"Bangun, Sashi. Kamu tidak lupa bukan jika pagi ini akan pulang." Jaxton berkata lembut seraya mengusap dahi gadis itu yang sedikit tertutup helaian rambut.
"Saya bingung padahal malamnya kita tidak begadang tapi kenapa kamu susah sekali bangunnya Hem," ujar pria itu menggeleng heran. "Apa kamu sedang mimpi indah tentang suamimu ini?" tambah Jaxton tak masuk akal.
Sadar ucapannya semakin melantur sedangkan yang diajak berbicara masih juga tertidur. Jaxton menggeleng lalu tertawa rendah segera dia menegakkan kembali tubuhnya.
"Saya harap setelah selesai mandi, kamu sudah bangun, Sashi." Jaxton berkata dengan harapan tinggi sebelum menghilang di balik kamar mandi.
Tak lama terdengar pintu tertutup dan gemericik air di kamar mandi. Segera Sashi mengerjapkan mata setelah lelah berpura-pura. Gadis itu mengigit selimut gemas karena telah melakukan hal konyol.
"Astaga malunya." Dengan serampangan dia mengacak rambut lurus panjangnya.
Bukan tanpa alasan gadis itu berpura-pura tidur padahal yang sebenarnya sudah bangun. Sashi malu saat mengingat bayangan malam tadi. Bahkan saking gugup dan malunya dia tak bisa memejamkan mata sampai jam dua pagi. Ketampanan Jaxton terngiang-ngiang di otak Sashi. Betapa memesona om suaminya membuat Sashi kelimpungan sendiri.
"kalau kayak gini bisa-bisa aku duluan yang tergila-gila. Nggak! Jangan sampai itu terjadi. Pokoknya seorang Sashi harus strong dan elegan. Om Jaxton nggak boleh buat aku terperdaya. Yang ada om Jaxton harus jatuh cinta duluan sejadi-jadinya," gumam Sashi berulang kali. Kini gadis itu sudah duduk sambil menyandarkan punggung di kepala ranjang.
"Sudah bangun?"
Lamunan Sashi seketika buyar saat mendengar suara berat nan seksi om suami. Pria itu sudah rapi dengan kemeja coklat dipadukan dengan celana jeans hitam. Tumben tidak pakai jas pikir Sashi.
Semakin dekat Jaxton menghampiri Sashi aroma parfum maskulin semakin terhidu di hidung Sashi. Jujur gadis itu ingin sekali melemparkan diri ke pelukan om suami. Namun, pikiran itu segera ditepis saat Jaxton memandang lurus sambil memegang sekilas jam tangan rolexnya.
"Sebentar lagi pesawat kita take off. Pergi mandi, Sashi. Jangan melamun terus."
Jika sudah ditegur dengan nada datar tanpa ada raut wajah yang menyenangkan. Bergegas Sashi turun dari ranjang sebelum Jaxton Sebastian berangkat duluan dan berakhir dirinya ditinggal.
"Jangan lupa gosok gigi. Tadi malam kamu melupakan step itu." Peringat Jaxton lagi.
Mendengar itu, Sashi menjadi dongkol. Dia merengut saat meraih handuk. "Iya, Tuan suami."
Sepeninggal istri kecilnya. Jaxton menggeleng seraya menghela napas panjang. Resiko hidup dengan gadis yang masih labil harus banyak stok sabar atau jika tidak wajahnya akan memiliki banyak kerutan. Dan Jaxton tidak ingin hal itu terjadi. Walau bagaimanapun dia belum mempunyai anak apalagi pendamping yang benar-benar sehidup semati.
***
Pada jam sepuluh pagi pesawat yang ditumpangi Jaxton maupun Sashi sudah mendarat di bandara internasional Soekarno Hatta. Mereka segera menuju parkiran di mana sopir yang menjemputnya sudah menunggu duluan.Mereka berdua berjalan bersisian sedangkan Andrew dan pak Ali berada di belakang bertugas membawa barang-barang seperti koper berisi oleh-oleh dan pakaian. Akan tetapi, ada yang berbeda kali ini, sesuai keinginan Jaxton, Sashi diharuskan mengenakan pakaian sedikit tertutup. Tidak lupa gadis itu memakai masker dan kacamata hitam.
Semua itu terjadi semata-mata agar orang tidak mengenali sosok Sashi dan berakhir tidak ada pemberitaan heboh tentang Jaxton yang sedang berjalan berduaan dengan gadis muda jauh sekali dari umurnya. Pria bertubuh tinggi tegap itu tetap harus waspada. Lagi pula pernikahan mereka berawal dari kesepakatan. Sebisa mungkin jangan sampai tersebar apalagi didengar oleh keluarga besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontaneous Wedding [REPOST]
RomanceBalasan diputus secara sepihak adalah menikahi paman sang mantan pacar.