Dare to live by letting go.
******
"How about this, Tatiana?"
Tatiana yang sedang melamun terpaksa menoleh dan tersenyum tipis. Jika gaun sudah selesai, maka kini Eldeiska sedang duduk dengan lebih dari enam pasang sepatu berada di hadapannya.
Tatiana mengerutkan keningnya. "Kamu nggak akan pakai heels?" tanya Tatiana dengan bingung.
Eldeiska menggeleng dengan polos. "Harus ya?" tanyanya.
Tatiana mengangkat kedua bahunya. "Aku nggak pernah bertunangan El. Tapi bukannya acaranya formal?"
"Aku pikir yang penting nyaman," balas Eldeiska dengan lesu.
Tatiana mengerutkan keningnya. Bukannya perempuan seperti Eldeiska sudah terbiasa memakai sepatu hak tinggi? Eldeiska pasti bukan sekali ataupun dua kali menghadiri acara-acara formal mengingat latar belakang gadis itu. Tetapi Tatiana hanya bisa menghembuskan napasnya. Ia tidak mau mengurus dan peduli akan hal tersebut.
"Kamu nggak milih sepatu dan gaun Ti?" tanya Eldeiska dengan bingung karena gadis itu hanya duduk diam dan menilai setiap penampilannya.
"Oh, nggak perlu—" jawab Tatiana kemudian gadis itu tersenyum manis pada Eldeiska.
"—aku nanti nggak hadir di acara pertunangan kalian,"
*****
Tatiana menghembuskan napasnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa. Tatiana memejamkan matanya. Sungguh ia sudah lelah setengah hari ini menemani Eldeiska menyiapkan keperluan gadis itu untuk acara pertunangan mereka. Tatiana menghela napasnya. Bakat berbohongnya —terutama membohongi diri sendiri— ternyata semakin handal membuat Tatiana meringis ngeri. Bahkan Tatiana sangat handal menyembunyikan sakit hatinya selama kurang lebih enam jam menemani Eldeiska dan seakan-akan sangat mendukung pertunangan tersebut di depan gadis itu.
"Gue nyari lo seharian ini,"
Tatiana membuka matanya dan kembali memejamkannya saat Mars berdiri menjulang tinggi di hadapannya.
"Tatiana," panggil Mars.
Tatiana hanya bergeming diam. Ia tidak mempedulikan atau lebih tepatnya ia mencoba tidak mempedulikan Mars yang berusaha mengajaknya bicara. Tatiana sudah lelah. Hari ini sangat menguras tenaga —dan batinnya— dan ia tidak ingin semakin menguras energinya untuk menghadapi Mars.
"Tatiana,"
Cukup sudah. Tatiana kemudian membuka matanya. Gadis itu berdiri dan berlalu begitu saja meninggalkan Mars tanpa menjawab satu patah katapun.
"Tatiana,"
Tatiana terpaksa berhenti dan menoleh karena lelaki itu menahan tangannya. Tatiana terpaksa menatap mata itu lagi. Mata yang selalu meneduhkannya.
"Kenapa pergi begitu aja? Lo nggak dengar gue ngomong?" tanya Mars dengan jengkel.
Tatiana mendengus. "Gue capek jadi tolong biarin gue ke kamar sekarang,"
"Lo darimana aja? Gue nyariin lo seharian,"
Tatiana menatap remeh pada Mars. "Oh you did? Gue kira lo sibuk persiapin pertunangan lo," ejek Tatiana dengan sarkas.
"Tatiana, gue tanya lo sekali lagi —and I'm not gonna repeat it again. Where have you been?"
"Nemanin tunangan lo fitting baju, beli sepatu, dan perlengkapan lainnya. Puas?"
Mars terdiam mendengarnya. Ia menatap mata Tatiana yang memandangnya dengan sangat malas.
"Kenapa harus lo yang pergi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
ספרות נוער[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...