You're my never ending thought.
*****
Tatiana dengan perlahan membuka matanya. Ia memandang langit-langit yang terang. Cukup menyilaukan matanya. Kemudian gadis itu menoleh dengan perlahan. Ia berada di rumah sakit. Ini bukan kamarnya. Bukan kamar yang berada di rumah bundanya, maupun kamar yang ada di kediaman Tjandrata.
"Syukurlah kamu sadar,"
Tatiana meringis mendengar sapaan dingin dari Dhiya Tjandrata. Ia melihat sekeliling. Tatapannya berhenti pada Mars yang terduduk di sofa bersama Venus. Kedua sepupunya itu duduk berdampingan dan terlihat sedang berbincang.
"Kak, apa yang dirasa?"
Tatiana meringis sekali lagi namun gadis itu tersenyum saat Venus dengan sigap menghampirinya. Lelaki itu nampak khawatir dengan keadannya. Berbanding jauh dengan Mars yang masih hanya diam di tempatnya. Seakan tidak berminat untuk menghampirinya.
"I'm okay Venus," lirihnya dengan pelan.
Dhiya Tjandrata lalu menepuk pundak Venus dengan pelan.
"I need to talk to her. Tolong tinggalkan oma dengan Tatiana,"
Venus mengangguk lalu meninggalkan ruangan. Menyisakan Tatiana, Mars, dan sang oma dalam diam.
"I really need to talk to her alone Mars. Kamu bisa menyusul Venus,"
Tatiana hanya diam. Ketika Mars berdiri dan melangkah menuju pintu, ia hanya memperhatikan punggung lelaki itu.
"Oma, —whatever you want to talk about, please be kind to her. She's hurt,"
Selepas mengucapkan itu, Mars meninggalkan ruangan menyisakan Tatiana dengan Dhiya Tjandrata dengan keadaan semakin hening.
Tatiana memejamkan matanya. Ia tidak ingin menatap sekeliling terutama menatap Dhiya Tjandrata. Tatiana tidak tahu apa yang neneknya itu inginkan lagi darinya. Tatiana sangat muak dengan keluarga ini. Keluarga yang hanya terbangun atas bisnis dan politik —tanpa kehangatan.
"You do realize kalau kamu bertindak berlebihan kan? Hurting yourself huh? Apa yang kamu harapkan Tatiana? Pertunangan itu batal?"
Tatiana membuka matanya dengan perlahan. Ia menatap langit-langit atap kamar rawatnya dengan kosong. Tidakkah nenek tua itu tahu kalau dengan keadaannya yang selemah ini, ia tidak mampu berpikir secara rasional?
"I have told you before, Tatiana. Hapus perasaan kamu pada Mars. Saya sudah menawarkan hal terbaik yang bisa saya tawarkan ke kamu —go off to Dubai, dan kamu menolak. Harus ada satu orang yang waras untuk mengalah dan pergi —dan itu harus kamu Tatiana. Pertunangan itu tinggal menghitung hari dan kamu sudah memulai langkah untuk menggagalkannya. So tell me, Tatiana. Apa yang kamu inginkan?"
Tatiana dapat merasakan Dhiya Tjandrata duduk di sampingnya dan bersedekap. Meletakkan tangannya di dada seakan menunjukkan dominasi atas kekuasaan perempuan itu.
"Pertunangan dan hubungan antara Mars dan Eldeiska will be the hottest news di negara kita, Tatiana. They will be the headline on every news dan itu akan sangat menguntungkan kita, Tatiana. Don't you understand? Jonathan Downey dan saya sudah memikirkan ini matang-matang dan tidak ada yang boleh menghalangi rencana kami. Tidak ada,"
Tatiana memandang keji pada Dhiya Tjandrata seakan-akan neneknya itu ialah perempuan paling jahat di dunia ini.
"Aku yang nggak ngerti? Why don't you ask yourself first, oma?! Did you really think about his feeling sebelum oma menjual dia ke keluarga Downey?! Please have a heart oma —please. Well at least please have a heart on him,"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Teen Fiction[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...