"Bagaimana?" tanya Jaxton saat mendapati Andrew sudah menghadap ke arahnya.
"Berhasil, Tuan. Pihak manajer mengatakan rekaman video itu hanya dia yang pegang. Belum dicopy sama sekali di brankas file lain."
"Berapa yang dia minta?" Jaxton berkata datar sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana.
"100 juta."
"Hanya itu?"
"Ya, Tuan."
"Katakan pada mereka bahwa saat ini juga kita akan bertemu."
"Baik, Tuan." Tanpa menunggu perintah lagi, Andrew bergegas melangkah pergi untuk menghubungi orang yang bersangkutan.
Sepeninggal sang asisten, Jaxton mengusap wajahnya kasar. Dia melangkah menuju kamar untuk mengabari Sashi jika malam ini tidak jadi pergi jalan-jalan.
Sesampainya di kamar, Sashi terlihat asyik bermain ponsel sembari berguling-guling santai. Gadis yang sedari tadi fokus dengan ponsel sesaat sadar jika ada seseorang yang memandang. Dengan penasaran Sashi mendongak. Sontak netranya melebar melihat kedatangan om suaminya. Tanpa dikomando, dia bergegas turun dari ranjang menuju ke arah Jaxton Sebastian.
"Gimana, Om?" tanya Sashi penasaran.
Jaxton tersenyum tipis, dia memegang bahu Sashi dengan kedua tangan. "Pihak manajer menyetujui. Malam ini juga saya dan Andrew akan bertemu dengan mereka. Kamu tidak apa-apa harus kan sendiri lagi di kamar hotel?"
Sebenernya ada perasaan kecewa harus gagal mengunjungi jembatan Ampera. Namun, dia tidak bisa seenaknya ada yang jauh lebih penting dari sekadar jalan-jalannya.
"Saya janji setelah semua masalah selesai. Kita akan jalan-jalan sesuai keinginan kamu di sini."
Sashi mencoba mengulas senyum baik-baik saja. "Semoga berjalan lancar ya, Om. Soalnya Sashi udah nggak sabar pengen jalan-jalan." lanjutnya seraya nyengir.
Jaxton mengangguk. "Saya tidak akan lama. Tapi jika sudah mengantuk kamu bisa tidur duluan tanpa menunggu saya."
"Oke, Om."
"Baiklah. Saya berangkat." Sebelum pergi tanpa ragu Jaxton mengelus lembut pipi Sashi.
"Ish. Seneng banget pegang-pegang."
"Pipi kamu halus seperti bayi," sahut Jaxton dengan senyum khasnya.
Mendengar itu, Sashi memutar bola mata.
***
"Anda yakin rekaman itu hanya disimpan di ponsel ini saja? Tidak dicopy di file lain." Interogasi Andrew tepat sasaran. Di sampingnya ada Jaxton diam menyimak dengan tatapan datar.
Sang manajer yang datang sendirian mengangguk tegas. "Saya yakin, Pak."
"Baiklah. Lantas langkah apa yang akan Anda lakukan jika pihak Cassera Kwin mengetahui rekaman itu sudah hilang?" tanya Andrew tanpa gentar.
Pria berusia empat puluh tahun itu terdiam gugup sekaligus takut. "Sebenarnya malam ini juga saya akan kabur dari sini, Pak."
"Kabur?" Kali ini gantian Jaxton membuka suara.
Manajer itu mengangguk lagi. "Dengan adanya uang 100 juta saya yakin bisa membiayai kepergian saya."
"Tidak takut tertangkap dengan mereka?" Jaxton mengangkat sebelah alisnya. Dia sedikit terkejut mendengar aksi yang akan dilakukan pria itu.
"Takut sudah pasti. Tapi saya jauh lebih tertekan harus bekerja sama dengan cara kotor seperti yang diinginkan mereka."
Baik Jaxton dan Andrew manggut-manggut paham mendengarnya. Meskipun niat berhenti dari tindakan buruk sangatlah baik. Tapi tetap saja aksi kabur bukan hal yang patut dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontaneous Wedding [REPOST]
RomanceBalasan diputus secara sepihak adalah menikahi paman sang mantan pacar.