Sashi menarik napas panjang berusaha meredam rasa gejolak di dada. Sungguh sial sekali rasanya. Gadis itu penasaran secantik dan seseksi apa sih pacar suaminya.
Haruskah dia berdandan agar Jaxton berpaling ke arahnya dan meninggalkan siapa namanya si Swara? Ah, entahlah yang pasti Sashi tidak terima diduakan kali ini.
"Belum tidur?"
Sashi tergagap begitu melihat Jaxton mengerjapkan mata. Pria itu berusaha duduk seraya mengusap wajahnya.
Sadar jika ponselnya sedang digenggam sang istri. Jaxton melebarkan mata yang semula menyipit. "Kamu apakan ponsel saya?"
Mendengar Jaxton sedikit meninggikan nada suara. Sashi berdecak kesal. Dia melempar benda pipih itu hingga mengenai paha Jaxton.
"Pacar Om sms, katanya besok suruh ke sana. Itu artinya om udah menjanjikan dua wanita."
Sadar jika gadis itu kembali merajuk. Jaxton menghela napas panjang, diraihnya ponsel yang tergeletak mengenaskan di ranjang samping pahanya. Sesudah membaca deretan pesan dari Swara. Jaxton menaruh ponsel ke meja lalu berusaha menatap Sashi dengan pandangan hangat.
Dipandang seperti itu tak membuat Sashi luluh. Justru gadis itu memalingkan wajah sembari mencibir pelan.
Jaxton meraih jemari Sashi dengan lembut. Netranya menyorot hangat. "Saya tidak akan mengingkari janji, Sashi. Saya lebih memilih menemani kamu."
"Yakin? Ntar pacar Om ngambek lagi?"
"Itu akan menjadi urusan saya. Sekarang yang paling penting menyenangkan kamu. Walau bagaimanapun setelah menikah saya belum ada memberi hadiah."
"Bener ya, Om. Awas aja kalo php!" Ancam Sashi dengan pandangan tajam.
Jaxton tersenyum kecil lalu mengecup sekilas punggung tangan Sashi.
"Om lagi dong!"
Mendapati raut wajah menggemaskan Sashi. Jaxton mengangkat sebelah alisnya. "Apa yang lagi?"
"Itu nganu," lirih Sashi tersipu seraya menunjuk punggung tangan mulusnya yang tadi dikecup Jaxton.
Sejenak Jaxton terdiam lalu detik kemudian tertawa pelan. Tanpa basa-basi pria itu menarik tubuh Sashi agar menjadi lebih dekat lagi. Sesaat netra keduanya bertemu. Bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.
Pipi Sashi memerah melihat kedekatan kali ini. "Om mau ngapain?" gagapnya.
Jaxton memiringkan wajah lalu perlahan matanya terpejam bersamaan bibir Sashi terasa bertemu benda lembap dan hangat. Seketika napas Sashi terhenti, netranya terbelalak. Oh my ini kecupan pertama Sashi tepat di bibir dan bukan di pipi.
Lima detik hanya saling menempel. Jaxton bersiap menarik diri. Namun, aksinya terhenti saat jemari Sashi melingkari lehernya. Tak lama bukannya berhenti, keduanya menikmati sentuhan memabukkan lebih dari sekadar kecupan.
Napas keduanya memburu saat tautan bibir mereka terlepas. Netra mereka bertatapan, tampak pipi Sashi bersemu merah jambu.
"Om," lirih Sashi malu-malu.
Jaxton tersenyum lebar dia mengusap pipi halus gadis itu. "Tidur sudah malam!"
Sepuluh detik kemudian keduanya sudah berbaring nyaman sembari berpelukan.
***
Pagi-pagi sekali Sashi terbangun dengan keadaan semangat membara. Bahkan gadis itu tanpa segan mengganggu waktu tidur suaminya.
"Om ayo bangun dong! Katanya mau ke showroom."
Sashi terlihat cantik dengan gaun hijau mint sebatas lutut. Model atasannya simpel dan elegan. Tidak memperlihatkan sama sekali bentuk tubuhnya. Bukan tanpa alasan Sashi berdandan kali ini.
Dia sadar hidupnya sudah tak lagi sama. Maka dari itu dia bertekad untuk mempertahankan hubungan rumah tangganya. Meskipun pernikahan mereka diawali dengan adanya kesepakatan. Namun, Sashi yakin tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Jaxton harus menjadi miliknya untuk selamanya. Dia tidak akan rela melepas pria setajir pria yang tidur pulas di ranjangnya.
Mendapati Jaxton sudah mulai mengerjapkan mata. Sashi berhenti menggoyang-goyang tubuh pria itu. Sebagai ganti, gadis itu berdiri dengan pose menggoda seraya tersenyum lebar.
"Selamat pagi. Saatnya om mandi," girangnya bertepuk tangan.
Melihat tingkah tak biasa Sashi. Jaxton mengerutkan dahi. Pria itu terduduk seraya menguap lebar.
"Semangat sekali hari ini, Sashi."
Gadis dengan rambut di kucir kuda itu mengangguk kuat. Dia tersenyum lebar seakan mendapat hadiah besar. Ya, walau kenyataannya memang benar.
"Harus semangat dong, Om. Kan mau beli mobil, mau beli baju, sepatu, tas, make up, ke salon, makan es krim, cilok, bakso."
Dan masih banyak lagi agenda hari ini yang akan Sashi lewati. Alhasil Jaxton hanya bisa pasrah didorong oleh Sashi agar cepat membersihkan diri.
Hingga jam tujuh pagi, semua penghuni rumah dibuat heran oleh tingkah pasangan pengantin baru terlebih seorang Sashi. Keduanya sampai tidak sarapan karena Sashi merasa tidak sabar akan pergi.
Jerry yang melihat penampilan Sashi sejenak terdiam dengan pandangan tak terpacaya sekaligus terpesona. Benarkah ini mantan pacarnya yang dulu norak sekali?
"Sashi cantik ya? Makin bersinar auranya," celetuk Safira mami Jerry.
"Ah, biasa aura-aura pengantin baru. Kayak nggak pernah ngalamin aja kamu, Ra," ujar Sonia menanggapi.
"Jaxton juga terlihat lebih manusiawi. Anak itu tidak lagi hidup monoton. Buktinya dia bisa bolos kerja," sahut Jarvis tak percaya.
"Ah, mama nggak rugi punya menantu seperti Sashi."
Jika di dalam rumah keduanya tengah digosipi. Berbeda dengan keadaan mereka di mobil. Mulanya Sashi memasang wajah ceria, tetapi semua sirna setelah ponsel Jaxton tak henti-hentinya berbunyi. Siapa lagi jika bukan Swara yang menghubungi.
"Berisik tauk, Om. Kalau males ngangkat lebih baik dimatiin sekalian," ngegas Sashi melotot tajam. Kali ini gadis itu tidak lagi mengenakan eyeliner tebal. Dia terlihat cantik dan natural.
Tidak ada pilihan lain, walau nantinya Swara akan menerornya. Jaxton hanya bisa menuruti keinginan Sashi. Toh, tadi dia sudah menghubungi kekasihnya jika Jaxton tak bisa pergi ke sana.
Setelah ponsel tersebut tak lagi berbunyi. Barulah Sashi bernapas lega. Dengan perasaan nyaman dia menyandarkan punggung ke kursi. Namun, mulutnya belum berhenti mengoceh mengenai kelakuan suaminya ini.
"Haduh, gini amat ya punya suami. Banyak yang ngejar-ngejar." Sashi berkata dengan nada sedikit tinggi.
Sontak di dalam mobil, sang asisten dan sopir yang mendengar mencoba menahan diri agar tidak ikut menanggapi. Di sisi lain yang menjadi objek sindiran tersenyum masam. Dia tidak menyangka gadis yang dinikahinya memiliki mulut pandai pandai berbicara.
Beberapa saat kemudian hening tidak ada lagi suara di antara mereka. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Seperti perintah sang nona istri tuan Jaxton. Sang sopir berusaha fokus agar cepat sampai ke showroom.
Sadar jika sedari tadi om suaminya selalu terkena mulut jahilnya. Sashi tiba-tiba merasa bersalah. Dia seakan menjadi gadis tidak tahu malu. Padahal pernikahan terjadi karena kesepakatan. Tapi kenapa dia banyak sekali menuntut akan semua keinginan.
Ragu-ragu Sashi memandang Jaxton yang sedari tadi fokus menatap lurus ke depan. Pria itu tidak menunjukan raut wajah kesal. Akan tetapi, malah tampak sangat menyeramkan sebab, rahangnya menegang seolah menahan gejolak api yang siap dikeluarkan.
Sashi meremas jemarinya resah. Ini untuk pertama kali Jaxton terdiam seakan patung yang tidak memiliki kehidupan.
"Om marah ya?" tanya Sashi hati-hati.
Hening. Tidak ada reaksi atau jawaban sedikit pun dari Jaxton.
"Om, jangan marah dong." Sekali lagi Sashi memasang tampang memelas. Gadis itu takut jika tidak jadi dibelikan mobil. Ini jauh lebih mengerikan.
"Diamlah. Dan bersikap baik sampai kita sampai!"
Glek! Sashi hanya bisa mengangguk pelan. Untung saja tidak dibatalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontaneous Wedding [REPOST]
RomanceBalasan diputus secara sepihak adalah menikahi paman sang mantan pacar.