Someday I'll be fine, but just not tonight
******
"Bawa berapa koper Ly?" tanya Syaena sembari menatap sahabatnya.
Mereka sedang berkumpul di kelas, tepatnya di meja milik Tatiana. Saat ini jam pelajaran yang seharusnya diisi oleh pelajaran bahasa Inggris menjadi luang karena guru mereka yang sedang berhalangan hadir.
"Satu aja lah. Mau ngapain banyak-banyak?" balas Lily dengan bingung.
"Muat?" tanya Syaena balik dengan menampakkan wajah polosnya.
"Lah emang lo rencananya mau bawa berapa koper?" tanya Lily dengan balik.
"Gue coba packing kemarin, dua koper dan udah penuh banget,"
Zaski menepuk tangan Syaena. Memberi kode pada sahabatnya itu untuk memberhentikan pembicaraan dan menoleh pada Tatiana. Mereka bertiga kini menatap Tatiana yang sedari tadi hanya diam tanpa mengikuti pembicaraan mereka.
"Ti? Lo nggak apa-apa?" tanya Zaski dengan pelan.
Syaena dengan sengaja menyenggol Tatiana yang masih diam membuat gadis itu tersadar lalu menoleh.
"Apa?" tanyanya.
Syaena mendengus. "Lo nggak dengar daritadi kita ngomongin apa ya?"
Tatiana menggeleng pelan lalu menghembuskan napasnya. "Maaf-maaf gue nggak dengar. Jadi kenapa?"
Zaski mengerutkan keningnya. "Lo lagi ada masalah Ti? Lo bisa ngomong ke kita padahal,"
Tatiana menghela napasnya lalu menunduk. Gadis itu menggeleng dengan lemah. "Gue cuma capek aja kayaknya. Beberapa minggu belakangan ini hidup gue kayak ada aja plot twistnya,"
Ketiga sahabatnya mendekat. Menatap prihatin pada Tatiana yang memang terlihat sedikit pucat.
"Lo kurusan, jauh banget. Lo juga lemas terus, pucat terus, lo serius nggak apa-apa Ti?" tanya Lily dengan perhatian.
Tatiana menggeleng pelan. Matanya menangkap tangannya yanh masih diperban akibat insiden memegang pisau kala itu bersama Mars. Memang ia juga merasakan perubahan-perubahan pada fisiknya. Ia kini juga sering merasa lemas berlebihan.
"Ti, lo kan tahu kita temenan bukan satu atau dua minggu doang. Lo bisa kok cerita ke kita apa yang lo rasain. Gue yakin gue, Lily, ataupun Syaena juga bukan tipikal yang akan ngehujat cerita hidup lo,"
Tatiana mengangguk. Ia mengetahui hal tersebut. Hanya saja ia tidak tahu harus memulainya dari mana. Ia tidak tahu apa yang harus ia ceritakan. Bahkan ia tidak tahu apa yang kini dirinya rasakan karena semuanya benar-benar terasa kebas.
"Tatiana,"
Panggilan tersebut membuat mereka berempat mendongak dan menatap sosok lelaki yang tinggi yang kini berdiri di samping meja Tatiana. Tatiana sendiri langsung menundukkan kepalanya. Sungguh ia tidak memiliki tenaga untuk berhadapan dengan Mars.
"Gue butuh ngomong sama lo. Please, udah cukup menghindarnya,"
Tatiana menggeleng. "Gue lagi nggak ada tenaga Mars," balasnya dengan cuek.
Ketiga sahabatnya saling melirik. Tak hanya Tatiana yang kacau, Mars juga tampak tak kalah kacau. Lelaki itu jelas sekali kurang tidur. Apabila biasanya tampilan lelaki itu acak-acakan karena bergaya, kini tampilan acak-acakan tersebut lebih terlihat seperti tidak terurus.
"Please Ti. Gue butuh ngomong sama lo. Gue nggak bisa kalau lo ngehindarin gue terus kayak gini,"
"Gue harus nemuin lo dimana lagi Tatiana? Di rumah lo selalu menghindar. Lo nggak pernah keluar kamar. Sekalinya keluar kamar lo bahkan nggak mau noleh ke gue sedikitpun. Sekarang gue coba ajak lo ngomong pas di sekolah —dan lo tetap nolak. Gue harus gimana Tatiana? Banyak hal yang harus dilurusin. Gue nggak mau lo diam dengan kesalahpahaman kayak gini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Teen Fiction[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...