Part 28

16.8K 1K 14
                                    

Sashi memegang sebuah gelas air putih yang sudah dia campurkan dengan obat perangsang. Air tersebut yang nantinya akan diminum Jaxton.

Bukan tanpa alasan Sashi lebih memilih mencampurkan ke air putih ketimbang minuman lain. Pasalnya setiap malam sebelum tidur, om suami mempunyai kebiasaan minum air putih terlebih dahulu.

Dan sebenarnya tugas mengantar air putih bi Rani biasanya yang melakukan. Namun, kali ini Sashi sendiri yang menyiapkan. Tiba di kamar, segelas air putih yang sudah ditutup diletakkan di meja samping ranjang.

Sementara Jaxton sendiri sedang berada di ruang kerja. Jika tidak salah dengar, pria itu tengah memberi arahan kepada Andrew sebelum Jaxton pergi ke Perancis. Ya, besok pagi adalah keberangkatan Jaxton untuk menemui sang kekasih.

Dalam diam, Sashi menatap intens ke arah gelas itu. Semua harapan dia taruh hanya pada segelas air. Meskipun nantinya gagal pun Sashi harus menyiapkan diri.

"Apa yang kamu lihat sampai seserius itu hem? "

Tubuh Sashi tersentak. Dia membalikkan tubuh melihat kedatangan Jaxton.

Pria dengan kemeja hitam memandang lekat. Keduanya saling bersitatap. Dalam jarak tiga meter, baik Sashi dan Jaxton saling memandang tanpa ada niat mengalihkan.

Hingga merasa kikuk, Sashi berdehem pelan. "Om, udah siap mau tidur?"

Jaxton mengedikkan bahu. Dia melangkah menuju sofa lalu mengambil sebuah remote untuk menyalakan televisi.

Mengetahui om suami malah duduk santai sambil memandangi layar. Sashi menghela napas panjang.

"Saya berubah pikiran."

Eh berubah? Spontan gadis itu menatap heran. Dia menjadi penasaran apa yang akan diucapkan Jaxton Sebastian.

"Swara tiba-tiba mendapat tugas dari pihak kampusnya. Dan berakhir batalnya saya ke sana."

Ada rasa lega menyusup dadanya. Tidak bisa menahan lagi, Sashi sedikit menyunggingkan senyum tipis. Namun, sedetik kemudian dia berusaha bersikap biasa saja. Jangan sampai Jaxton mengetahui kebahagiaannya.

Tanpa diperintah, perlahan Sashi berjalan ke sofa ikut gabung duduk di sana. Ya hitung-hitung bersikap seolah simpatik mendengarnya.

"Om, masih bisa berangkat kok. Bukannya di sana ada undangan dari klien?" tanyanya menatap Jaxton.

Jaxton masih menatap lurus ke arah layar tv. Dia menggeleng pelan. "Percuma saya datang ke sana jika tidak ada Swara. Buang-buang waktu saja."

Meski hatinya hancur berkeping, Sashi tetap menampilkan raut wajah tenang. "Tapi memenuhi undangan dari seseorang itu perbuatan yang baik, Om. Lagi pula Om juga nggak ada alasan untuk nggak datang. Saling menghargai itu bagus demi bisnis kata orang-orang."

Mendengar ucapan Sashi, pria itu beralih bergerak menyamping ke kiri menatap wajah sang istri. "Saya mengerti. Namun, entahlah saya tidak ingin melakukan apa-apa untuk saat ini."

Ah, ternyata om suami sedang terkena syndrom kecewa. Wajar sih, harapan besar jika tak sesuai rencana sudah pasti menyedihkan sekali. Selain bad mood. Tubuh juga seakan lemas tak berdaya. Gairah seakan lenyap dari jiwa.

Mungkin awalnya dia merasa senang Jaxton tak jadi pergi. Akan tetapi, semakin ke sini justru Sashi mengalami kegagalan lagi. Ternyata Jaxton lebih mengkhawatirkan ketika di kondisi seperti ini.

"Om, aku bingung harus kasih hiburan apa biar Om nggak galau lagi."

"Tidak perlu, Sashi. Saya akan sangat berterima kasih jika kamu tidak mengganggu untuk saat ini." Jaxton beralih menyandarkan punggung ke sofa. Matanya terpejam dengan kedua lengan terlipat di belakang kepala.

Spontaneous Wedding [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang