•Prolog•

2.3K 127 13
                                    

Tatiana memandang datar kertas di hadapannya. Tangannya mengepal melihat dua angka yang dilingkari dengan tinta tebal berwarna merah tersebut. Menghiraukan hiruk-piruk di sekitarnya.

"Saya kecewa sebenarnya dengan nilai kalian. Hanya Tatiana satu-satunya siswi yang meraih nilai bagus," ucapan guru wanita di depan kelas lalu meninggalkan kelas tersebut bahkan tidak didengarkan oleh Tatiana. Gadis itu hanya fokus menatap dua angka yang tertera pada kertas hasil ujiannya.

Mengetahui diamnya Tatiana, ketiga sahabatnya pun menghela napasnya. Lily, gadis yang paling dekat duduknya dengan Tatiana sontak bergerak semakin mendekat, disusul dengan kedua sahabatnya yang lain, Zaski dan Syaena.

"Lo bahkan dapat nilai tertinggi Ti," ucap Lily sembari mengelus lengan Tatiana yang masih terdiam.

Ketiganya memandang Tatiana dengan tatapan sendu. Tahu akan kerisauan gadis itu. Keempat gadis itu sudah berteman sejak Sekolah Menengah Pertama hingga kini menginjak tahun kedua di Sekolah Menengah Atas Nusantara Cita atau yang biasa disebut Nuscit oleh murid-murid di sana. Tentunya keterdiaman Tatiana kali ini sudah dapat dimengerti oleh ketiga sahabatnya.

"Pick me banget sih lo! Sok sedih padahal nilai bagus. Caper lo?"

Suara cempreng yang berada tak jauh dari keempat gadis itu membuat keadaan kelas seketika hening.

"Heh! Lo kalau nggak tahu apa-apa, nggak usah banyak bacot!" balas Zaski dengan mata menyalang memandang tiga gadis yang berdiri tak jauh dari mereka. Memang di antara Tatiana dan sahabat-sahabatnya, hanya Zaski yang mempunyai nyali tinggi dan tidak takut pada siapapun.

Bagi murid XI IPS 1, sudah biasa melihat peraduan antara kelompok Tatiana dan kelompok Lova. Sehingga yang mereka lakukan kini hanyalah menonton Zaski yang mulai maju menghadapi kelompok Lova yang tak kalah takut.

"Kenapa? Nggak terima teman lo gue bilang caper? Emang caper kok! Nilai paling bagus aja sok sedih," kesal Lova.

"Kita yang dapat di bawah KKM aja biasa aja tuh!" lanjutnya.

Lova, gadis dengan untaian rambut yang membentuk pola bagus di setiap ujungnya itu mendengus. Kesal melihat gadis tidak bersyukur seperti Tatiana.

Suara keributan itu membuat Tatiana akhirnya menghela napasnya. Melihat untuk yang terakhir kalinya angka 90 di kertas hasil ujiannya lalu merobek kertas tersebut membuat semua orang menatap gadis itu dengan terkejut.

Tatiana kemudian berdiri. Menghampiri Zaski yang masih menantang Lova dan kedua teman gadis itu.

"Udah Ki, nggak usah diladenin," ucap Tatiana pelan lalu menarik tangan Zaski untuk mengikutinya pergi dari kelas disusul kedua sahabatnya.

Namun belum sampai pintu kelas, Tatiana terpaksa menghentikan langkahnya mendengar suara Lova yang menantang,

"Nggak tahu diuntung! Nggak semua orang bisa seberuntung lo meskipun udah belajar susah payah!"

Tatiana mengeratkan kepalan tangannya yang tidak menggenggam lengan Zaski. Satu yang mungkin jarang orang ketahui tentang Tatiana, Tatiana tidak pernah merasakan dirinya beruntung.

Tatiana menarik napasnya yang sesak. Rahang gadis itu mengeras. Tanpa berbalik Tatiana berucap,

"Gak semua orang seberuntung lo yang hidup tanpa tekanan dan cuma tahu hiburan malam,"

******

Haloo, aku kembali dengan cerita baru!

Bukan siapa-siapanya keluarga Surendra, tapi bakal gak kalah seru dengan cerita-cerita sebelumnya!

Mau tau deh siapa aja yang nungguin cerita aku?? silakan comment!

Next kalii yaa?? Jangan lupa Vote dan Comment!!!

See you di chapter selanjutnya!

All Too WellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang