Pada akhirnya, Swara pulang tanpa membawa apa-apa. Bagi Sonia, wajah sok lugu wanita itu tidak mempan mengelabuinya. Dia bukannya tak tahu sepak terjang wanita itu. Dasarnya Jaxton saja yang mudah diluluhkan karena cinta. Dan untungnya mereka sudah berpisah. Jadi, Sonia bisa tenang.
Kepergian Swara tadi membuat Sashi melupakan perutnya yang terus saja berbunyi. Sejujurnya gadis itu penasaran apa yang sebenarnya terjadi di masalalu. Apa separah itu sampai-sampai Sonia berkeras hati? Hah. Entahlah yang pasti ini terakhir kalinya dia membantu mantan pacar suaminya.
Besok-besok biar Swara yang berjuang sendiri. Itu juga jika Swara benar-benar ingin meminta maaf. Kalau tidak, palingan ya tak datang lagi.
Merasa bosan terduduk sendiri, Sashi beranjak pergi menuju kamar sang mertua. Iya, Sonia tadi langsung mengurung diri di kamar sesudah Swara pergi.
Diketuk pintu coklat tersebut berulang kali. Akan tetapi, tak ada tanda-tanda sang mertua untuk membuka. Jika begini, dia sungkan sendiri. Karena panggilan darinya tak juga diterima. Sashi lebih memilih pergi dan bergegas menuju ruang makan untuk sarapan.
Di sana sepi, para asisten rumah tangga sibuk sendiri. Meski begitu, Sashi tak berniat merepotkan. Dia mengambil piring beserta nasi sendiri. Dalam diam, dia menyantap sarapan tanpa ada yang menemani.
"Loh, Non. Kok ndak panggil, Bibi." Perempuan berambut digelung itu tergopoh-gopoh mendekati Sashi.
"Bibi kan lagi sibuk. Lagian cuma sarapan ini," sahutnya tersenyum tipis.
Bibi tersebut berdiri sambil mengeluarkan beberapa aneka lauk dari lemari makanan. Mendapati itu mata Sashi membulat. Tahu gini dia tidak hanya sarapan dengan sayur sop.
"Ini dagingnya, Non."
Sashi mengangguk, tapi pandangannya fokus pada mangkuk berisi daging rendang. Jangan lupa, kalau dirinya itu pecinta makanan seperti ini.
"Makasih, Bi." Sashi tanpa ragu menyendok beberapa irisan daging untuk ditaruh di piring. Rasa senang membuncah di dada mengingat makan pagi ini terlihat luar biasa.
Selama Sashi menyantap makanan, tak lama kemudian Sonia datang dengan raut wajah masih muram. Wanita paruh baya itu ikut duduk sembari mengawasi menantunya yang menikmati makanan.
"Eh, Mama." Sashi meringis ketika ditatap intens oleh Sonia. Jujur rasanya dia malu kepergok makan sendiri tanpa meminta izin dulu pada mertua.
"Habisin dulu nasi kamu. Nanti baru bicara," ujarnya dengan raut wajah datar-datar saja.
Tanpa ingin membantah, Sashi mengangguk.
Lima menit kemudian setelah cuci tangan. Sashi ikut bergabung di ruang santai. Ada Sonia yang sibuk termenung. Terkadang Sashi penasaran, apa mertuanya itu masih kepikiran atau justru menyesal karena sudah memaki Swara tadi pagi.
Hening di antara mereka dan Sashi sedikit bingung harus berkata apa. Alhasil dia diam saja menunggu Sonia yang membuka suara.
"Pasti kamu penasaran," kata Sonia tiba-tiba.
Dan Sashi langsung beralih memandang Sonia. Bibirnya terkatup tak ada keinginan menyahut.
Terdengar helaan napas berat dari mertuanya seolah ada beban berat yang menghimpit di dada Sonia. Sashi kasihan melihatnya.
"Bisa dibilang Swara itu pacar Jaxton paling lama dan paling dicintainya. Dulu sebelum ada tragedi itu, mama senang-senang aja dapat mantu seperti dia. Anaknya cukup dewasa, anggun, berpendidikan tinggi. Serasilah kalau bersanding sama anak mama."
Walau mertuanya hanya menjelaskan masalalu. Tapi tetap saja dadanya terasa sesak. Itu artinya dulu Swara calon pendamping potensial untuk suaminya. Tidak seperti dirinya. Meski begitu, Sashi berusaha menampilkan wajah biasa saja seakan tak tergangggu. Untuk saat ini biarlah dia mendengar uneg-uneg Sonia terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontaneous Wedding [REPOST]
RomanceBalasan diputus secara sepihak adalah menikahi paman sang mantan pacar.