It's hard for me to communicate the thoughts that I hold.
******
"You what?"
Mars membeku. Seluruh aliran darahnya terasa berhenti beberapa saat. Bahkan lelaki itu kini mulai merasakan pusing di kepalanya. Ia mulai mual dengan segala fakta-fakta tersebut.
Mars melangkah maju. Lelaki itu mendekat pada Tatiana lalu menggenggam tangan gadis itu.
"Coba ulang sekali lagi Ti. Otak gue menolak untuk mencernanya,"
Mars menatap penuh harap pada Tatiana. Ia ingin mendengar semua kalimat itu dengan jelas. Mars sudah merasakan kebahagiaan yang hampir meledak di hatinya. Seakan-akan mendapatkan hadiah terbesar yang ia tidak duga-duga.
"Mars, the memories that we have been made in Jogja was so beautiful. Gue, gue tahu gue akan sangat malu mengakui kalau gue memang dari awal sudah jatuh sama saudara gue sendiri. Tapi itu faktanya Mars. Itu yang kejadian. Faktanya bukan cowok manapun yang singgah di pikiran dan hati gue selama ini Mars —cuma lo,"
Mars tanpa sadar langsung menarik Tatiana ke dalam pelukannya. Ia memejamkan matanya menggigit bibirnya menahan semua gejolak kebahagiaan yang ada pada hatinya.
"Kenapa nggak bilang dari dulu Ti?" bisik Mars pada telinga gadis itu.
"Gue pikir —well gue pikir gue akan sanggup membangun benteng sama lo. Gue akan sanggup buat lupain semuanya dan mencari yang baru. Tapi semakin gue usaha, gue semakin ketemu lo. I don't want us to be like this Mars. Sama kayak lo —gue juga nggak menyukai dan nggak bisa terima fakta kalau kita saudara. Tapi there's nothing we can do Mars,"
"Dan sekarang Dhiya Tjandrata —oma kita datang. Menawarkan atau lebih tepatnya memaksakan gue untuk jauh dari lo dengan tawaran kebebasan bokap gue. I kept repeat it to myself —does it worth it? Ngelepas lo dan perasaan gue demi kebebasan bokap gue yang clearly guilty? Gue nggak tahu harus apa Mars,"
"Jadi kalau lo mau tahu, gue nolak permintaan oma. Gue nggak mau pergi dari lo, gue nggak mau jauh dari lo —bahkan kalau gue harus kehilangan perasaan ini, gue maunya kehilangan itu saat ada di samping lo. Gue nggak mau jauh dan memaksakan diri gue untuk ngelupain lo Mars. Lo hal terbaik yang hadir di hidup gue setelah semua kekacauan di dalam diri gue,"
Mars menggenggam kembali tangan Tatiana. Ikut merasakan kegusaran gadis itu. Mars ingin menarik Tatiana ke dalam pelukannya. Namun matanya menangkap salah satu ajudan Dhiya Tjandrata yang kini berjalan ke arah mereka.
"Tuan," sapa ajudan itu lalu menunduk hormat pada Mars.
Tatiana membalikkan badannya dan menghela napas ketika melihat pria berbadan besar itu. Ia kemudian menatap ke arah Mars ketika lelaki itu menariknya mendekat. Seakan melindungi Tatiana agar tidak diambil oleh pria tersebut.
"Saya diperintahkan Nyonya Tjandrata untuk membawa nona Tatiana,"
"Kemana?" tanya Mars dingin. Mars semakin mengeratkan tangannya pada Tatiana dan semakin menarik Tatiana mendekat.
"Sa-saya kurang tahu," jawab pria itu.
Mars mendecak. "Jadi lo mau bawa adik gue tapi nggak tahu mau kemana? Oma memperkerjakan orang yang becus nggak sih?" sindir Mars dengan dingin.
"Saya hanya diperintahkan oleh Nyonya Tjandrata-"
"Iya tapi pertanyaan gue gampang loh. Mau dibawa kemana adik gue?" balas Mars dengan kesal.
"Bandara sepertinya Tuan,"
Mars terkekeh. "Tatiana tahu? Nyokapnya tahu? Gue tahu? Venus tahu? Kalau lo bawa adik gue tanpa kita semua tahu, lo sama aja udah nyulik anggota Tjandrata. Mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Novela Juvenil[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...