
                                    

"Jangan ngomong seperti itu, Nak Sashi. Bibi malah merasa suami Nak Sashi lebih baik daripada pemuda yang pernah pacaran sama Nak Sashi dulu. Suami kamu itu kelihatan tulus dan penyayang."

Tulus dan penyayang? Entahlah Sashi tidak bisa langsung meyakini sebab, dia tahu dasar dari pernikahan yang gadis itu jalani.

"Bi Darmi yakin? Padahal bibi belum pernah ketemu sama Om Jaxton. Tadi pun ketemu juga cuma sebentar." Elak gadis itu tidak ingin dahulu senang.

Bi Darmi spontan tersenyum. "Naluri orang tua, Nak. Bibi yakin pernikahan kalian bakal langgeng sampai kakek nenek. Ya Kalopun ada masalah itu wajar setiap rumah tangga pasti ada yang namanya percekcokan."

Dalam hati Sashi mengamini ucapan wanita paruh baya itu. Meski sedikit mustahil tapi jika memang sudah menjadi takdir manusia tidak bisa menolak ataupun menyingkir.

"Bibi ke belakang dulu mau angkat jemuran. Nak Sashi langsung istirahat aja di kamar." Saran Bi Darmi diangguki oleh gadis itu.

Sashi segera bangkit dari sofa selanjutnya dia pergi menuju kamarnya. Aroma jeruk menguar saat gadis itu membuka pintu lebar-lebar, sambil memejamkan mata dia menghidu aroma menyegarkan serakus-rakusnya.

Walau ruangan sedikit gelap karena tirai jendela tak terbuka. Sashi masih bisa melihat penataan kamarnya yang tidak berubah sedikit pun sejak ditinggalnya. Malah ranjangnya terkesan rapi dan bersih. Pasti bi Darmi yang membersihkannya.

Merasa sedikit pengap dan gerah, Sashi membuka semua jendela agar udara bersih masuk dengan sukarela. Ingatannya kembali pada saat dirinya sering kali tertidur dalam keadaan memakai seragam sekolah. Dan berakhir mendapat omelan dari sang ayah.

"Pulang-pulang itu bersih-bersih ganti baju baru setelah itu makan siang. Ini malah molor sampai ileran. Jangan dibiasain nanti kamu kena penyakit maag."

"Ya namanya juga ketiduran, Yah." Sanggah Sashi tidak peduli dengan raut wajah kesal sekaligus khawatir dari sang ayah.

Sedari dulu Sashi memang terkenal bebal dan bandel. Tapi untungnya Damar selalu sabar dan tak pernah marah berlebihan.

Sashi menghela napas ketika bayangan dahulu tiba-tiba terekam diingatan. Dia mengulas senyum tipis lalu bersiap membaringkan diri di ranjang kecilnya. Sashi rindu mendengar omelan dan perhatian dari Damar. Dia berharap saat bangun nanti ayahnya sudah pulang dengan raut terkejut karena  dia telah datang tanpa memberi kabar.

***

"Andrew!"

"Ya, Tuan." Pria itu segera menghadap sang tuan Jaxton Sebastian.

"Saya butuh saran," ujarnya pelan.

Dahi Andrew berkerut kebingungan. Ini bukan seperti tuannya. Tumben sekali tiba-tiba menginginkan pendapat darinya. Jika dilihat dari gelagat Jaxton, Andrew yakin hal yang akan dibahas pasti sangatlah serius.

"Kamu tidak perlu memasang wajah seperti itu," tegur Jaxton seraya mendengkus. Pria yang mengenakan jas abu-abu merasa tersinggung saat melihat ekspresi asistennya itu.

"Maaf, Tuan." Andrew menunduk bersalah.

Tak lama terdengar Jaxton menarik napas. Pria itu mendorong sebuah ponsel ke arah Andrew. "Pesan makanan di restoran mewah untuk makan malam saya dengan mertua."

Spontan Andrew mengerjap sekilas. "Makanan yang seperti apa, Tuan?"

"Ayah mertua saya sangat menyukai makanan gurih-gurih. Sementara Sashi paling suka dengan daging. Pesankan makanan yang ada komponen tersebut."

Spontaneous Wedding [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang