You drew stars around my scars, now I'm bleeding.
*******
Tatiana sedang mengerutkan keningnya. Gadis itu mengangkat dua kemasan minyak goreng. Ia sedang kebingungan memilih minyak goreng yang akan ia beli.
"Pilih yang kanan. Biarpun lebih mahal, tapi lebih berkualitas,"
"Astaga!"
Tatiana meloncat kaget dan menoleh. Ia mendadak memelototkan matanya menatap orang yang tiba-tiba ada di sampingnya dan tersenyum.
Tatiana berdeham gugup lalu meletakkan kedua minyak goreng tersebut. Namun, ia kemudian mengambil salah satu merk minyak goreng di barisan paling belakang yang direkomendasikan.
"Kamu belanja sendirian?"
Tatiana berdeham lalu mengangguk. "Iya nek. Neneknya Mars juga sendirian? Nggak ada yang nemanin?"
Tatiana menjilat bibirnya sendiri meredakan gugup yang melandanya ketika Dhiya Tjandrata berada di sampingnya. Tatiana mendecak dalam hatinya. Dari sekian banyak orang yang mungkin ia temui di supermarket ini, mengapa harus Dhiya Tjandrata?
Tatiana mungkin akan lebih memilih bertemu oleh Mars dibanding neneknya.
"Saya kebetulan mampir ke sini. Ada pengawal tuh,"
Tatiana ikut menatap arah tunjuk Dhiya Tjandrata lalu mengangguk. Ia kemudian tersenyum sopan.
"Kalau gitu aku duluan ya nek,"
"Tatiana," panggil Dhiya Tjandrata.
Tatiana yang baru saja hampir mendorong trolinya terpaksa kembali menoleh dan tersenyum sopan.
"Iya nek?"
Dhiya Tjandrata mendekat. Tatiana tidak dapat menahan untuk menghela napasnya ketika perempuan itu berkata,
"Bisa temani saya makan siang sebentar?"
*****
"Kamu apa kabar?"
Tatiana yang sedang menyeruput es jeruknya sedikit mengerutkan keningnya. Ia terpaksa mengiyakan parmintaan Dhiya Tjandrata untuk menemaninya makan siang. Dan kini, di sinilah ia. Di salah satu restoran mahal duduk berdua bersama Dhiya Tjandrata, neneknya.
Tatiana mendesis dalam hatinya. Ia tidak punya persiapan. Mana mungkin ia bersiap diri? Ia pikir pergi ke supermarket tidak perlu memakai baju dan berpenampilan rapi.
Persis, sekarang Tatiana lebih terlihat seperti gembel yang sangat tidak pantas berada di restoran semewah ini. Malu sekali rasanya.
"Baik nek," jawabnya pelan.
"Tatiana please. Just call me oma seperti Mars dan Venus,"
Tatiana berdeham. Tak menanggapi ucapan wanita itu.
Dhiya Tjandrata menghela napasnya. "I know you already knew. Saya nenek kamu, ibu dari bunda kamu,"
Tatiana mengangguk. Tidak mengherankan kalau Dhiya Tjandrata mengetahui banyak hal.
"Kenapa kamu selalu menghindari bertemu dengan saya? Do you think I'm going to hurt you?"
Tatiana menggeleng pelan. Tidak menjawab namun hanya menggeleng.
"Tatiana. Kamu itu seorang Tjandrata. Kenapa kamu tidak ingin mengungkapkan fakta itu ke publik?"
Tatiana tertawa pelan. "Am I Tjandrata? Apa aku dan bunda dianggap sebagai Tjandrata? Nenek -I'm sorry. Oma, do you ever think to show up the day Samuel Tjandrata was gone? Apa oma terpikir untuk datang mengucapkan bela sungkawa ke aku dan bunda? No- you never did. The fact that I have been through a lot of things alone dan oma tidak pernah muncul mendeklarasikan kalau oma adalah nenek aku, sudah menjawab kalau aku tidak pernah dianggap sebagai Tjandrata,"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Novela Juvenil[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...