The way you looked at me, and now it's nothing.
******
"You made me have to do this, Mars. Apa kata orang kalau cucu oma punya kisah rendah seperti ini? Apa kalian tidak pikir reaksi orang-orang di luar sana dan persepsi mereka tentang keluarga kita?"
Mars yang sedang memilin kemeja sekolahnya hanya duduk diam di seberang Dhiya Tjandrata. Nampak tidak memiliki minat menanggapi ucapan sang oma.
"Oma sudah sangat menentang apapun hubungan kalian. Sekarang kalian pun tidak ada yang mempedulikan permintaan oma. Ini yang kamu mau Mars? Kehancuran Tjandrata?"
Mars yang tadinya menunduk kemudian mendongak menatap Dhiya Tjandrata. Lelaki itu menghela napasnya.
"Tjandrata is all about business, oma. Nggak ada hubungannya dengan perasaan Mars maupun Tati, perasaan kami. Justru oma sebagai orang tua dari kami, kenapa nggak bisa mendukung kami?"
Dhiya Tjandrata dengan spontan berdiri. Menatap berang pada cucunya. Cucu kesayangannya yang kini sudah berani membantahnya hanya karena perasaan remeh.
"Mars! Kalian masih muda. Terlalu muda untuk membahas perasaan dan cinta. Kamu akan semakin tua dan akan sadar kalau ini semua salah. Tolong jangan egois!"
Mars menatap Dhiya Tjandrata yang berdiri. Tatapan tajam itu pada akhirnya ia keluarkan.
"Masih terlalu muda untuk tahu tentang cinta? Terus yang oma lakuin sekarang apa? Bahkan di umur oma yang tua, oma nggak mengerti cinta! You don't even know how to love your grandchild! Jadi, apa umur bisa jadi patokan untuk seseorang mengerti arti cinta?" ucap Mars penuh kesarkasan.
Dhiya Tjandrata terdiam. Ia kemudian menarik napasnya. "You will marry Eldeiska Downey as soon as possible, Mars. Nggak ada alasan untuk menolak,"
Mars terbatuk. Terkejut atas pernyataan mendadak dari Dhiya Tjandrata. "Apa?"
Dhiya Tjandrata kembali duduk. Mengeluarkan ponselnya dan mendorongnya pada Mars membuat lelaki itu terpaksa mengambilnya dan melihat layar ponsel omanya.
Mars tanpa sadar meremas ponsel itu dengan kencang. Lalu terjadi begitu saja, lelaki itu membanting ponsel itu dengan kencang hingga memantul jauh dari tempatnya duduk. Mars menatap sang oma dengan tatapan murka.
"Is it a threat? What do you want, oma?" tanyanya dengan desisan amarah yang kental.
Dhiya Tjandrata menyilangkan kakinya. Duduk dengan angkuh. "As you can see, Bastien Arshandra is under my control. Satu langkah salah yang kamu ambil akan berakibat dengannya Mars. So now it's your turn. Pilih selamatkan keluarga kita dan Bastien, atau selamatkan perasaan kalian,"
"You such a monster, oma," bisik Mars lirih. Lelaki itu terduduk dengan lesu. Matanya berkaca-kaca. Kembali mengingat video Bastien Arshandra —ayah Tatiana yang dipukuli oleh sejumlah tahanan lainnya. Mars langsung membayangkan apabila Tatiana mengetahui itu semua. Mars yakin Tatiana akan terguncang.
"Oma harus seperti ini untuk melindungi keluarga kita,"
Mars berdecih. Tanpa sadar air mata itu mengalir. "Melindungi keluarga kita? All the things you did was not to protect our family! Tapi semua ini untuk kepuasan batin oma! Ini kah kesenangan oma di masa tua? Menghancurkan hidup semua orang?
"Mars nggak pernah berpikir seorang Dhiya Tjandrata akan ngelakuin hal sekeji ini sama mantan menantunya—dan cucunya. Oma adalah cerminan manusia nggak punya hati!"
Dhiya Tjandrata mengangkat alisnya. "So? Terima pertunangan ini Mars. Jangan biarkan Tatiana tahu alasan kamu menerima ini,"
Mars menunduk. Menutup wajahnya dengan telapak tangan dan menangis. Dalam hatinya menyebutkan nama ibunya berkali-kali. Berharap hatinya akan segera tenang. Namun mustahil. Bayangan Tatiana yang kecewa selalu menghantuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well
Teen Fiction[ON GOING] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] "I don't want you to get hurt. No- in fact, I don't want us to get hurt. We will never make it Mars. Admit it," Tatiana Aulia Arshandra. Gadis dengan sejuta misteri bagi siapapun yang mengenalnya...