Part 9

28.4K 1.8K 10
                                    

Selesai membersihkan badan, Jaxton keluar dengan keadaan bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk putih menutupi perut bagian bawahnya. Sesekali pria itu menggosok rambutnya dengan handuk.

Sejenak Sashi yang melihat kedatangan Jaxton meneguk saliva gugup. Ah, dihadapkan dengan pemandangan seperti ini untuk pertama kali tentu saja batinnya berteriak kegirangan. Baginya Jaxton bukan sekedar hot saja tapi benar-benar membuat panas dingin rasanya.

Jaxton sendiri bukannya tak menyadari ditatap seintens oleh Sashi. Seolah ingin memamerkan tubuhnya, pria itu malah sengaja berpakaian di hadapan Sashi tanpa masuk ke kamar mandi. Perlahan Jaxton melepas handuk putih yang membalut pinggulnya. Namun, gerakan itu seketika terhenti setelah mendengar teriakan Sashi.

"Kenapa?" Jaxton memandang dengan raut heran.

Sashi tergagap. Dia menghela napas panjang untuk menenangkan diri dari keterkejutan. "Bisa nggak pakai bajunya jangan di sini. Bikin mataku ternodai aja."

Mendengar itu, Jaxton tersenyum miring tidak mengindahkan ucapan Sashi. Justru pria itu dengan kilat melepaskan kaitan handuknya. Sashi terbengong begitu saja melihat aksi om itu. Gadis dengan piyama biru muda mendengkus saat sadar telah dikerjain.

"See. Saya tidak akan bertelanjang cuma-cuma di depan kamu, Sashi." Ledek Jaxton sembari memakai kaus putih polos ke tubuh tegapnya.

Jujur saja Sashi malu telah berpikir yang tidak-tidak. Lagi pula biasanya kan para pria saat mengenakan handuk tidak pakai apa-apa di dalamnya. Tapi untungnya Jaxton sudah memakai celana bokser terlebih dahulu. Jadi, mata Sashi tak ternodai saat ini.

Selesai memakai pakaian lengkap. Dengan ringan Jaxton melempar handuk basah ke sofa dekat lemari, melihat itu mata Sashi mendelik. Sejenak Sashi merutuk dalam hati. Harusnya malam ini dia bersikap dingin tetapi kenapa dia malah terkesan santai. Padahal om suaminya itu sedang membuat masalah.

Mengetahui Sashi terdiam melamun cukup lama. Jaxton menarik napas lalu melangkah menuju ranjang mendekati Sashi. Sudah saatnya dia memberi penjelasan akan kelakuannya hari ini.

"Boleh kita berbicara sebentar?" Jaxton sudah mendudukkan diri di dekat Sashi. Mendapati jarak di antara mereka terasa dekat. Sashi beringsut mundur. Gadis itu tidak akan lupa mengenai parfum menyengat tadi.

"Kamu tidak suka berdekatan dengan saya?" tanya Jaxton seakan terluka telah ditolak secara halus oleh istrinya.

Tak ada pilihan untuk berbohong. Sashi mengangguk. "Om bau soalnya."

"Bau?" Jaxton mengernyit heran. Lalu dengan tindakan tanpa sadar dia mengendus tubuhnya sendiri. "Saya wangi tidak bau sama sekali," lanjutnya datar.

"Ck! Bau parfum pacar, Om maksudnya." Sashi memutar bola matanya malas.

Alhasil perasaan bersalah kembali merajai Jaxton. Dia pun memandang tepat di manik Sashi berusaha meyakinkan kali ini. "Saya minta maaf jika sudah membuat kamu marah. Saat Swara berkata berada di bandara saya sangat panik. Jadi saya tergesa-gesa untuk mendatanginya."

"Bilang aja kalo lagi temu rindu," cibir Sashi pelan.

Mendengar gerutuan Sashi, pria itu tersenyum tipis. "Sebagai ganti mengenai kejadian hari ini. Kamu boleh meminta apa saja."

Sontak netra Sashi langsung berbinar. "Bener, Om?"

Jaxton mengangguk tegas. Raut wajahnya juga menyiratkan keseriusan.

"Kalau gitu besok Om harus temenin aku ke showroom."

Tanpa pikir panjang, Jaxton mengiyakan. "Apapun untuk kamu, Sashi."

Spontaneous Wedding [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang