•Chapter 27• Out Of The Woods

425 66 6
                                    

It's writting on the wall.

******

Mars melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Namun, saat melewati ruang tamu yang sangat luas itu, ia terpaksa menghentikan langkahnya. Mars menoleh pada dinding dan mengerutkan keningnya. Sejak kapan ada silsilah keluarga Tjandrata di sana?

Mars melangkahkan kakinya mendekat. Ia menatap silsilah tersebut. Silsilah tersebut sangat lengkap. Sependek pengetahuan Mars, ia hanya mengenal hingga sampai ibunda dari omanya. Namun silsilah itu lebih banyak dari perkiraan Mars.

"Suka?"

Mars menoleh dan menatap Dhiya Tjandrata yang datang menghampirinya dengan senyuman. Mars kembali menatap silsilah tersebut. Matanya berhenti pada fotonya dan Tatiana yang berdampingan. Sedangkan foto Venus berada di bawahnya.

"Oma sengaja buat ini dan memajangkan silsilah keluarga kita. Oma pesan dari desain interior ternama,"

Mars hanya diam menatap dinding tersebut. Tak lama ia bersuara dengan pelan. "Untuk apa?"

"Sederhana Mars. Untuk mengingatkan pada siapapun yang melihat ini —kalau inilah keluarga Tjandrata. Oma ingin semua orang yang melihat ini memahami kalau siapapun yang berada di dalam bagan ini adalah saudarakeluarga,"

Mars terdiam. Ia sangat mengenal Dhiya Tjandrata sehingga ia tahu bahwa itu semua adalah sindiran untuknya. Mars kemudian mengerutkan keningnya. Ia menatap bingung pada bagan Samara Tjandrata yang hanya sendiri. Tanpa foto ataupun nama terang dari Bastien Arshandra.

"Oma—"

"Ah, suami Samara? Kamu mau bertanya tentang itu? Mars dengar. Tjandrata tidak ingin dan tidak akan pernah mengakui seorang kriminal sebagai bagian dari keluarga kami. Sesaat Bastien Arshandra ditangkap —saat itulah Tjandrata melepas dia Mars,"

Mars menyunggingkan senyuman sinisnya. "Dan apa oma memikirkan perasaan Tatiana kalau melihat ini?"

"Mars. Tatiana was born to be Tjandrata. Mentalnya sudah harus kuat. Lagian, dia jauh lebih bisa hidup tanpa lelaki itu,"

"Tahu apa oma soal mental Tati? Tahu apa oma soal kehidupan dia jauh lebih baik kalau nggak bersama ayahnya?"

Dhiya Tjandrata menggeleng. "Oma tidak akan pernah membahas ini bersama kamu Mars. Bukan urusan kamu,"

"Well screw that familiy tree kalau pada akhirnya aku nggak bisa mencampuri urusan saudara aku sendiri. Oma sudah sering mendeklarasikan kalau Tatiana adalah saudara aku kan?"

"Mars, dalam sekali di hidup kamu, oma ingin minta kamu untuk berhenti egois Mars. Perasaan kamu pada Tatiana hanya sebuah keegoisan semata. Kalau kamu memilih untuk melanjutkan perasaan kamu, kamu akan memecah Tjandrata —dan itu sangat sangat egois Mars,"

"Pardon me?—Once in my lifetime? Oma lupa sudah berapa banyak oma menuntut aku? Oma lupa kalau semenjak oma mengambil alih semua kekuasaan papa, oma melimpahkannya ke aku? Bagian mana dari dalam sekali di hidup aku yang oma maksud?"

Dhiya Tjandrata menghela napasnya. Perempuan tua itu menatap Mars dengan malas.

"You do realize that you being absolutely nonsense everytime you talk about her? I think that's enough Mars. You and I would never have a conversation about her anymore,"

******

"Bunda mau kemana?"

Tatiana menatap Samara Tjandrata yang sudah siap dengan dua koper besarnya. Ia menatap bingung pada wanita itu.

All Too WellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang