•Chapter 6• Tidak Akan Pernah Terjadi

608 54 3
                                    

Dia dan aku, tidak akan pernah bisa menjadi kita.

*****

Tatiana terduduk lemas di parkiran. Ia tidak mengindahi ponselnya yang berbunyi. Raganya seperti ditarik entah kemana.

Gadis itu menyenderkan tubuhnya. Menutup matanya dan mengatur napasnya.

Tidak ada yang tahu di dunia ini bahwa Tatiana adalah seorang Tjandrata.

Itu masalahnya. Tatiana tidak bisa dan tidak mungkin, lari ke dalam sana dan mengacaukan acara dengan menemui Dhiya Tjandrata dan memberi tahu beliau bahwa ia juga cucunya. Tatiana juga cucu Dhiya Tjandrata.

Tatiana menarik napasnya. Atau bahkan Dhiya Tjandrata juga tidak mengetahui bahwa ia memiliki cucu perempuan. Tatiana bahkan sanksi kalau Dhiya Tjandrata mengetahui bahwa Samara Tjandrata masih hidup, masih menjalani hidupnya sebagai single parent, dan masih membesarkan Tatiana dengan cara yang unik.

Tatiana tanpa sadar meneteskan air matanya. Dadanya sesak. Entah karena apa.

Tatiana bingung apa yang ia tangisi. Fakta bahwa ia tidak akan pernah dianggap menjadi bagian Tjandrata sudah ia ketahui sejak lulus SMP. Fakta bahwa untuk pertama kalinya ia menghadiri acara besar Tjandrata karena ajakan keluarga Gendra membuat ia juga untuk pertama kalinya melihat Dhiya Tjandrata secara langsung meskipun dari jauh. Selama ini Tatiana hanya bisa melihat keberlimpahan keluarga Tjandrata melalui media. Meskipun dirinya tidak pernah kekurangan karena Samara Tjandrata maniak bekerja, atau lebih tepatnya memilih bekerja daripada terus-terusan melihat Tatiana, tetapi siapa yang bisa melawan kekayaan dan kekuasaan Tjandrata?

Lalu, apa yang Tatiana tangisi?

Bukan fakta bahwa ia dan Mars adalah sepupu kan?

Tatiana menggeleng. Menepuk pelan wajahnya dan mengusap air matanya dengan hati-hati. Ia tidak ingin merusak riasan yang dirias langsung oleh MUA ternama atas request bunda Gendra. Tatiana juga tidak tahu kenapa keluarga Gendra mengajaknya untuk turut hadir di acara ini.

"Mungkin Tuhan nyiptain skenario yang selalu mempertemukan kita,"

ucapan itu terngiang kembali oleh Tatiana. Kemudian gadis itu menggeleng.

Tidak. Sampai kapanpun tidak ada yang boleh tahu bahwa Tatiana adalah bagian dari Tjandrata. Tidak ada seorang pun yang boleh tau kalau Tatiana juga memiliki gelar kehormatan itu.

Karena sampai kapanpun, Tatiana adalah anak dari Samara Tjandrat yang sudah dibuang dari keluarga Tjandrata puluhan tahun yang lalu.

"Akhirnya ketemu. Lo kemana aja sih Ti?"

Tatiana mendongak. Ia tersenyum tipis melihat Gendra yang menatapnya khawatir.

"Tadi katanya mau nyari kue, tapi udah satu jam lo ngilang. Gue cari di dalam ngga ketemu. Lagian ngapain sih lo di luar gini? Dingin tau,"

Gendra, sahabatnya itu mengambil duduk di samping Tatiana.

"Acara di dalam udah selesai, tinggal formalitas aja sebenarnya," lanjut Gendra.

Lelaki itu mengerutkan keningnya. "Gila ya, gue baru tahu kalau Mars itu cucunya Dhiya Tjandrata. Misterius juga tuh bocah,"

"Lo tau Ti? Tadi di dalam gue lihat Mars. Gue kaget banget, dan ternyata Dhiya Tjandrata memang buat pengumuman khusus yang menyatakan kalau Mars pewaris utama mereka,"

Gendra menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Gokil. Mars nggak perlu mikirin apapun lagi. Hidupnya udah terjamin,"

Menyadari diamnya Tatiana, Gendra menoleh dan mendapatkan gadis itu terdiam. Pandangannya kosong ke depan.

All Too WellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang